Chapt 9. Back to Meet, The Rejection

3122 Words
..**..             Bagi Caca, satu minggu adalah waktu yang lama sekali. Mungkin karena ada hal besar yang ia nanti sehingga kebosanan itu muncul tatkala ia berada di apartemen saja.             Yah, dia sudah mengurus surat perubahan jadwal kuliah selama ia melakukan magang di perusahaan Althafiance. Itu sebabnya Caca akan pergi ke kampus hanya di hari Jumat dan Sabtu saja, sebab dia tidak mau membuang ongkos.             Selama ia berada di apartemen, waktu terasa begitu lama. Dia menyibukkan diri dengan berbagai hal, terutama mencari tahu mengenai informasi perusahaan tempat ia magang.             Saat dia membuka profil umum perusahaan Althafiance, betapa terkejutnya dia saat tahu bahwa Althafiance merupakan perusahaan raksasa yang ternyata memiliki perusahaan anak cabang di Indonesia.             Tidak banyak informasi yang ia dapat mengenai siapa pemilik utama Althafiance. Dia hanya mendapat informasi mengenai nama-nama perusahaan cabang dan anak cabang, beserta Negara yang dikuasai oleh Althafiance Corporation. Sekarang dia menyadari rumor yang sering ia dengar. Benar kata orang-orang, jika berita umum dan khusus mengenai perusahaan raksasa itu hanya bisa dilihat dalam berita dan media berskala Internasional.             Bahkan ada laman resmi khusus untuk mengakses segala informasi perusahaan raksasa itu. Caca sangat mengagumi betapa ketat perusahaan Althafiance menjaga segala informasi yang berkaitan dengan perusahaan mereka.             Meski hanya informasi umum, tapi mereka tidak memberi sembarang izin orang-orang untuk bisa mengakses informasi itu. Dan Caca tidak sabar menunggu saat dimana alamat surat elektroniknya tercantum dalam laman resmi Althafiance. Sehingga dia bisa mengakses segala informasi apapun yang ia inginkan, jika itu berkaitan dengan perusahaan penguasa Negeri Paman Sam itu. Dia tidak sabar untuk menjadi salah satu orang yang beruntung, yang selalu mendapat notifikasi update harian mengenai perkembangan informasi seputar Althafiance. ---**--- 1 minggu kemudian., The Theodore Home, New York, USA., Kamar Cempaka., Pagi hari.,             Hari ini adalah hari yang sangat ditunggu oleh Caca. Dia sudah mempersiapkan segalanya. Bahkan pagi ini, dia memakai setelan yang baru saja ia beli beberapa hari lalu. Hal itu dia lakukan karena saran dari kakak iparnya, Indri. Kakak iparnya menyarankan Caca untuk membeli pakaian khusus pekerja kantor yang lebih rapi dan formal. Awalnya Caca menolak sebab harga pakaian wanita khusus pekerja kantor pasti sangat mahal. Apalagi dia tinggal di Negara maju, harganya pasti selangit. Saat pembicaraan itu, Kakak iparnya meyakinkan dia kalau apa yang ia beli nanti pasti akan berguna dan bisa dipakai untuk sehari-hari saat dia magang. Beli hanya beberapa saja untuk ganti setiap hari. Kini, dia mematut tubuhnya di depan cermin panjang miliknya. Kemeja putih dengan balutan jas wanita berwarna hitam. Rok sepan sebatas dengkul, berwarna senada dengan jas yang ia kenakan. Lalu sepatu dengan heels setinggi 4 cm. “Sudah rapi. Untung saja Mbak Indri kasih solusi. Kalau sudah begini, kan sudah cantik. Sudah seperti pekerja kantoran beneran,” gumamnya Berbahasa Indonesia.             Senyuman manis tidak berhenti terukir di wajahnya. Tidak lupa Caca memastikan jika gulungan rambutnya sudah ketat dan tidak akan terlepas meski diterpa angin badai sekalipun. Itu adalah istilah tersendiri bagi Caca. “Oke. Jangan lupa parfum, Ca!”             Kakinya berjalan mendekati meja riasnya, lalu mengambil botol parfum miliknya. Sedikit banyak dari biasanya, Caca menghirup aroma parfum yang harganya tidak seberapa tapi cukup untuk membuat aroma wangi di tubuhnya.             Setelah dia merasa cukup, Caca kembali bercermin dan memastikan kembali penampilannya. Tanda pengenal di tubuhnya membuat rasa bangga dalam diri Caca semakin membara. “Sepertinya sudah mantap! Sarapan sudah, bekal sudah, penampilan sudah!”             Dia melirik ke arah jarum jam di dinding kamarnya. “Sudah jam 6 lewat. Aku harus pergi sekarang, supaya tidak telat. Hari ini perjalanan barumu akan dimulai, Ca! Semangat!” gumamnya antusias.             Yah, Caca mulai memperhatikan segala barang-barang yang harus ia bawa sesuai dengan instruksi dari penanggung jawab mereka di perusahaan itu. Sebab satu hari yang lalu, wanita yang menjadi penanggung jawab mereka telah memberikan detail ulang mengenai apa saja yang harus mereka bawa untuk menunjang kegiatan mereka selama proses magang. Tidak lupa dia membawa baju kebesaran Universitas tempat dia menimba ilmu. Caca sangat bangga dengan jas almamaternya. Sebab jas itu membawanya pada dunia baru, dimana keyakinan kuat akan masa depan cerah mulai timbul di benaknya. “Bismillah! Ayo kita berangkat!” ..**..             Selama di perjalanan menuju kantor Althafiance, Caca sangat gugup sekali. Sebab hari ini adalah kali kedua baginya menginjak gedung elit sebagai gedung pencakar langit terkenal di Amerika.             Dia akan menginjak gedung itu lagi dengan identitas resmi sebagai mahasiswa magang. Walau hanya sebagai mahasiswa magang, tapi Caca sangat bangga.             Sebab yang ia dengar selama ini, tidak banyak mahasiswa berprestasi yang diberi kesempatan untuk magang di perusahaan raksasa itu. Tidak tahu apa syarat tertentu dari mereka. Tetapi hanya mereka yang berhak memilih mahasiswa mana yang pantas untuk menjadi mahasiswa magang, sekaligus calon pekerja mereka setelah mahasiswa yang bersangkutan selesai menempuh pendidikannya. Itu sebabnya Caca tidak mau menyia-nyiakan kesempatan ini. Apalagi saat mereka tahu jika mahasiswa yang terpilih dari kampusnya hanya 4 orang saja. Yaitu mahasiswa yang langsung mengambil keputusan pada hari itu juga. Yah, Caca merasa Dewi keberuntungan sedang berada di pihaknya. Ibarat para peramal mengatakan jika bintang atas nama kita telah jatuh dari langit menuju ke bumi lalu menyebar kebahagiaan untuk diri kita. Caca akan memanfaatkan kesempatan ini dengan sebaik mungkin. Sebab dia sudah meminta izin kepada keluarganya, jika setelah selesai menempuh pendidikan Sarjana, dia akan melanjutkan pendidikan Magister sambil bekerja di perusahaan tempat ia magang saat ini. Itu artinya, Caca telah siap menetap di New York. Dia akan bekerja di New York dan membayar lunas jerih payah keluarganya menyekolahkan dia sampai setinggi ini. Yah, Caca terus mengingat hal itu dan berjanji pada dirinya sendiri. *** Althafiance Corporation, New York, USA., Lobi utama., Takk... Tokk... Takk... Tokk...             Hentakan heels yang ia kenakan berbunyi nyaring layaknya pekerja Althafiance. Mendengar hentakan heelsnya saja sudah membuat Caca bangga setengah mati.             Senyuman terus terpatri di wajahnya. Selain bangga, Caca merasa jika ia perlu menguasai emosi diri agar tidak terlalu bersenang hati dulu.             Tas berukuran sedang ia letak di bahu kirinya, sedangkan tangan kanannya memegang jas almamater kebanggaannya. Senyuman manis terarah untuk beberapa penjaga yang ada disana. “Selamat pagi, Nona Caca.” “Silahkan masuk, Nona Caca.”             Caca mengernyitkan kening, langkah kakinya melambat. “Hah? Se-selamat pagi, Pak.” Bibirnya ragu untuk menjawab.             Caca berpikir sejenak sambil tersenyum, dengan kepala memutar ke belakang melihat beberapa penjaga tadi. ‘Kok mereka bisa tahu namaku?’ bathin Caca bertanya-tanya. Tiba-tiba saja logat Jakarta Caca muncul.             Yah, sesaat dia mengingat jika tanda pengenal di jas hitamnya memang tertera logo Althafiance disana. Dan Caca paham aturan sikap yang harus dimiliki oleh para pekerja Althafiance, yaitu harus saling bersikap ramah satu sama lain.             Tapi yang membuat dia bingung, kenapa para penjaga itu tahu tentang panggilan akrabnya. Sedangkan nama yang tertera di tanda pengenalnya adalah Cempaka Candramaya. Sangat jauh sekali dari nama panggilan Caca, pikirnya.             Saat dia tengah memikirkan satu hal itu, suara seseorang memanggilnya membuat konsentrasi Caca buyar. “Atas nama Caca?” tanya salah seorang wanita berjalan menghampirinya.             Caca menoleh ke arah sana. “Iya? Saya, Caca.” Dia tersenyum dan mendekati wanita yang berjalan ke arahnya. “Saya, Caca. Anda memanggil saya, Bu?” tanya Caca sopan dengan senyuman manis.             Wanita itu tersenyum ramah padanya. “Iya. Mari ikut dengan saya. Tiga mahasiswa lain sudah menunggu di ruangan rapat.”             Dia menuntun Caca untuk mengikuti langkahnya menuju lift khusus yang ada disana. “Jadi saya terlambat, Bu??” tanya Caca sedikit terkejut. Sebab dia merasa jika dia sudah datang lebih awal, 30 menit dari waktu yang telah ditentukan.             Wanita itu tersenyum meliriknya. “Tidak, Caca. Kalian datang di waktu sangat tepat. Hanya saja, ada beberapa hal yang harus kami sampaikan pada kalian. Ayo silahkan masuk,” ujar wanita itu saat pintu lift telah terbuka.             Caca mengangguk paham dan masuk ke dalam lift mewah itu. ... Ruangan kerja.,             Pria itu berpakaian rapi dengan setelan biru dongker, lalu kemeja putih menjadi penutup pertama tubuhnya. Sejak beberapa menit lalu, dia masih disibukkan dengan beberapa berkas yang tertumpuk karena sesuatu yang membuatnya sibuk di Dubai.             Saat pusat pikirannya tengah berfokus pada kegiatannya saat ini, ketukan pintu ruangan membuyarkan konsentrasinya. Tokk… Tokk… Tokk… “Masuk,” jawab pria itu dari dalam ruangan. Dia, Aiyaz Koswara Althaf.             Pagi ini dia memang akan sangat sibuk. Tapi ada satu hal yang lebih penting, yaitu rencana spesial yang sudah ia tahan selama satu minggu lamanya. Ceklek… Pintu ruangan kerjanya terbuka. Tampak seorang pria berseragam hitam putih masuk ke dalam ruangannya. Dia adalah sekretaris pribadinya, Bobby. Bobby menyodorkan sebuah map besar. Dimana di dalam map besar itu berisi beberapa map penting. “Tuan, ini data pribadi mahasiwa Columbia. Semua sudah diperiksa dengan detail. Sesuai dengan perintah Anda, 4 mahasiswa terpilih sudah berada di ruangan rapat bersama dengan yang lain. Rapat akan dimulai 10 menit lagi,” jelas Bobby memberitahu. Aiyaz mengangguk paham. Dia segera menandatangani berkas terakhir, lalu menyodorkan semua berkas pada Bobby. “Baiklah, aku akan bersiap. Kita kesana sekarang.” Aiyaz beranjak dari posisi duduknya. Kakinya melangkah menuju lift yang ada disana. Sembari berjalan menuju ruangan yang mereka tuju, dia membenarkan setelan biru dongkernya. “Baik, Tuan Aka.” Bobby sedikit menunduk hormat. Dia segera membereskan semua berkas-berkas di meja kerja Tuan Besarnya, lalu segera menyusul langkah besar pria itu.             Yah, Pagi ini dia mengambil alih rapat sebab semua saudaranya sedang menjalankan tugas mereka masing-masing. Keadaan yang sangat menguntungkan baginya.             Mungkin ini adalah alasan kenapa dia harus menunda jadwal magang mahasiswa. Atau lebih tepatnya, keadaan sangat mendukung rencana indahnya.             Dan bukan tanpa alasan dia memilih untuk tetap tinggal di kantor pusat selama beberapa hari ke depan, sampai apa yang ia inginkan tercapai. Selain memastikan hal lain yang dia incar, dia juga harus membuat semua rencana menjadi sangat detail. Mungkin lebih tepatnya, dia harus memainkan rencana yang sudah dia susun matang dengan sangat sempurna. ..**..             Ruangan rapat utama khusus Abraham Althaf sudah terisi penuh. Para pekerja hanya menunggu Boss mereka datang untuk menjadi pemimpin rapat.             Mereka paham sesuatu jika sudah melakukan rapat besar, maka akan ada 4 Boss yang hadir. Atau paling tidak ada 2 orang yang hadir sebagai pemimpin rapat. Tetapi pagi ini sangat berbeda, sebab hanya 1 orang saja yang menjadi pemimpin rapat mereka. Alasan itu disampaikan oleh salah seorang pekerja wanita kepada 4 orang mahasiswa itu.             Keempat mahasiswa itu berbincang sebentar mengenai pemimpin rapat mereka yang merupakan salah satu Boss besar di Althafiance. Tentu mereka sangat penasaran dengan wajah pemimpin rapat mereka pagi ini, sebab mereka belum pernah melihat pria itu sebelumnya.             Karena akses untuk mengetahui para pria terkemuka di Althafiance hanya bisa diakses melalui laman resmi dan bebas virus. Berita mengenai mereka juga hanya disiarkan melalui media dan berita Internasional saja.             Terutama Caca, dia mengutarakan pendapatnya kepada mereka jika pria yang akan memimpin rapat mereka pasti pria yang memiliki banyak pengalaman dengan usia tidak muda lagi. Tentu saja pendapatnya langsung disela cepat oleh salah satu pekerja wanita yang menjadi penanggung jawab mereka.             Saat para pekerja Althafiance mendapat informasi dari luar ruangan, mereka tahu jika Boss mereka telah hadir di lantai ini dan sedang berjalan ke ruangan panas ini. Pekerja wanita itu menyuruh mereka berempat untuk tetap tenang, lalu mengatakan jika pemimpin rapat mereka yang bernama Tuan Aiyaz akan segera masuk.             Caca dan ketiga temannya penasaran dengan nama Aiyaz yang dimaksud. Terutama Caca, dia menyebutkannya sekali lagi hingga pekerja wanita itu kembali mengatakan jika pemimpin rapat mereka pagi ini adalah Tuan Aiyaz.             Pintu ruangan terbuka. Tiba-tiba saja Caca bergumam ketika aroma wangi itu langsung menyambut indera penciumannya. Pikirannya langsung berpikir jika sang pemilik aroma wangi itu adalah pria tampan dan sangat perfeksionis.             Langkah kaki tegap menghentak lantai, menyeruak di ruangan besar dan mewah itu. Seperti biasa, pria dengan setelan biru dongker yang berjalan menuju kursi kebesarannya, dia akan menjadi pusat perhatian para pekerja Althafiance.             Lalu pria yang mengikutinya dari belakang, Bobby. Dia menyuruh Tuan Besarnya untuk duduk disana.             Saat Aiyaz sudah duduk di kursi kebesarannya, dia mulai menyuruh seorang wanita untuk membuka rapat ini. Setelah dia membuka suaranya, ruangan langsung berubah senyap, hening, dan terlihat mencekam. Bagaimana tidak, sebab tidak sedikit pun dari mereka berani membuka suara. Bahkan gerakan tangan mereka saja sangat hati-hati agar tidak menimbulkan suara di ruangan kedap suara itu. Wanita itu mulai membuka acara rapat utama, sebelum mereka melanjutkan acara rapat inti. Dia memperkenalkan secara resmi 4 mahasiswa yang akan magang di perusahaan ini. Dia menjelaskan jika mahasiswa yang akan magang adalah mahasiswa jurusan bisnis manajemen, dan semua dikoordinasi sesuai dengan yang sudah ditentukan oleh pemimpin rapat mereka. Dia menyuruh keempat mahasiswa itu untuk berdiri dan menghadap ke arah layar utama. Wanita itu memperkenalkan Boss mereka, lalu menyebutkan namanya. Saat mereka menghadap ke arah depan, Caca membeku. Dia tidak percaya melihat sosok pria yang ada di ujung sana, sebagai pemimpin rapat mereka. Matanya berusaha terbuka lebar untuk memastikan jika tebakannya adalah salah. Tetapi, dari kejauhan tampak senyuman tipis mengejek ke arahnya. Seketika dia mengingat beberapa hari lalu, dia sering bertelepon dengan Azathea, Bening, dan Embun. Mereka bertiga sering membicarakan Abang mereka yang ia anggap sebagai pria sombong di dunia. Pria yang sering disapa Mas Aka oleh ketiga gadis manis itu.             Caca menolak keras jika pria itu adalah benar Abang dari Azathea, Bening, dan Embun. Tapi matanya berulang kali mengerjap dan memastikan jika pandangannya tidak salah. … 2 jam kemudian., Ruangan kerja.,             Setelah selesai dari acara meeting, dia kembali ke ruangan kerjanya. Saat yang sangat ia nantikan, yaitu mengajak sosok wanita cerewet untuk berhadapan dengannya.             Seorang wanita masuk dengan membawa mahasiswa yang tidak lain adalah Caca. Dia mengatakan jika Caca adalah mahasiswa yang akan magang di bagian pembukuan khusus di ruangannya.             Yah, Aiyaz hanya berdehem saja membalas penjelasan dari pekerjanya hingga membuat Caca mengumpat. Sebab Caca merasa jika pria ini sangat sombong dan tidak memiliki adab kesopanan.             Selama 5 menit Aiyaz membuat Caca berdiri. Dia berpura-pura sibuk membolak-balik berkas milik Caca.             Bagaimana Caca tidak kesal, dia bahkan terus mengumpat dalam hati karena pria ini berpura-pura tidak mengenalnya. Sangat jelas sekali jika Aiyaz memang sedang mempermainkan Caca.             Umpatan Caca membuat Aiyaz langsung menyuruhnya untuk duduk. Rasa kesal Caca semakin menghinggap ke ubun-ubun saat Aiyaz menyuruhnya untuk memperkenalkan diri.             Caca semakin kesal. Padahal sudah jelas jika Azathea, Bening, dan Embun sering menceritakan dia terhadap keluarga mereka Bahkan pria bernama Aiyaz ini juga sudah tahu siapa namanya dan Negara aslinya.             Berbagai pertanyaan dan pernyataan yang menurut Caca sangat tidak berbobot hingga membuat kesabarannya menipis. Tapi Caca berusaha menormalkan semua rasa kesalnya itu.             Walau pikirannya masih memutar kejadian lalu saat dia pertama kali bertemu dengan pria ini. Dia bahkan belum percaya kalau ternyata Azathea, Bening, dan Embun merupakan cucu dari pemilik perusahaan terkaya di Amerika.             Betapa Caca menjadi manusia bodoh selama ini. Dia tidak tahu apapun tentang siapa tiga gadis yang selama ini menjadi temannya.             Pantas saja, kalau dia tengah makan siang dengan mereka, pasti akan banyak pasang mata menatap ke arah mereka. Tapi, Caca sedikit heran.             Apakah dua orang temannya, Richard dan Mieka juga tidak tahu menahu mengenai status asli dari Azathea, Bening, dan Embun. Jika mereka sudah tahu, kenapa mereka diam saja, pikirnya bertanya-tanya.             Saat ini, Caca merasa menjadi orang terbodoh di dunia karena berhadapan dengan pria yang sangat menyebalkan. Dia tidak bisa menahan kesabaran lebih lama saat pria ini benar-benar bersikap seolah-olah tidak mengenalinya sama sekali.             Hingga kesabaran Caca habis dan akhirnya melawan keras. Dia membuka sikap aslinya di hadapan pria bernama Aiyaz itu. Tidak peduli jika dia adalah pemimpin dari perusahaan ini.             Ada satu yang membuat Caca sangat murka adalah ketika Aiyaz memanggilnya dengan sebutan Cempak, bukan Caca ataupun Cempaka. Padahal pria ini sudah jelas tahu jika Azathea, Bening, dan Embun memanggilnya dengan nama Caca.             Berulang kali Caca melawan, tapi sikap Aiyaz terlihat biasa saja. Bahkan pria itu justru membuatnya terjebak dengan beberapa pertanyaan yang sengaja dilontarkan untuknya. Sikap tenang pria ini awalnya tidak begitu dipermasalahkan oleh Caca. Tapi saat melihat seringaian itu muncul, membuat ubun-ubun Caca semakin panas. “Ini gak lucu, Mas Aka!” spontan Caca Berbahasa Indonesia dengan kedua mata mulai memicing. “Maaf?” Aiyaz membalasnya dengan Berbahasa Inggris.             Caca mengerjapkan mata, dan langsung membenarkan ekspresinya. ‘Apa-apaan ini! Menyebalkan sekali! Bisa gak sih! Gak pakek basa-basi!’ bathin Caca mengumpat kesal. Aiyaz berusaha menahan senyum saja melihat wajah wanita berparas campuran itu mulai sebal. Glek!             Entahlah, melihat wajahnya saja membuat Aiyaz tergoda. Seperti ada sesuatu yang membisik nakal di telinganya. Sreekkk!             Caca langsung beranjak dari duduknya, dan mengambil satu map yang ada di hadapannya, yang masih dipegang oleh Aiyaz. ‘Untuk apa aku berlama-lama disini!’ bathinnya sudah tidak tahan. “Saya menolak magang di perusahaan ini! Saya permisi!” ketusnya hendak berjalan keluar dari ruangan itu.             Aiyaz menatap penampilan Caca. “Bagaimana dengan resiko pemutusan secara sepihak?” ujarnya memberi ancaman halus untuk wanita yang menurutnya sangat cerewet, bahkan melebih sang Grandma, Anta.             Tiba-tiba saja langkah kaki Caca terhenti. Deg! ‘Resiko? Resiko apa?’ bathinnya bingung dengan kening berkerut, tanpa berniat berbalik badan.             Aiyaz kembali menyeringai. Tapi matanya tidak berhenti memperhatikan penampilan Caca pagi ini, begitu terlihat dewasa.             Sangat berbeda sekali saat dia pertama kali bertemu dengannya di kampus, dimana Caca sangat terlihat seperti seorang mahasiswa muda. Tapi pagi ini, sisi dewasa Caca membuatnya susah mengontrol otak untuk berpikiran jernih.             Sesaat, Aiyaz merasa jika wanita ini memang tidak bisa dibantah. Oh bukan, mungkin lebih tepatnya tidak bisa dibalas dengan sikap keras. “Duduklah. Aku akan menjelaskannya,” ujarnya berusaha menurunkan emosinya sendiri. ‘Shitt!’ bathinnya mengumpat. Dia tidak menyangka jika Caca bisa membuatnya merendahkan harga diri seperti ini. Seharusnya Caca yang memohon dan membujuknya, dan bukan sebaliknya.             Caca berbalik badan, dan melihat pria itu sibuk membuka beberapa berkas di meja kerjanya. Dia kembali melangkah menuju kursinya semula, lalu duduk disana.             Wajahnya masih datar dan sama sekali tidak berniat untuk menatap pria di hadapannya. ‘Lebih baik aku menatap meja dari pada wajahnya yang sok ketampanan!’ bathinnya masih terus dirundung rasa kesal. Glek! Aiyaz ingin sekali mencekik lehernya sendiri. Bagaimana mungkin nyalinya bisa ciut hanya karena berhadapan dengan satu wanita yang sikapnya lebih ganas dari Azathea dan Bening.             Dia tidak tahu harus melakukan apa, tapi otaknya berputar cepat. Wanita ini harus diberi sesuatu yang menyenangkan hati agar dia mau bertahan magang di perusahaan ini. Tidak, itu bukan bagian dari rencananya. Karena kantor utamanya bukan Althafiance, tetapi Althafa.             Jika saja dia memindahkan Caca di kantornya untuk mengikuti pekerjaannya, sudah pasti wanita ini akan menolak karena tidak sesuai dengan kontrak surat undangan mengatasnamakan Althafiance. ‘Oh ayolah! Kenapa otakmu bisa sebuntu ini!’ Aiyaz mengumpat dirinya sendiri.             Caca masih berdiam diri dan tidak peduli seberapa lama dia akan duduk disana. Tapi sesekali dia merasa bingung melihat pria itu seperti mencari sesuatu yang tidak kunjung ditemukan.             Aiyaz mendapatkan sesuatu untuk menjadi ide barunya. Dia mengambil pena hitam yang tersedia diatas meja, lalu menuliskan beberapa angka disana, menyodorkannya ke arah Caca. ‘Apa itu?’ bathinnya melirik ke arah lembaran tebal yang disodorkan padanya. “Oh Maii??” Caca menganga. “Kau bekerja padaku mulai hari ini.” Deg! * * Novel By : Msdyayu (Akun Dreame/Innovel, IG, sss)
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD