“Lihat aku?” pinta Aiyaz menghipnotis Caca secara spontan. Rahangnya mengeras. Tatapan Caca begitu mudah untuk ditebak. Matanya penuh ketakutan. Dia tidak paham kenapa wanita ini begitu takut saat berhadapan dengannya. Bukankah waktu lalu dia sempat bersikap galak? Bahkan berani mengumpat secara terang-terangan? Entahlah, sejujurnya dia tidak bisa melihat seorang wanita ketakutan seperti ini. Lebih baik baginya jika seorang wanita mengacuhkannya begitu saja. “M-mas …” Caca tidak berani mendongakkan wajahnya ke atas. Dia memilih untuk menatap ke depan, memandang tubuh berpakaian biru dongker. Kakinya bergerak beberapa langkah ke belakang. Dia sangat sulit meloloskan kedua tangannya dari bawah, yang sudah terjebak pada bagian