Lupa nomor kamar

1629 Words
Di depan pintu masuk hotel. Maya pun keluar dari dalam gedung itu dengan suasana hati yang sangat bahagia. Dia terus tertawa tiada henti dan malam ini, dia akan menghabiskan malam indah di klub malam bersama pria-pria tampan yang bisa dia dapatkan di sana. Maya pun segera bergegas pergi meninggalkan gedung itu sambil mematikan ponselnya. Karena Maya tidak mau ada satu panggilan pun yang akan mengganggu kesenangannya malam ini. "Hahahaha … Sinta! Malam ini, kamu akan hancur dan nanti , aku akan memberitahukan semua teman-teman di kantor kalau kamu adalah w************n yang tidak memiliki harga diri dan semua pria itu, pasti tidak akan menyukai kamu lagi termasuk pak Jeffery," ucap Maya sambil menatap layar ponselnya dan dia segera mematikannya. "Malam ini, kamu nikmati kekejaman pria tua itu dan kamu akan merasakan apa yang aku rasakan selama ini. Lalu, malam ini aku akan bersenang-senang dengan semua pria tampan yang ada di klub malam itu, hehehehe … pria tampan aku datang!" Ucap Maya yang terus tertawa tiada henti. Setelah dia mematikan ponselnya, Maya pun memasukkan ponselnya kembali ke dalam tas nya dan sebuah taksi pun datang untuk menghampiri dirinya. Melihat itu, Maya pun langsung masuk ke dalam taksi itu, lalu dia pun segera menyuruh si sopir untuk segera pergi meninggalkan hotel itu dan menuju klub malam yang ingin dia datangi saat ini. Setelah taksi yang Maya tumpangi pergi. Muncullah satu taksi yang berhenti tepat di depan pintu masuk hotel itu. Ternyata, orang yang berada di dalam taksi itu adalah Sinta yang baru saja datang untuk memenuhi panggilan yang dikatakan oleh Maya. Sinta pun terdiam sejenak saat melihat pintu masuk hotel itu. Deg … deg … deg …. Detak jantung Sinta berdetak dengan cepat dan rasa gugup serta takut pun bercampur menjadi satu. "Apa yang harus aku lakukan? Apakah aku ... Aku harus masuk ke dalam?" Gumam Sinta sambil memejamkan matanya sejenak. Perasaannya terasa semakin rumit dan dia merasa jika ingin sekali membatalkan janji itu dan kembali lagi ke rumah sakit, tapi Sinta berpikir ulang kembali. Karena dia sangat membutuhkan uang itu, maka dia harus melakukannya. "Aku harus melakukannya! Aku tidak mungkin mundur, karena nenek sedang menunggu aku," gumam Sinta sambil membuka matanya secara perlahan, lalu Sinta pun menarik napas panjang agar dirinya sedikit merasa lebih tenang. Sehingga, setelah dirinya sudah lebih baik dari sebelumnya, Sinta pun membayar ongkos kepada sopir taksi itu, lalu turun dengan langkah yang masih kaku. Langkah yang tidak mengizinkan dirinya untuk masuk ke dalam hotel itu. "Terima kasih pak," ucap Sinta sambil menutup pintu taksi itu. Si sopir hanya menganggukkan kepalanya, lalu setelah itu dia pun pergi meninggalkan Sinta yang masih berdiri tegak didepan pintu masuk hotel itu. "Hah! Pada akhirnya, aku pun jatuh ke lubang hitam ini dan aku … aku juga sudah sama dengan Maya, aku sudah sama dengan dia!" Gumam Sinta yang berusaha untuk tidak memikirkan itu semua. "Baiklah, demi nenek! Aku harus melakukan nya! Aku … aku harus melakukannya!" Ucap Sinta sambil melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam gedung itu. Dengan wajah menunduk dan Sinta takut, kalau akan ada orang yang mengenali dirinya. Sehingga, Sinta pun tidak berani melihat kearah lain selain kearah bawah saja. Hingga, langkah Sinta pun terhenti, ketika dia sudah sampai di depan lift yang berada tepat didepannya saat ini. Sinta pun mengangkat wajahnya dan dia menatap kearah pintu lift yang berdiri tegak tepat dihadapannya itu. "Lift? Apakah aku harus masuk ke dalam? Tapi, kamar itu … kamar itu ada di lantai berapa?" Ucap Sinta dengan perasaan bingungnya. Sinta tidak tahu, ada di lantai berapa dan celakanya, dia lupa nomor kamar yang dikatakan oleh Maya tadi saat dia bicara di telepon dengannya. "Tunggu! Aku harus ke lantai berapa? Lalu nomor kamar? Nomor kamarnya berapa? Aku tadi, kenapa tidak mengingatnya sama sekali," ucap Sinta yang berusaha mengingat-ingat nomor kamar itu. "Aduh! Bagaimana ini, aku hanya ingat nomor belakangnya, belakangnya adalah satu. Tapi depannya, depannya berapa?" Ucap Sinta sambil menggaruk kepalanya. Dia bingung harus berbuat apa sekarang. Sehingga, Sinta pun meraih ponselnya lalu dia berniat untuk menghubungi Maya, karena dia ingin bertanya kembali kepadanya. Sinta pun memutar nomor Maya dan panggilan itu ternyata ditolak alias nomornya tidak aktif. "Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif, cobalah beberapa saat lagi," suara itu terus terdengar di setiap panggilan yang Sinta lakukan kepada Maya. Sehingga, Sinta pun merasa sangat kesal, karena saat seperti ini. Maya malah sulit dihubungi. "Bagaimana ini? Maya tidak bisa dihubungi dan aku sudah berada di sini. Kalau aku kembali, bagaimana dengan operasi nenek? Apakah aku harus menyerah dengan semua ini?" Ucap Sinta dengan nada putus asa. Sinta merasa seperti sudah menemui jalan buntu dan dia bingung harus melakukan apa lagi. Namun, saat Sinta masih berdiri didepan pintu lift sambil mengusap kasar wajahnya. Tiba-tiba saja. Sinta melihat dua pria bertubuh besar yang memakai pakaian serba hitam melewati dirinya dan Sinta mendengar obrolan mereka yang terdengar sangat jelas di telinganya. "Tadi bos besar mengatakan, jika kita harus melaporkan segala gerak dan gerik bos muda selama menginap di sini dan bos besar juga mengatakan, jika ada wanita yang tinggal bersama bos malam ini. Kita harus melaporkan semuanya kepadanya," ucap pria pertama kepada pria kedua yang menjadi lawan bicaranya itu. Lalu, pria kedua pun menjawabnya. "Tentu saja, kita ini adalah pengawal yang diperintahkan oleh bos besar untuk menjaga bos muda. Tapi, apakah bos muda akan tidur bersama wanita malam ini? Bukankah rumor mengatakan kalau bos muda tidak memiliki wanita manapun selama ini. Akankah bos muda … memiliki wanita malam ini?" Ucap pria kedua kepada pria pertama. Pria pertama pun menggelengkan kepalanya, karena dia juga tidak tahu apapun. "Mungkin saja, bos muda memesan wanita untuk menemani dirinya malam ini, apalagi dia baru saja sampai, mungkin dia membutuhkan wanita untuk menghangatkan ranjangnya," ucap pria pertama sambil tertawa keras bersama pria kedua yang menjadi lawan bicaranya. Mendengar itu, Sinta pun mulai mengambil kesimpulan jika bos yang sedang dibicarakan oleh kedua pria itu, kemungkinan besar adalah orang yang harus dia temani malam ini. Apalagi Sinta tidak melihat siapapun di hotel itu dan besar dugaan, jika bos itulah yang Maya katakan padanya. "Mungkinkah pria itu adalah pria yang sedang mereka bicarakan?" Gumam Sinta sambil mendengarkan percakapan dua pria berpakaian hitam itu. "Sepertinya dia adalah orangnya. Ya! Aku yakin, kalau dia adalah orangnya," ucap Sinta yang terus meyakinkan dirinya jika pria yang dibicarakan oleh kedua pengawal itu, adalah pria yang sama dengan yang Maya katakan padanya. Sehingga, Sinta pun mengambil kesimpulan jika dia akan mengikuti pengawal itu, lalu mencari kamarnya yang dia lupa nomornya itu. "Baiklah! Aku akan mengikuti mereka berdua. Semoga saja, aku tidak salah orang!" Gumam Sinta dan dia pun bertekad untuk mengikuti kedua pria itu. Tidak lama kemudian, pintu lift pun terbuka. Kedua pria itu pun masuk dan Sinta pun mengikuti kedua pria itu. Lalu, setelah masuk. Sinta tidak menekan tombol apapun karena dia mengikuti kedua pria itu hingga lantai lima dari hotel itu. Ding …. Pintu lift pun terbuka, Sinta pun mengikuti kedua pria itu hingga mereka sampai di depan pintu kamar yang bertuliskan 211. Sinta pun menatap nomor itu dan berusaha untuk mengingat-ingat ucapan Maya saat bicara dengannya. "Nomor ini? Apakah nomor ini sama dengan yang Maya katakan?" Gumam Sinta sambil menatap nomor yang tertempel di pintu kamar itu. "Sepertinya ini nomornya, karena aku masih ingat ada angka 1 dibelakangnya dan juga, kedua pria tadi juga mengatakan kalau bos nya memesan wanita untuk malam ini. Jadi, sepertinya. Ini benar-benar pria itu," ucap Sinta yang merasa sangat yakin, jika dirinya sudah benar menemukan kamar yang disebutkan oleh Maya. Dengan langkah sedikit ragu, Sinta pun mendekati kamar itu yang sudah ada dua pria tadi berjaga tepat di depan kamar itu. Saat Sinta sudah mendekati pintu itu, tiba-tiba saja. Pintu kamar itu pun terbuka dan Sinta melihat sosok pria super tampan yang hanya menggunakan handuk kimono berwarna putih serta rambutnya terlihat masih basah itu. "Oh Tuhan! Dia sangat tampan! Dia … apakah dia … pria yang memesan aku?" Gumam Sinta sambil menutup mulutnya yang hampir berteriak karena dia terlalu fokus melihat wajah pria tampan itu dari jarak yang cukup jauh itu. Namun, saat ini. Pria tampan itu tidak melihat sosok Sinta yang sedang menatap kearahnya. Karena pria tampan itu, fokus kepada dua pengawalnya yang ada didepan pintu masuk kamarnya itu. "Kalian, bisakah membelikan saya makan malam yang enak? Makanan di hotel ini tidak ada yang enak sama sekali!" Ucap pria tampan itu kepada dua pengawalnya. Kedua pengawalnya itu pun segera memberi hormat saat melihat bos muda yang sangat mereka hormati itu. "Baik bos! Kami akan membelinya, tapi makanan apa anda inginkan? Kami berdua akan mencarikan untuk anda," ucap keduanya secara bersamaan. Pria tampan itu pun terdiam sejenak karena dia harus memikirkan makanan apa yang ingin dia makan. "Hhhmmm … terserah kalian saja. Yang jelas saya ingin makan masakan asli negara ini. Sangat bosan memakan makanan Eropa, saya sudah mual dengan itu semua," ucap pria tampan itu dengan ekspresi yang membuat Sinta ingin tertawa karena menurutnya, pria tampan itu terlihat cukup lucu. "Hehehe … dia lucu sekali!" Ucap Sinta sambil menutup mulutnya untuk menahan tawanya. Pria tampan itu mendengar suara Sinta yang tertawa dan dia segera memutar matanya untuk melihat kearah tempat Sinta berdiri saat ini. Namun, pria tampan itu segera melihat kearah kedua pria yang menjadi pengawalnya itu, lalu melanjutkan ucapannya lagi. "Baiklah! Kalian sekarang boleh pergi, cepat belikan makanan yang enak dan jangan lupa, apa yang saya tadi katakan harus kalian ingat," ucap pria tampan itu sambil memberikan beberapa lembar uang berwarna merah kepada dua pria itu. Setelah memberikan uang itu, kedua pria itu pun pergi meninggalkan pria tampan itu sendirian didepan pintu kamarnya. "Baguslah, akhirnya mereka pergi juga!" Ucap pria tampan sambil menghela napas lega. Lalu, dia kembali melihat kearah Sinta yang masih berdiri di tempatnya itu, lalu pria tampan itu menatap Sinta dengan tatapan yang tidak biasa. -bersambung- Dhini_218 only on: Dreame n Innovel
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD