5

1277 Words
Sinar sang surya menampakan kehangatannya untuk bumi. Sinar cahaya itu masuk melalui celah-celah menembus kamar yang di tempati oleh sepasang suami istri. Jasmine menggeliat kan badan, tanpa sengaja tangannya menyentuh d**a sang suami. “Aku kira kamu langsung pergi Mas setelah aku tidur. Pemandangan yang sangat langka, semoga Mas bisa berubah lagi seperti awal kita menikah.” Monolog ku dengan memperhatikan wajah teduh Mas Reino yang sangat aku rindukan. Setelah puas memandangi wajah nya, kulangkahkan kaki ke kamar mandi untuk membersihkan badan. Setelah selesai semua, termasuk menyiapkan pakaian kerja untuk suamiku, aku keluar untuk ke meja makan. Ternyata Bi Narti sudah menata makanan di meja makan dengan nasi goreng favoritku. Sambil menunggu Mas Reino turun, aku menghubungi Bang Adnan, mengabarkan kalau aku tidak jadi ke Kafe hari ini dan belum bisa memastikan kapan akan ke Kafe. Terdengar helaan nafas panjang dari Bang Adnan di seberang sana, sepertinya Bang Adnan kecewa lagi dengan kabar yang aku sampaikan. Setelah mengakhiri sambungan telephone dengan Bang Adnan, aku menghubungi sahabatku Erika. Aku memutuskan membantu Bang Adnan dan Bunda saja dalam mengelola usaha keluarga kami. Erika mendukung keputusan ku. Namun dari semua yang terberat adalah meminta ijin ke Mas Reino, mungkin nanti setelah dari rumah Mama, aku akan meminta ijin Mas Reino. Ekhm ….. Terdengar suara deheman dari arah tangga, ku putar pandangan ke suber suara. “Duduk, Mas.” Kulihat Mas Reino berjalan ke arahku dan mengagetkan adalah suami ku mengecup kepalaku. Hal sederhana yang sudah lama tak kudapatkan dari suamiku. Reaksi badanku langsung menegang, namun dengan santai nya Mas Reino duduk di kursi sebelahku, seolah apa yang dilakukannya itu tak berpengaruh terhadapku. Kalau ada yang tanya kenapa aku masih biasa saja setelah mendapati Mas Reino membawa perempuan lain ke rumah kami. Jawabannya adalah aku bukannya santai namun sedang menyusun rencana bagaimana langkahku selanjutnya. “Nanti kamu ikut ke kantor ya! Setelah itu kita berangkat bareng ke rumah Mama.” “Kan ke rumah Mama nanti sore, Mas? Ngapain aku ikut ke kantor? Aku bisa berangkat dari rumah aja.” “Papa minta kamu ikut ke kantor hari ini, ada yang mau di bahas bareng-bareng.” Aku menganggukkan kepala sambil menyendok nasi goreng yang ada di piring. Ada apa ya Papa minta aku ke kantor? Apa Papa tau tentang rumah tanggaku? Beberapa pertanyaan berputar-putar di kepala tanpa tau jawabannya. “Aku ke kamar, mau bersiap dulu.” Mas Reino hanya menganggukan kepala tanpa melihat ke arah ku. *** “Kamu tunggu di ruangan ku aja, aku ada meeting sebentar. Setelah itu kita ke ruangan Papa.” Aku mengangguk patuh. Tadi aku mendengarkan sekretaris Mas Reino membacakan agenda kegiatan Mas Reino hari ini. Kurang lebih 70 menit Mas Reino sudah kembali ke ruangan dan mengajak ku untuk makan siang makan siang. Mas Reino meminta untuk di pesankan makanan dan makan di kantor saja. Ah.... sudah lama sekali kami tidak makan siang bersama seperti ini. Aku merapikan bekas makan kami, tak lama terdengar suara dari ponsel Mas Reino. "Satu jam lagi kita ke ruangan Papa." Mas Reino melanjutkan lagi pekerjaannya, aku menunggu sambil memainkan ponsel, rasanya sudah bosan dari tadi enggak ngerjain apapun. *** Aku menyalami Papa mertua dengan takzim, begitupun Mas Reino. “Apa kabar, Pa?” “Alhamdulilah baik, duduk sini Jasmine.” Jawab Papa sambil menunjuk sofa yang ada di sebelahnya. “Bagaimana kabar kalian? Maksud Papa rumah tangga kalian!” Ucap Papa dengan mata mengamati kami berdua, Mas Reino terlihat kaget dan tidak nyaman dengan pertanyaan Papanya. “Kami baik-baik saja kok, Pa. Benar kan sayang?” Ucap Mas Reino dengan meremas telapak tanganku yang ada di atas pahaku. “Syukurlah kalau begitu. Oiyah Jasmine, beberapa hari lalu kamu ada urusan apa ke Rumah Sakit? Papa lihat kamu saat di parkiran.” Degh …… Jantungku langsung berdetak lebih cepat. Kenapa aku enggak tau kalau Papa juga ada di RS ya? “Lagi jenguk teman, Pa.” Aku menjawab setenang yang aku bisa. Papa mengangguk paham, namun ekspresi berbeda terlihat di wajah Mas Reino. Namun aku tak perduli dengannya. “Papa, ada apa minta kami datang ke ruangan Papa?” “Sebentar, Papa panggil Aldo dulu.” Tak lama pintu di ketuk dari luar dan munculah Aldo dari balik pintu. “Iya, Pak. Semua sudah siap. Tunggu sebentar saya sudah meminta Pak Bahtiar untuk ke ruangan Bapak.” Papa menganguk, aku melirik ke arah Mas Reino terlihat sangat gelisah, entah apa yang terjadi padanya. Suara ketukan pintu terdengar Kembali, Papa mengangguk ke arah Aldo. Dengan sigap Aldo membukakan pintu, nampaklah Pria seusia dengan Papa. “Selamat siang Pak Arif.” “Selamat Siang Pak Bahtiar, silahkan duduk.” Dengan sopan Papa menyambut kedatangan Pak Bahtiar. Aku yakin akan ada pembahasan penting di ruangan ini. “Reino, seperti yang kemaren Papa bahas. Sekarang kita akan me-legalkan kesepakatan itu. Semua sudah di urus oleh Aldo dan Pak Bahtiar. Kamu dan Jasmine tinggal tanda tangan saja.” Ucap Papa dengan nada tegas, Mas Reino mengangguk. Sepertinya di ruangan ini yang tidak tau apa-apa cuma aku. Papa yang melihat aku bingung pun akhirnya bersuara. “Jasmine, nanti kamu baca dulu ya sebelum tanda tangan!! Kemarin ini sudah Papa bahas dengan Reino, dan dia sudah setuju.” Akhirnya aku menerima lembaran kertas yang di berikan oleh Aldo tadi dan aku baca dengan teliti. “Ada yang kamu tanyakan, Jasmine?” Aku melihat ke arah Papa kemudian ke arah Mas Reino. Enggak mungkin Mas Reino belum membaca isinya, tapi kenapa dia tidak protes ya? “Kenapa aku mendapatkan bagian yang seharusnya punya Mas Reino, Pa?” “Tidak apa-apa Jasmine, Papa akan melindungi pernikahan kalian terutama melindungi kamu. Kamu adalah menantu perempuan satu-satunya yang Papa miliki selamanya.” Mataku langsung berkaca-kaca mendengarkan ucapan Papa, aku merasa bersalah, padahal aku sudah mempunyai rencana lain terkait rumah tanggaku. Tapi apa ini sekarang? Papa akan mengikatku dengan kesepakatan ini. Aku yakin Papa mengetahui tentang Rumah tanggaku yang sebenarnya. “Pak Bahtiar tolong dibantu anak-anakku ini ya!!” Ucap Papa kepada Pak Bahtiar yang aku tau beliau adalah Notaris yang sering membantu urusan di kantor Papa. Dan Aldo adalah asisten pribadi Papa yang usianya hanya tiga tahun diatas Mas Reino. Setelah semua urusan selesai, satu per satu dari kami beranjak meninggalkan ruangan Papa. Jarum Jam sudah menunjuk angka lima, aku mengingatkan Mas Reino untuk segera bersiap pulang. Sedari keluar dari ruangan Papa, Mas Reino hanya diam. Sesekali menjawab jika aku tanya. Selama di mobil Mas Reino hanya diam saja, aku pun tak masalah. Karena setiap kami memulai obrolan akan berakhir dengan perdebatan bahkan makian. Untuk menjaga kewarasan jadi lebih baik diam saja. *** Momen yang langka kami bisa berkumpul makan bersama di hari biasa, di hari kerja pula. Begitu sampai rumah tadi, mama menyambut kami dengan gembira. Makan malam kali ini minus Adelia, karena dia berada di Rumah sakit. Setelah seselasai makan, Papa dan Mas Reino masuk ke ruang kerja Papa, aku dan Mama duduk di gazebo yang ada di taman belakang dekat kolam renang, disini suasananya sangat nyaman. “Jasmine, maafkan Mama ya sayang, Mama sudah tau ceritanya dari Adel. Makanya Papa bersikap tegas terhadap Reino, karena kami tidak mau terjadi apa-apa dengan pernikahan kalian.” Aku terbelalak kaget mendengar ucapan Mama, ternyata Adel menceritakannya. Inilah yang sangat aku hindari. Pasti Mas Reino sangat marah. Pantas saja dari tadi mukanya masam, ternyata ini penyebabnya. “Kenapa Mama minta maaf? Mama tidak salah sama sekali. Terimakasih Mama, Papa dan Adel selalu menyayangi dan mendukung Jasmine selama ini.” Aku memeluk Mama. Aku menyayangi Mama seperti menyayangi Bunda. Setelah suasana mencair kami pun membicarakan banyak topik, obrolan kami terhenti ketika Mas Reino mengajak pulang. *** “Apa yang kamu adukan Jasmine?? PUAS KAMU SEKARANG.” “Apa maksud kamu, Mas?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD