BEVERLY hanya bisa pasrah ketika Jackson menggiringnya keluar. Sebelumnya, ia memang telah melihat area sekitar rumah yang ditempati Jackson. Rumah itu terletak di sebuah pulau di tengah lautan. Sejauh mata memandang, Beverly hanya bisa menemukan air dan air. Namun, di belakang rumah tersebut, terdapat hutan yang kelihatannya sangat luas. Beverly heran, kenapa pula Jackson mau menghabiskan waktunya di tempat terpencil seperti ini?
"Aku akan menunggumu di sini. Kalau masih ada kotoran di kolam itu," Jackson memgamgkat dagunya tinggi-tinggi. "Aku akan menyuruhmu tidur di luar."
Beverly memutar bola matanya. Memangnya, siapa yang takut tidur di luar? Enggan menanggapi perkataan Jackson, Beverly berjalan menuju tepi kolam dan mulai membersihkan kolam renang itu dengan leaf skimmer. Sinar matahari yang terik tidak menyurutkan semangat Beverly. Sumur hidupnya ia belum pernah melakukan pekerjaan rendahan seperti ini.
Jackson mengamati setiap gerakan Beverly. Kaki jenjang wanita itu tampak berkilat di bawah sinar matahari. Jackson mengalihkan pandangannya dari paha mulus Beverly. Suatu hari nanti, Jackson ingin membuat setiap inci tubuh Beverly kesakitan. "Hey, kau!" bentak Jackson pada Beverly. "Bersihkan bagian ini!"
Dengan langkah gontai, Beverly berjalan menuju tempat yang dimaksud Jackson. Tangannya masih menggenggam leaf skimmer, sementara kakinya masih menapak di tepi kolam. Beverly merasakan perutnya mulai lapar. Sepotong apel ternyata tidak memberinya kekuatan yang cukup untuk bekerja sebagai pembersih kolam renang.
Teriknya sinar mentari membakar kulit Beverly. Beverly menyeka keringat yang mengalir di pelipisnya. Kakinya mulai goyah. Seruan Jackson membuat telinganya mendengung. Beverly melirik Jackson yang hanya mengenakan celana kolor dan tidak mengenakan apa pun di bagian tubuh atasnya. Pria itu, meskipun menyebalkan tetap saja terlihat sexy.
"Oh, apakah tidak bisa sedikit lebih cepat?" Jackson kembali menggerutu. "Aku bisa mati kering kalau harus mengawasimu sampai kau selesai!"
"Kenapa kau tidak masuk saja dan urus urusanmu sendiri!" sahut Beverly kesal.
"Urusanku adalah menyiksamu. Apa kau lupa itu?"
"Tidak. Persetan dengan semua urusanmu. Pergilah! Kau merusak pemandangan indah di pantai ini."
"Huh!" Jackson mendekati Beverly. "Apa maksudmu?"
"Aku bosan melihat wajahmu!" seru Beverly. "Kapan kau akan mengembalikanku ke rumah?"
Jackson terbahak. "Rumah? Jangan mimpi, Nona muda. Aku tidak akan mengembalilkanmu. Aku ingin menyiksamu dan membunuhmu."
Sekarang, giliran Beverly yang terkekeh. "Tolong bunuh aku sekarang. Dengan cara apa pun yang kau inginkan."
"Tidak" sergah Jackson. "Tidak sekarang. Aku belum puas menyiksamu."
Semakin Jackson membuka mulut dan mendebatnya, Beverly semakin gemas saja. Wanita itu memukul lengan Jackson dengan ujung tongkat hingga terdengar suara ringisan yang sangat jelas dari bibir Jackson. "Oushh! Apa yang kau lakukan!"
"Apa lagi? Memberimu pelajaran, tentu saja." Kemudian, Beverly mengarahkan ujung tongkat itu ke d**a Jackson dan mendorongnya. Jackson terjun bebas ke lantai dalam kolam renang ulah Beverly. Pria itu berteriak seraya memaki Beverly.
"Beverly!!!" teriak Jackson geram. Pria itu mengumpat berkali-kali. Beverly semakin senang melihat Jackson marah seperti itu.
Beverly menjulurkan lidahnya. "Rasakan! Kau pikir kau bisa menyiksaku semudah itu?" kemudian wanita itu berlalu meninggalkan Jackson. Satu-satunya yang ingin Beverly lakukan adalah makan. Perutnya sudah meronta minta asupan makanan sejak pagi. Entah kaoan terakhir kali Beverly makan dengan porsi pas. Yang jelas, saat ini ia ingin menghabiskan semua makanan di kulkas Jackson.
Belum genap lima langkah Beverly berjalan, Jackson sudah berdiri di belakangnya. "Mau kemana kau?" tanya Jackson ketus.
"Makan." Jawab Beverly tak kalah ketus.
"Apa?" Jackson mencekal tangan Beverly. "Kau pikir kau di mana? Di sini tempatku-"
"Aku tahu. Aku tahu!" Beverly mendengus keras. "Jangan ingatkan aku soal itu. Aku tahu di sini tempatmu. Aku butuh makan. Kalau kau pikir kau akan membiarkan aku mati kelaparan, baiklah, aku tidak akan makan."
Beverly terlonjak ketika Jackson mengangkat tubuhnya dan menyampirkannya di bahu pria itu. "Sial! Apa yang kaulakukan!" teriak Beverly.
"Menghukummu. Memangnya apa lagi?" Jackson berniat membuang Beverly ke dalam kolam dan balik menertawakan wanita itu. Namun, sepertinya ia sedang sial. Setelah Beverly mendorongnya hingga ia terjatuh ke dalam kolam, sekarang kakinya terpeleset dan otomatis mereka berdua jatuh ke dalam kolam.
Jackson dengan sigap memeluk Beverly tanpa sadar. Tubuh mereka saling mengimpit satu sama lain. Tangan Jackson berada di pinggang Beverly. Wanita itu pun mengalungkan kedua tangannya di bahu Jackson, bertumpu pada otot-otot kekar pria itu.
Jackson dan Beverly berenang ke permukaan. Napas mereka sama-sama memburu. Beverly, dengan sorot mata bak malaikat maut menatap Jackson dengan pandangan sengit. "Apa yang kaulakukan, bodoh! Kau bisa membuat kita berdua mati."
"Mustahil." Komentar Jackson singkat. Hari ini, dia memang sungguh sial. "Kita berdua sama-sama bisa berenang. Mana mungkin kita mati?"
"Kalau kau yang mati," Beverly berkata seraya berenang ke tepian. "Aku akan sangat senang melempar jasadmu ke lautan dan membiarkanmu dimakan paus."
Jackson mengikuti Beverly dari belakang. Rambut wanita itu basah, pun dengan pakaiannya. Lekuk tubuh Beverly tercetak indah di balik kaos putih miliknya. "Sepertinya, kau sangat senang melihatku mati."
"Tentu saja aku senang." Sesampainya di tepi kolam, Beverly menyandarkan punggungnya pada tembok kolam renang. "Kalau kau mati. Aku bisa leluasa tinggal di sini tanpa gangguanmu."
Pernyataan itu menarik perhatian Jackson. Pria itu melupakan dendamnya pada Beverly. "Kau? Menikmati pulau milikku?"
"Ya. Satu-satunya cara memiliki tempat ini adalah membunuhmu," komentar Beverly ringan.
"Itu pun sebelum aku berhasil membunuhmu. Aku akan membunuhmu lebih dulu sebelum kau membunuhku."
"Oh, ya?" Beverly mengangkat alisnya. "Jadi, sekarang kita akan saling serang? Saling membunuh? Begitu?"
"Tidak. Kau tawananku. Dan kaulah yang harus dimusnahkan dari sini."
"Sudah kubilang," Beverly mendengus lagi. "Kau boleh membunuhku sekarang juga. Kalau kau tidak segera melakukannya, jangan salahkan aku jika aku lebih dulu menghabisi nyawamu."
Jika dipikir-pikir, Beverly ada benarnya. Sejauh ini, Jackson lah yang merasa tersiksa karena ulah Beverly. Padahal awalnya dia yang berniat menyiksa Beverly, tapi kenapa sekarang dia yang tersiksa. Jackson melirik Beverly. Wanita itu tetap dan selalu tenang dalam keadaan dan situasi apa pun. Dan sebagai tawanan, Beverly sepertinya tidak memiliki rasa takut sedikit pun. Kenyataan itu membuat Jackson jengkel.
Lalu, terbesit di benak Jackson untuk, "Maukah kau bercinta denganku?" tanya Jackson dengan nada meremehkan.
**
"Maukah kau bercinta denganku?"
Pertanyaan yang terlobtar dari bibir Jackson sungguh mengejutkan Beverly. Beverly yakin, Jackson tidak pernah benar-benar menginginkan hal itu. Selama ini, ia juga sangat yakin kalau Jackson tidak seburuk yang ia bayangkan. Jika pria itu berniat membunuhnya, seharusnya sudah sejak pertama kali mereka bertemu Jackson menghabisi nyawanya. Nyatanya, sampai detik ini, Jackson tidak kunjung membunuhnya.
Beverly memasang tampang melas. "Kau yakin?" tanyanya polos.
"Kenapa?" senyum kemenangan tercetak jelas di wajah tampan Jackson. "Kau takut?"
Beverly berusaha keras agar wajahnya terlihat seperti sedang ketakutan. Matanya berkaca-kaca mendengar tawaran Jackson, seolah ia siap menangis sekarang juga. "Apa kau yakin?"
"Tentu saja." Jackson berjalan mendekat ke arah Beverly. "Bagaimana jika kita melakukannya di sini?" wajah Jackson kini berada tepat di depan wajah Beverly. Jackson menyatukan kening mereka. Salah satu tangannya meremas b****g sekal Beverly. "Kau siap?"
Bukan Beverly namanya jika ia tidak bisa membuat Jackson tersiksa. Selama ini, Beverly meyakini kalau sebenarnya ada sesuatu yang membuat Jackson begitu ingin membunuh dan menyiksanya. Dan Beverly ingin tahu alasan itu. "Oke, aku siap." Beverly mengecup bibir Jackson. Pria itu tampak sangat terkejut. Jackson hanya diam ketika Beverly melumat bibirnya dan mendesakkan lidahnya ke dalam mulut Jackson. Butuh beberapa waktu bagi Beverly agar Jackson mau membalas ciumannya.
Saat Jackson mulai luluh, Beverly justru melepas pagutan bibir mereka. Wanita itu menatap Jackson sekilas lalu melepas baju Jackson yang dipakainya. Setelah itu, Beverly melepas bra sehingga Jackson bisa dengan mudahnya mengamati buah dadanya yang besar dan padat.
Beverly kembali mengecup bibir Jackson. Pria itu awalnya memang tidak bereaksi. Namun, belum genap satu menit, Jackson akhirnya membalas ciuman Beverly. Lidah mereka saling bertaut satu sama lain. Jackson merapatkan tubuhnya pada tubuh Beverly. Gairahnya mulai bangkit, sesuatu di balik celananya mulai mendesak, hingga celana kolor Jackson tampak sangat sesak. Dan Beverly bisa merasakan itu semua.
Sesuatu yang baru dan begitu tabu memenuhi jiwa Beverly. Sebelumnya, ia tidak pernah tahu kalau berciuman atau dicium oleh seorang pria akan menimbulkan reaksi seperti ini pada dirinya. Beverly ragu, dadanya kembang kempis. Bukan hanya hanya bibir Jackson yang berhasil membuatnya begitu lemah. Namun hangat napas pria itu kini memberikan efek yang sangat luar biasa baginya. Efek yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.
Kini, giliran Jackson yang melepaskan bibir Beverly. Pria itu memejamkan mata. Mengambil napas beberapa kali lalu membuka matanya lagi dan mengecup bibir Beverly. Rasa vanilla yang menempel pada bibir Beverly membuat Jackson kehilangan akal sehatnya.
Jackson meyakinkan dirinya sendiri bawha ia tidak akan mungkin berhasil keluar dari perangkap mengerikan ini. Beverly membuatnya terhangut, seperti aliran sungai deras yang menghanyutkan sebuah ranting kecil dan kering. Kira-kira, itulah yang Jackson rasakan.
Hingga akhirnya wanita itu mendorongnya menjauh. Mereka sama-sama terengah. Wajah mereka merah padam. Jackson mencekeran erat tepi kolam. Sedangkan Beverly menunduk, kedua tangannya bertumpu pada pinggang Jackson. "Aku ingin menukar nyawaku dengan nyawa Maria. Jika itu yang kau inginkan."
Kalimat itu menyadarkan Jackson. Tujuannya membawa Beverly kemari adalah untuk membalaskan dendamnya pada Maria dan anaknya. Bukan untuk menikmati hasrat seksual bersama tawanannya. Jackson merutuki dirinya sendiri. Pilihannya membawa Beverly kemari ternyata tidak sepenuhnya benar.
"Kau akan menyesali kata-katamu."
"Aku bukan tipe wanita yang mudah memutuskan sesuatu dan mudah pula menarik perkataannya."
"Kau pikir kematian akhir dari segalanya? Kalau kau mati, kau bisa bebas? Begitu?"
"Itu yang kusimpulkan. Kau menginnginkan kematianku karena kau sangat mencintai tunanganmu, bukan? Kau ingin membalas dendammu itu. Maka, lakukankan!" Beverly mengambil kaos Jackson yang mengambang tak jauh darinya. Kemudian, ia memakainya tanpa memakai bra terlebih dahulu.
"Aku belum puas bermain-main denganmu."
Beverly tersenyum miring. "Kau tidak akan pernah puas jika kau tidak mencobanya. Kau menahan diri dariku."
"Oh, ya?" Jackson mengangkat sebelah alisnya. "Itukah menurutmu? Kau pandai sekali jika menyangkut masalah laki-laki."
"Ayah dan kakakku laki-laki, asal kau tahu."
"Dan berapa laki-laki yang pernah tidur denganmu?" ucap Jackson dengan nada sarkastik.