10

1124 Words
Bab 10 Pov Reino Menikah, kata yang jauh dari pikiranku. Selama ini aku selalu bebas dalam hal apapun. Orangtua ku sudah kehabisan akal untuk menasehatiku. Namun aku tetap berpacaran dengan beberapa gadis. Salah satu pacarku Bernama Jasmine. Awalnya Jasmine adalah bahan taruhanku dengan teman-temanku, dan aku memenangkan pertaruhan itu. Awalnya aku hanya ingin main-main saja seperti hubunganku dengan gadis-gadis lain. Aku hanya ingin bersenang-senang dengan mereka. Namun Jasmine adalah gadis yang berbeda dengan gadis yang pernah aku kencani. Selama jalan dengan Jasmine, kontak fisik paling jauh adalah ciuman, tidak pernah lebih dari itu. Setelah hubunganku dengan Jasmine berjalan beberapa bulan, timbul rasa yang sulit di ungkapkan setiap aku berdekatan dengannya. Ada rasa selalu ingin melindunginya. Rasa ini sungguh baru pertama aku rasakan. Aku tidak pernah memaksanya melakukan kontak fisik yang berlebihan. Sampai akhirnya aku membawa Jasmine ke rumah untuk aku kenalkan ke orangtua ku. Aku merupakan anak pertama, dimana Papa sangat berharap banyak padauk, terutama untuk urusan perusahaan. Adikku, Adelia, tidak mungkin mengurusi perusahaan, karena dia memilih untuk menjadi dokter. Dia tidak pernah mau mencampuri urusan perusahaan. Selama ini aku tidak pernah memperkenalkan pacar-pacarku kepada keluargaku. Namun berbeda dengan Jasmine. Aku sendiri juga bingung. “Ma…” Sapaku saat sudah masuk kerumah, kebetulan Mama sedang berada di meja makan. “Tumben kamu.”Aku hanya nyengir aja. Kalau djawab bisa tambah ribet kalau salah ngomong sama Mama. “Ma, aku ajak temen, mau aku kenalin sama Mama.” Mama memicingkan matanya mengamati Jasmine. Aku lihat Jasmine kelihatan tegang, aku menggandeng tangannya untuk mengurangi rasa tegangnya. “Ngelihatnya jangan kayak gitu, Ma. Jasmine jadi takut nih.” Selorohku untuk mengurangi ketegangan Jasmine. Jasmine mendekat dan menyalami punggung tangan Mama. Tak menunggu lama suasana sudah mulai mencair. Jasmine mulai nyaman, Mama terlihat begitu menyukai Jasmine. Sejak saat itu Jasmine sangat dekat dengan Mama, bukan hanya Mama tapi Papa dan adikku Adelia juga sangat dekat. Aku merasakan dampak positif dari hubunganku dengan Jasmine. Aku mulai focus membantu Papa mengurus perusahaan. Namun kegilaanku untuk menyalurkan Hasrat s****l belum sepenuhnya hilang, namun intensitasnya sudah sangat berkurang. Beberapa temanku sempat mencibir tentang perubahanku. Hingga akhirnya Mama memintaku untuk menikah dengan Jasmine. Aku merasa senang. Jujur saja, aku sudah mencintai Jasmine, entah sejak kapan. Namun rasa itu tumbuh subur di diriku. Awalnya aku sempat mendapat penolakan dari Ayahnya Jasmine, entah apa yang di ucapkan Jasmine, akhirnya sang Ayah menerimaku. Akhirnya pernikahan terlaksana dengan cukup mewah. Kehidupan pernikahanku juga berjalan baik dan Bahagia. Hingga percikan api mulai tersulut di dalam Rumah tanggaku. Aku mulai tergoda oleh bujuk rayu teman-temanku. “Rei, loe nggak kangen apa sama masa-masa bebas. Kita kangen kumpul-kumpul kayak dulu lagi nih.” Ucap Tedy. Kami bertemu di sebuah restoran secara tak sengaja yang akhirnya kami ngobrol panjang dan sedikit bernostalgia. “Aneh gila kalau sampai gue kangen sama lu. Ngapain juga gue kangen sama Batangan kek kalian.” Selorohku menanggapi Tedy yang diringi tawa menggelegar. “Sialan loe…loe kira kita pecinta batangan juga apa? Sorry ya boo!! Jawab Tedy dengan gaya bicara dibikin ala alay. Kami pun tertawa terbahak-bahak. Sejak pertemuanku dengan Tedy, aku mulai menjelajahi Kembali dunia malam yang sudah lama aku tinggalkan. Aku mulai mengkonsumsi obat terlarang kembali, bermain dengan Wanita malam dan melampiaskan segala kekesalanku kepada Jasmine. Puncaknya saat aku masih dalam pengaruh obat, aku mendorong Jasmine hingga perutnya terbentur sangat keras yang mengakibatkan Jasmine mengalami pendarahan. Kehamilan yang tidakaku ketahui. Karena tingginya ego ku, aku terus menyalahkan Jasmine, dengan alasan tidak bisa menjaga kehamilannya karena kecerobohannya. Sejak saat itu pula rumah tanggaku berasa hampa. Kerjaan di kantor yang di limpahkan oleh Papa, membuat aku lebih tertekan. Cara satu-satunya yang terpikir olehku untuk mengurangi stress yaitu datang ke club malam. Minum minuman ber alkohol dan mengkonsumsi obat terlarang sudah menjadi canduku. Papa mulai curiga terhadap perubahanku. Entah dari mana Papa mendapat fotoku saat di club malam. Beliau mengancam akan membatalkan rencana dimana aku akan menggantikan beliau sepenuhnya. Dengan tegas Papa juga mengancam akan melaporkan aku ke polisi kalau masih mengkonsumsi obat haram tersebut. Lebih dari itu beliau juga mengancam akan menghapus garis waris kepadaku. Lebih konyol lagi Papa akan memberikan Sebagian itu untuk Jasmine kalau sampai terjadi apa-apa dalam rumah tanggaku. Semua kekesalanku terhadap ancaman Papa aku lampiaskan kepada Jasmine. Pagi itu aku pulang dari hotel, aku sengaja pulang kantor tidak pulang ke rumah melainkan menginap di hotel Bersama dengan beberapa teman termasuk juga Tedy. Aku meminta tolong pada teman kencanya Tedy untuk mengantarku pulang, aku merasa kesadaranku belum pulih sempurna. Entah setan apa yang ada di kepalaku, aku meminta Rina, nama yang aku tau dari perempuan teman kencan Tedy itu, untuk mengantar sampai dalam rumah. Dia pun menyanggupi, kemudian dia merapikan make up nya. Aku kira Cuma sebentar, ternyata cukup lama dia make up. Akhirnya aku tinggal turun, aku ketuk pintu dan dibukakan oleh Jasmine. Tiba-tiba aku teringat ucapan Papa kemarin, membuat emosiku seketika naik. Aku dorong tubuh Jasmine yang masih memegang daun pintu, sampai tubuhnya terhuyung, beruntungnya dia masih bepegangan pada daun pintu, jadi tidak sampai terjatuh di lantai. “Sayang sini.” Sengaja aku memanggil Rina dengan sebutan sayang untuk memanasi Jasmine. Dengan gaya menggoda Rina datang dan mengandeng tanganku dengan mesra. Jasmine melihat dengan mata terbelalak karena kaget aku memanggil Rina dengan kata ‘sayang’. “Siapa dia, Mas? Kenapa kamu panggil dia ‘sayang’? Jasmine sudah mulai terpancing emosinya. “Nggak usah ikut campur kamu, Jasmine?” Suara ku menggelegar di ruang tamu. “Apa maksud mu, Mas?” Jawab Jasmine dengan nada tinggi. Aku melepas pegangan tangan Rina, kemudian berjalan ke arah Jasmine, aku mengayunkan tanganku ke pipi Jasmine sampai kepalanya terlempar ke samping. “Lebih baik kita bercerai saja, rumah ini sudah seperti neraka yang kamu ciptakan untukku.” Setelah mengatakan itu, Jasmine melangkahkan kaki menuju kamar kami, kemudian keluar dengan membawa map merah di tangannya dan juga tas kecil yang selalu dibawanya Ketika bepergian. Jasmine melangkah menuju pintu, dia berhenti Ketika mendengar ucapanku. “Berani kamu melangkahkan kakimu keluar, akan aku hancurkan tempat usaha kakakmu sialan itu.” Aku kira Jasmine akan kambali masuk ke rumah, nyatanya dugaanku salah. “Lakukan apa yang kamu mau, aku tidak perduli.” Dengan Langkah tegap Jasmine meninggalkan rumah dengan mengendarai mobilnya. Rina mendekat ke arahku sambal mengelus bahu sampai lenganku untuk mmenenangkan emosiku. “Bagaimana kalau aku redakan emosi kamu, Mas.” Ucap Rina dengan di barengi desahan dari mulutnya. “Kamu tunggu saja di sofa itu, akum au ke kamar untuk bersiap ke kantor.” “Aku bisa memuaskanmu, Mas.” Ucapnya lagi dengan membelai dadaku. Namun karena aku sedang tak b*******h untuk melakukan aktivitas s****l, aku menyentak tangan Rina dan Kembali memerintahkan untuk duduk di sofa. Akhirnya Rina menurut, aku pun gegas ke kamar untuk bersiap ke kantor. *** “Apa yang kamu lakukan, Reino? Kamu ….? ~~*~~
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD