bc

LELAKI HALALKU (Kehormatan Suamiku ~ INDONESIA)

book_age12+
13.3K
FOLLOW
120.2K
READ
others
drama
tragedy
sweet
like
intro-logo
Blurb

(PERNIKAHAN RELIGI)

Allah akan bersama orang-orang yang baik hatinya.

.

Ketika Allah menunjukkan jodoh untukku, meski itu dari jalan mana saja, termaksud perjodohan, akan aku terima.

Ketika Allah menunjuk diriku menjadi istrinya, ku gantungkan segala hidupku dan harapanku padanya. Termaksud harapan bahagiaku.

Dulu, aku sempat mengira bahwa ia akan mencintaiku sepenuh hatinya, namun nyatanya, tak sesuai ekspetasiku.

Namun, semua itu tak masalah buatku, aku akan tetap menjadi istrinya yang baik, yang menerima meski sakit. Ketika aku memilih menggantungkan hidupku padanya, ku serahkan segalanya padanya, aku berjanji akan menjadi istri sekaligus kehidupannya.

Aku pernah berjanji akan menjadi istri yang menerima apa pun, dan janji itu ku penuhi. Ku tuntut dirinya berdiri menjadi imamku, berdiri di depanku, meski semua usahaku sia-sia.

Mau tahu kisahku dengan lengkap? Mau tahu bagaimana perjuanganku sebagai istri yang meminta di cintai?

Silahkan bersamaku.

Jika kalian bisa belajar bersamaku, jika kalian seorang istri, maka bacalah sepenuh hati kalian, menjadi istri bukan hanya sekedar status, namun bagaimana kita bisa bersabar atas kehendak Allah yang terkadang bukan yang kita inginkan.

chap-preview
Free preview
BAB 1
Aku hanya berusaha menjadi yang terbaik untuk Ibu. Semenjak Ayah meninggal, Ibu yang merupakan ibu sambungku adalah amanah dari Ayah, untuk ku jaga dan ku rawat. Ayah meninggal karena sebuah penyakit yang sudah setahun menggerogoti tubuhnya. Demi kesembuhannya pun, setiap hari dan setiap waktu yang ku kerjakan adalah menggelar sajadah dan mengangkat kedua tangan untuk bersimpuh di depannya. Bersimpuh demi kesembuhan Ayah. Aku bukan dari keluarga yang berada. Bukan keluarga yang bergelimang harta. Bukan keluarga yang menghabiskan waktunya untuk bersantai. Namun, aku dari keluarga pekerja keras. Ayah mengajarkanku untuk mandiri, mengajarkanku untuk hidup sendiri, karena itu, aku di sini berusaha melawan waktu yang sulit demi melewati semua cobaan yang tiap hari hanya menguras air mata. Aku di sini, bersimpuh memohon kemudahan atas segala yang telah terjadi. Aku di sini, menggelar sajadah demi kehidupan yang lebih baik. Aku hanya meminta kemudahan untuk melewati hidup yang makin keras ini. "Ya Allah ... ampunidosaku yang selalu mengeluh akan kehidupan, kekurangan, akan segalanya. Sesungguhnya, yang ku minta hanya lah kemudahan dan rezeki yang halal yang Engkau turunkan kepadaku. Jika, lelaki  yang Ibu jodohkan untukku adalah yang terbaik untukku dan kehidupan ibuku, Aku siap lahir dan batin menerima perjodohan ini. Karena Engkau mengajarkanku untuk lebih taat kepada orang tua. Rabbana atina fiddunya hasanah wa fil akhiroti hasanah waqina adzabannar. Aamiin." Doa yang terucap dari mulutku adalah hal yang sesungguhnya, yang harus ku pintah. Karena, segala sesuatu yang ada dan yang tercipta adalah miliknya, milik Allah SWT Aku mendengar dengan samar, Ibu memanggilku. Kubuka mukenah, lalu menggulung sajadah. Memperbaiki tataan hijab sesaat, kemudian keluar kamar dan menemui Ibu yang sedang mengobrol dengan beberapa orang yang datang untuk melamar. Perjodohan ini adalah perjodohan yang Ayah rencanakan ketikaBeliaumasihhidup. Ibu hanya melanjutkan apa yang sudah di rencanakan Ayah untuk menikahkanku dengan anak kawan lama Ayah. Pria yang tak ku kenali sebelumnya dan pria yang sudah menjadi korban perjodohan, sama sepertiku. "Perkenalkan Yu, ini anak saya, namanya Hazanah Widayatul!" ujar Ibu. Terdengar suara deheman dari ujung sana. Aku mendongak dan melihat pria yang sedang berdiri menatapku. Dengan cepat ku tundukkan kepala agar tak sampai berkontak mata dengan pria yang belum menjadi mahram. "SubhanAllah ... Ramin benar, Wi. Anak kalian sangat cantik dan manis. Apalagi mengenakan hijab seperti ini, sungguh dia seperti malaikat tak bersayap," ujar wanita yang sepertinya seumuran dengan Ibu. "Dan, ini anakku, Wi. Namanya Rafiz Hamdan!" sambung Tante Rahayu. "Alhamdulillah. Semoga pernikahan anak-anak kita menjadi pernikahan yang hanya maut memisahkan ya, Yu. Semoga juga mereka selalu di berikan keberkahan sesuai apa yang kita inginkan," ucap Ibu. "Aamiin Allahumma aamiin, Wi. Saya juga berharap yang sama." "Ya sudah. Kita makan malam saja dulu," ajak Ibu. "Baiklah, Tante, Om. Saya siapkan dulu makan malamnya," kataku. Beranjak dari duduk, menuju ruang makan yang terhubung dengan dapur. "Anakmu santun ya, Wi. Saya sangat bahagia jika dia bisa menjadi menantuku, dia akan menjadi menantu ideal intuk keluarga saya." Aku mendengar Tante Rahayu mengatakan hal itu. Aku tersenyum. Semoga saja aku bisa menjadi istri yang baik. "Jangan memujinya terus, Teh!" sambung Tante Yuna, Yang melainkan kakak perempuan dari Om Hamdan. Ketika aku sedang menyiapkan makan malam. Seseorang merangkul pinggangku. Aku terkejut dan langsung berbalik melihat Mas Rafiz "Astgfirullah. Ada apa ini, Mas?" tanyaku kesal. "Aku merangkulmu. Ada apa?" tanya Mas Rafiz balik. "Astagfirullah, Mas, kamu bukan mahramku dan aku bukan muhrimmu, kenapa merangkul pinggangku?" tanyaku dengan beberapa kali istigfar dalam hati. "Tapi, kamu akan menjadi istriku,‘kan?" "Tapi, itu belum terjadi, Mas!" "Haha! Aku gak suka ya, sama cewek munafik. Sok suci!" ujar Mas Rafiz. Perkataannya melukai hatiku. Dia mengatakan aku munafik, apa karena aku sejak tadi menjaga jarak? Senyumnya mengerikan, dia seperti tidak suka dengan perjodohan ini, itu jelas terlihat di matanya, caranya tersenyum menunjukkan hal itu. "Ini aturan dalam agama Islam, Mas. Termasuk hubungan yang diharamkan dalam Islam, karena besarnya kerusakan yang ditimbulkannya adalah apa yang disebut sebagai “pergaulan bebas” antara laki-laki dan perempuan, tanpa ada ikatan yang dibenarkan dalam syariat. Perbuatan ini akan menimbulkan banyak keburukan dan kerusakan besar, seperti bertemunya laki-laki dan perempuan yang bukan mahram, berkenalan, berjabat tangan, berteman dekat dan berpacaran dan tentu saja semua hubungan yang tidak halal itu bisa mengantarkan kepada perbuatan zina dan penyimpangan akhlak lainnya, na’udzu billahi min dzaalik," "Jangan munafik di depanku! Menurutku, semua cewek itu sama, sama-sama munafik. Yang katanya kamu gak suka pacaran sama pria yang belum menjadi mahram mu, itu tidak ku percayai. Semuanya sama. Jadi, gak perlu bersikap sok suci di depanku, semua cewek, jika aku rangkul juga akan senang hati dan memberikan tubuhnya malahan," ujar Mas Rafiz. Kembali melukai hati dan perasaanku. "Astaghfirullah al-'azhim, Mas. Kamu melukai hatiku dengan mengatakan hal yang tidak benar. Aku tidak seperti yang kamu katakan dan aku tidak sama dengan wanita yang kamu anggap itu munafik, " kataku. Aku mendengkus, karena baru pertama kalinya aku di perlakukan seperti ini oleh seorang pria. "Apa yang kalian diskusikan?" tanya Tante Rahayu. Membuatku menyembunyikanrasa sakit akibat perkataan Mas Rafiz dengan senyum. "Kami hanya mendiskusikan tentang pernikahan kami, Ma!" jawab Mas Rafiz. Dia kah yang akan menjadi imamku? Kata Ibu, dia adalah pria yang baik dan santun. Namun,  sikapnya padaku tidak menunjukkan hal itu. Mas Rafiz berbalik memberikan senyum tak suka. Apa maksudnya? Jika dia tidak menyetujui perjodohan ini, kenapa tidak mengatakanya langsung kepada keluarga, ? Aku akan dengan suka rela menerima, jika Mas Rafiz menentangnya. "Bagus, Nak, kalian memang harus saling terbuka satu sama lain, Pernikahan itu bukan hubungan yang biasa, jadi kalian bisa saling belajar satu sama lain sebelum pernikahan kalian di gelar," ujar Ibu dan berpaling melihatku."Anak Ibu ini, anak yang baik, Nak, dia sangat tahu tentang agama dan pengetahuannya begitu besar tentang agama kita, " sambung Ibu. Membuatku menoleh melihat Mas Rafiz yang sedang menyunggingkan senyum lihai. "Anakmu memang anak yang salihah, Wi,” kata Tante Rahayu. "Nak Hazanah ini, seperti menantu yang kami harapkan, kami memang ingin wanita yang salihah menjadi menantu kami, Wi!" sambung Om Hamdan, ayah Mas Rafiz. Dalam menanggapi percakapan antara orang tua, aku lebih banyak diam, melihat sikap asli Mas Rafiz yang tidak menghargaiku, membuatku semakin ragu dengan perjodohan ini, tapi aku bisa apa selain menerimanya, ? Aku tidak mungkin mengecewakan Ibu hanya karena sikap Mas Rafiz. Aku yakin bisa mengubah sikap kasar itu. Aku akui, Mas Rafiz memang pria yang sangat tampan, tapi kesempurnaan itu akan datang ketika Mas Rafiz bisa menunjukkan kesopanan kepadaku, calon istrinya. "Ada apa, Nak Hazanah?" tanya Tante Yuna. "Hem? Gak apa-apa, Tante!” jawabku. Membuat Mas Rafiz menoleh padaku dengan seringai mengerikan. "Kamu ingin mahar apa, Nak?" tanya Ibu. Aku berbalik melihat Ibu. "Mahar?" "Iya, mahar dalam tradisi kita, kamu bisa meminta mahar sendiri, “ jawab Ibu. "Mahar apa, Bu?" "Terserah kamu, Nak Hazanah. Kami akan memberikan mahar apa pun itu, seperti yang kamu inginkan. " sahut Tante Rahayu. "Maharnya berbentuk apa pun?" tanyaku. "Kasih saja berlian, Ma, semua wanita pasti menyukai berlian, “ celetuk Mas Rafiz. Lagi-lagi melukai hatiku, dengan selalu menyamakanku dengan wanita lain di luar sana. "Yang sopan, Rafiz, kita tidak sedang berhadapan dengan keluarga yang seperti itu, " sahut Om Hamdan. "Semua wanita kan menyukai berlian, Mama juga suka, ‘kan? Tante juga. Jadi, apa bedanya dengan Hazanah?" sambung Mas Rafiz. "Papa sudah bilang agar bersikap yang sopan! “ tegur Om Hamdan. "Apa kamu meminta mahar berlian?" tanya Tante Yuna. "Enggak, Tante, enggak, " sahutku. "Maafkan Rafiz, Wi, dia memang anak yang seperti ini. Semoga kamu memaklumi,  ya," ucap Tante Rahayu. "Maaf, Tante, saya menginginkan sesuatu yang berarti untuk mahar saya, " kataku. Membuat Mas Rafiz berpaling melihatku. "Katakan saja, Nak, apa yang kamu inginkan untuk menjadi maharmu, " ujar Tante Rahayu. "Aku menginginkan mahar sajadah, mukenah, tasbih, dan Alquran, " jawabku. Membuat semuanya menoleh padaku, begitupun Mas Rafiz. "Kamu serius, Nak?" tanya Tante Yuna. Aku menganggukkan kepala dengan santun, "Iya, Tante, aku serius, Mungkin terdengar sederhana, tapi itu sangat berarti bagiku dan kehidupan rumah tanggaku kelak, " jawabku. Semuanya tertegun menatapku terkecuali Mas Rafiz. Ibu mengelus punggungku. Aku berbalik menatap Ibu, wanita di depanku ini adalah wanita yang sangat baik, bak malaikat yang akan terus menjelma menjadi sosok Ayah. BERSAMBUNG. . . Jika kalian suka jalan ceritanya jangan lupa tekan like / love ya, karena dari love / like kalian, saya bisa berkarya dan memberikan cerita-cerita yang lebih baik lagi. Salam cintaku. Irhen Dirga

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

T E A R S

read
314.6K
bc

Unpredictable Marriage

read
281.7K
bc

Air Mata Maharani

read
1.4M
bc

PEMBANTU RASA BOS

read
18.5K
bc

Wedding Organizer

read
48.0K
bc

Switch Love

read
113.1K
bc

MOVE ON

read
96.6K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook