17

2087 Words
*Author POV* Navaro berbaring diam di ranjangnya sambil membelai bahu telanjang Eliza. Pikirannya melayang pada jawaban yang dia berikan pada Eliza beberapa jam sebelumnya di Padure Castle. Bagi Navaro bercinta dengan seorang wanita tidak berarti berbagi tempat tidur setelahnya atau tidur bersama setelahnya karena itu berarti membagi saat-saat lemahnya bersama orang lain dan terasa jauh lebih intim daripada bercinta. Dan tidak seorangpun yang bisa membuat Navaro melanggar prinsipnya itu sebelum Eliza. Salah rasanya kalau Navaro meninggalkan Eliza di ranjang seorang diri setiap kali mereka selesai bercinta. Itu sebabnya Navaro memilih berbaring dan tidur sambil memeluk Eliza daripada meninggalkan wanita itu sendirian. Sambil memijat lembut p******a Eliza, Navaro mulai menciumi wanita yang masih tertidur di sampingnya itu saat ketukan tidak sabar terdengar dari pintu kamarnya. Navaro mengumpat pelan sebelum melompat turun dari ranjang. Tanpa mengucapkan apapun Navaro sudah tahu kalau Javas-lah yang mengetuk pintu karena ada sesuatu yang tidak terduga muncul di Royal Tower. Navaro menutupi tubuh telanjang Eliza dengan sehelai selimut sebelum mengenakan pakaiannya sendiri. Dalam beberapa langkah besar Navaro sudah membuka pintu dan berdiri berhadapan dengan Javas. “Jaga Eliza, aku akan mengatasi tamu kita ini.” Gumam Navaro sambil menoleh sekilas ke arah tubuh Eliza yang sedang tertidur pulas di kamarnya. Javas mengangguk cepat dan menyingkir untuk memberikan jalan pada Navaro sebelum masuk ke kamar dan duduk di salah satu sofa sambil memperhatikan wanita yang menghabiskan waktu bersama Navaro tadi.   Eliza sama sekali tidak menyangka kalau dia akan menemukan malaikat anggota Cadre Navaro duduk menatapnya tidak jauh dari tempat tidur. Kesadaran akan tubuh telanjangnya di bawah selimut membuat Eliza semakin kuat mencengkram selimut putih yang menutupi tubuhnya itu. “Dimana Navaro?” Itu adalah pertanyaan pertama yang meluncur dari mulut Eliza begitu saja. Javas mengernyit kesal mendengar seorang manusia menyebut nama Navaro sesantai itu. “Dia dibawah, Lady Katia datang.” Jawab Javas datar. “Katia?” “Tidak bisakah kau menggunakan sapaan formal di depan nama mereka? Bagaimanapun juga kau adalah seorang manusia sedangkan mereka adalah malaikat tinggi.” Tegur Javas yang akhirnya kehabisan kesabarannya mendengar Eliza hanya menggunakan nama panggilan sang malaikat. “Aku bukan b***k kalian yang harus memanggil kalian dengan sebutan itu.” Balas Eliza keras. “Tentu saja kau b***k kami. Semua manusia adalah b***k para malaikat. Tidak satupun dari kalian yang bisa melawan kami.” “Kalau begitu aku jelas bukan salah satu dari ‘b***k-b***k’ yang biasa kalian temui. Aku oracle.” Javas tersenyum, membuat wajahnya terlihat jauh lebih muda dari usia sebenarnya. “Itu malah membuktikan kalau kau adalah b***k kami, manis. Oracle adalah makhluk yang memiliki tugas untuk menyampaikan keinginan kami pada manusia ataupun makhluk lainnya.” Bisik Javas serak. Dan Eliza kembali merasa kalau Javas memiliki kekuatan khusus. Karena setiap kali Javas bicara dengan suara seraknya, ada sensasi aneh menggelitik di sekitar perut Eliza dan membuatnya merinding. “Jangan ganggu dia, Javas. Dia milikku.” Ujar sebuah suara yang berhasil menghilangkan sensasi yang disebabkan oleh suara Javas di tubuh Eliza. Navaro berdiri dengan gaya khasnya di ambang pintu. Walaupun secara fisik tubuhnya dan Javas hampir sama besar, tapi aura kekuasaan dan kekuatan terpancar jelas dari tubuh Navaro, membuatnya terasa lebih besar dari apa yang terlihat. Javas bangkit dari sofa dan menghampiri Navaro. “Tentu saja, El Rey. Aku hanya berharap saat kau sudah bosan dengan mainan barumu ini, aku bisa memilikinya. Dia sangat menarik.” Ucap Javas tanpa dapat didengar oleh Eliza. “Silakan menunggu, Javas. Tapi selama dia bersamaku, tidak ada yang boleh menyentuhnya.” Sahut Navaro sambil berjalan memasuki kamar dan menghampiri Eliza. “Kenakan pakaianmu, kita akan pergi.” Eliza yang masih shock dengan sensasi yang disebabkan oleh suara Javas hanya menatap Navaro bingung. Dengan tidak sabar Navaro meraih lengan Eliza dan menariknya turun dari ranjang, membuat selimut yang tadinya menutupi tubuh Eliza tergeletak manis di lantai. Javas yang melihat itu semua langsung bersiul puas sebelum tubuhnya dilempar keluar oleh kekuatan telekinetis Navaro. “Apa yang kau lakukan?” Sergah Eliza setelah sadar dari reaksi bodohnya dan mendapati Navaro mencengkram lengannya hingga merah. “Membantumu mengenakan pakaian.” “Kau bukan membantuku, tapi kau melukaiku!” Sembur Eliza sambil menyentak lengannya dari cengkraman Navaro yang meninggalkan jejak jari kemerahan di kulit pucat Eliza. “Ada apa denganmu sebenarnya?” Navaro memperhatikan bekas kemerahan di lengan Eliza sebelum mengusap lembut lengan wanita itu. “Ada yang sedang mencariku. Dan aku sedang tidak ingin bertemu dengannya saat ini. Suasana hatiku terlalu baik untuk dirusak secepat ini. Karena itu aku memilih untuk menghindar dari bertemu dengannya.” “Aku akan berpakaian dengan sangat cepat kalau kau mau menjelaskan apa yang sebenarnya sedang terjadi. Setelah pembicaraan hangat dengan malaikatmu itu, aku benar-benar tidak sudi diperlakukan seperti peliharaan ataupun b***k yang bisa disuruh-suruh kapanpun kalian inginkan.” “Demi Tuhan! b***k kau bilang? Aku tidak pernah menganggapmu seperti itu walau kuakui aku tertarik untuk membekap mulutmu karena kata apapun yang keluar dari bibir menakjubkan itu lebih tajam dari senjata malaikat manapun. Dan untuk kau ingat, aku tidak pernah bercinta dengan orang yang kuanggap budak.” “Kalau begitu jelaskan kenapa kita harus buru-buru pergi dari tempat yang aman untukku ini?” Desak Eliza semakin berkeras. “Aku bisa saja meninggalkanmu disini, Elizabeth, dan tidak akan melindungimu lagi.” Geram Navaro kesal. “Aku tahu, tapi kau bukan orang seperti itu. Kau mungkin punya banyak sifat buruk, Malaikat, tapi ingkar janji bukan salah satu hal yang akan kau lakukan.” Navaro mendesah panjang, tidak ada orang yang pernah mendesaknya untuk memberikan penjelasan selain Wren, dan wanita yang berdiri di hadapannya ini jauh lebih keras kepala dibandingkan Wren. “Dia malaikat. Mantan pasanganku dulu saat menjalankan tugas.” “Lalu kenapa kau tidak ingin bertemu dengannya? Bukankah dia teman lamamu?” Navaro menatap Eliza sesaat sebelum berpaling. “Ada hal-hal yang sulit dijelaskan, Elizabeth.”   *Eliza POV* Aku yakin Navaro akan marah padaku. Karena desakanku, akhirnya Navaro bersedia menjelaskan sedikit alasan kenapa dia memaksaku untuk pergi dari Royal Tower, dan karena itu juga saat temannya tiba di Royal Tower, kami masih ada disana. Navaro bisa saja menghindar, tapi sepertinya dia tidak suka bersikap sepengecut itu. Dengan makian pelan akhirnya Navaro meninggalkan kamar_sekali lagi_dan pergi menemui teman lamanya itu. Kali ini aku tidak berdiam diri saja di kamar. Aku memilih mandi dan berpakaian sebelum keluar dari kamar. Sepertinya pembicaraan Navaro belum juga selesai karena malaikat itu tidak muncul di kamar atau dimanapun di tempat yang kudatangi. Aku tidak tahu sebenarnya dia menemui temannya itu dimana. Pemandangan indah Newcastle dari kamarku membuatku penasaran bagaimana rasanya berbaur di keramaian di luar tower. Setelah memastikan kalau tidak ada yang memperhatikanku, aku kabur keluar tower untuk berjalan-jalan di sekitar tower. Kakiku baru berhenti melangkah di sebuah taman kecil yang sangat indah. Ada danau buatan kecil di tengah taman itu. Banyak sekali pasangan lanjut usia yang berjalan-jalan dan bersepeda atau hanya sekedar duduk-duduk di bangku taman menikmati pemandangan. Senang sekali rasanya kalau suatu hari nanti aku bisa menikmati masa tuaku seperti mereka, hidup dalam damai bersama orang yang kucintai. Aku duduk di salah satu bangku taman sambil memperhatikan sebuah keluarga yang sedang piknik di pinggir danau. Anak-anak mereka dibiarkan bermain di tepi danau sementara kedua orang tuanya mengawasi tidak jauh dari sana. “Siapkan dirimu, Lady.” Ujar sebuah suara yang membuatku tersentak. Seandainya itu suara Navaro, maka aku tidak akan terkejut. Masalahnya suara itu milik Javas yang entah sejak kapan duduk di sebelahku. Dia menatap ke arah yang sama denganku walau aku yakin apa yang diucapkannya barusan ditujukan hanya untukku. “Apa yang kau lakukan disini?” Tanyaku cepat. Javas menoleh dan tersenyum sinis. “Kalau kau begitu tidak menghargai perlindungan yang diberikan El Rey, lebih baik kau katakan langsung padanya. Membiarkanmu berkeliaran seorang diri saat dia sendiri menyanggupi untuk melindungimu benar-benar melukai harga dirinya.” “Aku tidak mengerti.” “Sayang sekali kalau leher indah ini berakhir di tanganku karena aku ingin sekali mencekikmu sekarang juga.” Gumam Javas. “Milord memerintahkan untuk mengawasimu saat dia sedang tidak ada. Dan yang kudapati adalah kau mengendap keluar saat kau merasa kau sedang tidak diawasi. Bahkan seluruh penghuni tower sekarang tahu kalau mereka harus mengawasimu. Milord akan marah melihat apa yang kau lakukan saat ini.” “Tidak. Dia tidak akan tahu kalau kau tidak mengatakannya.” “Jangan meremehkan kemampuannya, lady. Milord bisa memasuki pikiran siapapun yang dia inginkan. Tidak ada gunanya menyembunyikan kebenaran saat orang yang ingin kau bohongi adalah orang yang bisa tahu rahasia orang tersuci sekalipun hanya dengan melihatnya.” “Jadi, kalau kau ada disini, apa aku masih boleh menikmati pemandangan ini sebentar lagi atau ini artinya petualanganku selesai saat ini juga?” “Kau boleh menikmati selama beberapa saat, aku juga suka tempat ini.” Sahut Javas datar. “Apa aku boleh menanyakan sesuatu?” “Apa kalau aku menjawab tidak kau akan berhenti bertanya, Milady?” Aku menggeleng cepat. “Kalau begitu tanyakanlah. Akan kujawab kalau aku bisa.” Putus Javas ringan. “Siapa Navaro sebenarnya? Seberapa kuat dia? Dan apa kedudukan Navaro dalam tingkatan malaikat?” Javas menatapku tidak percaya. Pertanyaan yang kuajukan sangat berani mengingat aku bertanya pada malaikat bawahannya yang sangat loyal. “Aku akan menjawab sampai batas dimana aku boleh menjawab. Tapi sebelumnya, aku harus tahu sampai dimana kau mengenal El Rey?” “Aku tahu kalau dia teman Wren sudah 5 abad, mungkin lebih. Dan dia juga punya banyak kekasih.” Sahutku cepat menyembunyikan fakta kalau aku juga tahu warna sayapnya biru lembut. “Dia dikenal dengan malaikat pemberontak karena hubungannya dengan vampir itu. Bagi malaikat, vampir adalah makhluk kotor yang tidak akan pernah bisa menjadi teman kami. Satu-satunya kesempatan mereka untuk dapat dekat dengan kami adalah menjadi b***k kami. Tapi El Rey berteman dengannya, menolongnya dan siap mempertaruhkan nyawa untuknya. Semua malaikat mengecam tindakannya walau tidak ada yang berani terang-terangan melakukan itu. Tidak pernah ada yang tahu sebesar apa kekuatan El Rey, bahkan kami Cadre 7 juga tidak tahu pasti. Yang kami tahu hanyalah kekuatannya jelas sanggup mengalahkan malaikat tinggi Uriel. Dan masalah kedudukan, dia tidak punya kedudukan apapun sampai beberapa waktu lalu sebelum dia menguasai Inggris Raya.” “Dan apa itu Cadre 7?” “Kumpulan malaikat yang menyatakan kesetiaan mereka dan bersedia melakukan apapun untuk melindungi El Rey.” “Kenapa kalian begitu setia padanya?” “Karena hanya dia yang bersedia memberi kami kesempatan menunjukkan siapa kami saat malaikat lain mengucilkan kami karena semua keterlambatan yang kami capai.” “Dikucilkan?” Tanya Eliza kaget. “Malaikat dikucilkan?” “Malaikat punya standar sendiri dalam mencapai kekuatan, Milady. Walau beberapa hal berbeda pada setiap malaikat, tapi selalu ada kesamaan dalam abad pertama usia kami. Saat itu kami setidaknya harus sudah bisa terbang ke bumi. Tapi Kieran, Iksha dan aku sendiri tidak bisa melakukannya. Kami selalu melukai sayap kami setiap kali mencoba terbang ke bumi. Kairav, Adishree, Leela dan Adam punya cerita mereka masing-masing. Mengetahui cacat dalam kehidupan kami, tidak ada malaikat tinggi yang menginginkan kami bergabung dalam tugas mereka. Sampai suatu hari El Rey mendatangi kami satu persatu, menanyakan kesediaan kami menjadi anggota Cadre-nya selama 2 abad. Kami menyanggupinya, kami memberikan kesetiaan kami pada satu-satunya malaikat yang bersedia menganggap kami normal dengan segala kekurangan kami. Kami memberikan kesetiaan tanpa syarat pada malaikat yang memandang kami lebih berharga dari malaikat manapun. El Rey tidak memperdulikan semua tanggapan malaikat lain saat dia mengambil kami. Bersamanya, kami mendapatkan kekuatan kami lebih cepat dari yang lain, bersamanya kami menjadi malaikat yang setara dengan yang lain. Bersamanya, kami berhasil membentuk barisan kami sendiri. Dan aku bersedia mengorbankan nyawaku untuk membunuhmu kalau aku sadar kau membahayakan nyawa El Rey.” “Navaro memiliki orang-orang yang menyayanginya. Dia pasti sangat bahagia. Tapi darimana datangnya sifat angkuh dan rasa percaya dirinya yang sangat besar itu?” “Kau tahu tingkat tertinggi dalam kasta malaikat?”tanya Javas balik. “Seraphim?” Javas mengangguk cepat. “Seraphim. Tidak ada yang tahu siapa namanya, semua malaikat memanggilnya Lord Seraphim karena hanya ada satu malaikat di tingkatan itu. Dan satu-satunya malaikat Seraphim itu sangat memperhatikan El Rey. Kau kira darimana datangnya panggilan El Rey yang artinya raja kecil itu? Lord Seraphim yang memberikannya. Tania mengatakan kalau Lord Seraphim sendiri yang mengasuh El Rey sejak abad pertamanya.” “Navaro anak Seraphim?” “Tidak ada yang tahu El Rey anak siapa. Mungkin Lord Seraphim tahu, tapi jelas tidak ada orang yang berani menuntut kebenaran darinya.” “Kalian juga tidak tahu?” Javas mengangguk enggan. “Sudah cukup. Sepertinya aku terlalu banyak bercerita. Kita harus pulang. El Rey baru saja memanggilku kembali ke tower sekarang juga.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD