Suara desahan memenuhi seluruh ruangan kamar.Terlihat seorang pria tampan berwajah oriental sedang menghujamnya wanita jalang bayarannya dengan sangat liar dari belakang. Pria itu adalah James Wang, seorang Taipan yang banyak dipuja dan digandrungi banyak wanita. Sayangnya tidak ada satupun yang bisa menaklukkan dirinya.
"Ahh tuan kumohon pelan-pelan saja, milikku sesak sekali ouhh f**k!! " si wanita jalang meringis kesakitan karena James Wang menjambak rambutnya hingga wajahnya mendongak ke atas.
"Bisakah mulut lacurmu itu diam? kau ditugaskan untuk memuaskan aku, bukannya untuk bicara jalang! " James Wang memperdalam hentakannya hingga membuat mata si wanita jalang melotot ke atas. Milik James Wang benar-benar sangat besar bahkan lebih besar dari p****************g yang selama ini dilayaninya. Karena tidak kuat melayani, si wanita jalang malah pingsan tak sadarkan diri.
"Ck sial merepotkan saja! " James Wang melepaskan penyatuannya dan kembali memakai jubah tidurnya. Setelah itu dia memerintahkan anak buahnya untuk mengeluarkan si wanita jalang dari kamarnya.
Sudah banyak wanita yang bermain ranjang dengannya. Tapi semuanya pingsan tak sadarkan diri di tengah permainan. Hal itu dikarenakan miliknya kelewat besar dibandingkan pria normal lainnya. Padahal hasratnya sedang naik tapi tidak ada satupun wanita yang bisa meredamnya. Terpaksa dia harus melakukannya sendirian dengan menggunakan tangannya malam ini.
***
"Apa?! bangkrut?!" Vania menutup mulutnya tak percaya, bisnis mendiang keluarganya bangkrut di tangan kakaknya Venna. Beberapa tahun silam orang tuanya meninggal dunia akibat kecelakaan pesawat yang menewaskan mereka. Venna maju menjadi CEO di perusahaan mendiang orang tua mereka. Sayangnya Venna yang tidak bisa menjalankan perusahaan dengan baik sehingga sulit untuk membayar hutang dan gaji karyawan. Venna terpaksa menjual beberapa aset untuk menutupinya dan mengajak beberapa perusahaan untuk kembali bekerja sama. Namun tidak ada satupun dari perusahaan itu yang mau bekerja dengan mereka akibat ketidakbecusan Venna dalam memimpin perusahaan.
"Iya, rumah kita akan disita oleh bank. Kita harus mengosongkan rumah kita secepatnya, " ucap Venna kakaknya sambil memasukkan baju-baju miliknya ke dalam koper.
"Nggak mau kak! aku nggak mau pindah dari rumah ini!! disini banyak kenangan mendiang mama dan papa!! aku nggak mau pindah!! " tolak Vania mentah-mentah tidak setuju untuk pindah dari rumah yang sudah puluhan tahun mereka tinggali. Banyak kenangan bersama orang tua mereka disini. Jadi tidak mudah baginya untuk angkat kaki dari rumah ini.
Venna mencengkram kedua bahu Vania dan berkata, "Dengar kata kakak! kita sudah tidak memiliki apapun lagi Vania!! rumah ini sudah disita oleh bank! jadi kita harus secepatnya pergi dari sini!! sekarang kamu bereskan semua baju-baju kamu!! kita tidak punya banyak waktu!! "
"Aku gak mau!! kalau bukan karena kakak yang tidak becus mengurus perusahaan, kita tidak akan kehilangan rumah ini!! aku nggak mau pindah nggak mau!! " Vania terus menolak dan masih ingin mempertahankan rumah ini. Hal itu membuat Venna semakin berang dan kehabisan batas kesabarannya.
PLAKK
Venna menampar Vania untuk pertama kalinya dalam hidupnya. Vania merasakan sakit dan kebas di bagian pipi kanannya, sudut bibirnya juga berdarah saking kerasnya tamparan tersebut.
"Jangan buat batas kesabaran kakak habis Vania! kamu jangan bisanya hanya menyalahkan kakak! memangnya kamu bisa memimpin perusahaan?! sial!! sekarang kemasi bajumu atau kakak akan tinggalkan kamu sendirian disini! " ancam Venna tidak main-main.
"Kakak jahat!! " Vania berlarian keluar dari kamarnya Venna lalu masuk ke dalam kamarnya sendiri. Dia menjatuhkan dirinya di atas ranjang dan menangis tersedu-sedu sambil menutupi wajahnya dengan bantal.
"Hiks hiks hiks aku nggak mau pindah dari rumah ini!! " kepalanya perlahan terangkat dan menatap bingkai foto keluarganya yang terpajang tepat di atas nakas. Dia mengambil bingkai foto itu dan merabanya.
"Papa mama hiks hiks aku nggak mau pindah dari sini. Kenapa kalian cepat sekali pergi meninggalkan aku? kenapa kalian tidak membawaku bersama kalian? " Vania memeluk bingkai foto itu erat-erat seraya menangis meringkuk di sudut ranjangnya.
Keesokan harinya
Vania dan kakaknya baru saja tiba di apartemen kak Brian, kekasih berondong kakaknya. Kak Venna saat ini berumur 30 tahun sedangkan kak Brian berumur 25 tahun lebih tua 2 tahun dari Vania.
"Sayang!! maaf aku telat soalnya jalanan macet! " Venna memeluk kak Brian dan memberikan ciuman singkat di bibirnya. Vania yang melihatnya sontak langsung memalingkan wajahnya malu, kenapa kakaknya main nyosor saja padahal dia juga berada disini bersamanya.
Brian mengurai pelukan mereka dan merangkul pinggang Venna dengan posesif, " Ayo masuk ke dalam kalian pasti kedinginan. Anggap saja seperti rumah sendiri jangan malu-malu. "
Mata Brian melihat Vania dari atas sampai kebawah seraya menjilat bibir bawahnya. Vania yang menyadari tatapan nakalnya itu merasa tidak nyaman dan juga jijik. Tapi dia tidak punya pilihan lain karena tidak ada tempat lagi untuknya bernaung.
"Iya ayo kita masuk! aku sudah hampir mati kedinginan, " Venna menggosok-gosok kedua telapak tangannya karena seluruh tubuhnya terasa menggigil dan hampir membeku karena hujan di luar sana.
Mereka bertiga masuk ke dalam apartemen. Venna dan Vania segera mandi dan berganti pakaian karena pakaian mereka basah kuyup. Setelah itu Venna masuk ke kamarnya Brian sedangkan Vania tidur di atas sofa. Apartemen ini hanya memiliki satu kamar saja dan tempatnya juga sempit. Walaupun kurang nyaman, Vania tetap berusaha untuk memejamkan kedua matanya. Namun saat tengah malam, tidurnya malah terusik saat mendengar suara desahan di dalam kamarnya Brian.
"Ahh Brian lebih dalam sayang ouhh!! " jerit Venna kakaknya terdengar begitu jelas.
"Astaga apa yang kakak lakukan? bisa-bisanya mereka begituan padahal diluar ada aku, " batin Vania dengan jantung berdegup kencang. Hampir satu jam lamanya Vania tidak bisa tidur karena mendengar suara desahan mereka, akhirnya suara itu pun menghilang begitu saja.
Hampir satu minggu mereka tinggal di apartemennya Brian. Satu minggu itu juga Vania mendengar suara desahan Brian dan Venna kakaknya. Vania merasa urat malu keduanya telah putus. Ingin rasanya dia pergi dan mencari kosan kecil untuknya seorang tapi Venna malah melarangnya.
"Vania, malam ini kakak mau keluar sama kak Brian. Kamu jangan kemana-mana dan tetap disini, " ucap Venna sembari memakai sepatu tingginya dan mengenakan gaun yang seksi.
"Kakak mau kemana? " tanya Vania.
"Kamu nggak perlu tau tetap disini saja. Jangan kemana-mana, " Venna enggan memberitahu Vania kemana dia akan pergi. Setelah Venna dan Brian pergi, Vania menghidupkan televisi dan mencari tontonan film untuk membunuh rasa jenuhnya. Selama satu jam Vania menonton, tanpa sadar rasa kantuk menyerangnya dan tertidur begitu saja di atas sofa dalam keadaan televisi menyala. Tanpa Vania sadari ada seseorang yang sedang menatap lapar ke arah tubuh montoknya. Tangan orang itu membelai lembut paha mulusnya dan juga menyentuh ke area sensitif lainnya.
"Nghh, " desah Vania dalam tidurnya. Saat Vania membuka matanya, dia sangat terkejut melihat kak Brian sedang menindih tubuhnya dan mencumbunya.
"Kak Brian apa yang kakak lakukan?! " teriak Vania seraya mendorong Brian agar menyingkir dari tubuhnya.
Brian hanya tertawa terbahak-bahak dan berkata dengan nada m***m, " Kamu jangan sok-sok'an menolak Vania. Aku tau kamu juga menginginkanku. Aku tau selama ini kamu selalu mendengar desahan kakakmu kan? kamu juga menginginkannya ya kan? aku berjanji akan memberikan kenikmatan yang sama seperti kakakmu ahahahahaha!"