Nano - nano

1221 Words
Sudah hampir tiga jam Vino meninggalkan Ines, pikirannya tak fokus dengan pekerjaannya yang masih menumpuk, karena terus memikirkan Ines. Meski Ines selalu membuatnya kesal, tapi hati Vino tak bisa di pungkiri, jika dia memang ada rasa, sejak pertama kali melihat wajah Ines di layar monitor TMC. "Bodoh banget sih gue, kenapa tinggalin dia, di sini banyak yang lebih muda dari gue, kalau dia kecantol sama yang lain gimana? bisa jones seumur hidup, mending gue susulin." Gumam Vino. Vino, segera membereskan kertas - kertas di atas meja kerjanya dan melangkahkan kakinya, menuju ruang SPKT. Langkah Vino langsung terhenti, saat melihat gadis yang sudah memenuhi pikirannya, sedang asik tertawa dengan salah satu anggotanya, Briptu Ali. Vino melihat keakraban mereka, entah kenapa dadanya merasakan denyutan nyeri, rasanya nano - nano, tak bisa di ungkap dengan kata, karena baru pertama kali Vino merasakannya. Dia bisa tertawa dengan orang - orang, tapi kenapa saat denganku kebalikannya, ngeselin. Batin Vino. Vino kembali melanjutkan langkahnya, mendekati dua orang yang sedang asik tertawa, sampai tak menyadari kedatangan Vino, "Sudah selesai? asik banget ketawanya." tegur Vino. Ines dan Briptu Ali menoleh ke sumber suara, "Siap, izin mohon petunjuk, selesai apanya Ndan?" kata Briptu Ali. "Bukan kamu, tapi gadis di sampingmu itu, sudah selesai apa belum bikin laporannya?" Briptu Ali menatap Ines, "Kamu kenal Ndan Vino?" Ines hanya mengangguk. "Kenal baru semalam Li, dia yang semalam kita bahas di group, gimana sudah ada petunjuk?" "Siap, sudah ada titik terang berdasarkan CCTV di pertigaan, salah satu dari mereka wajahnya terlihat cukup jelas, masih di dalami." Semalam Vino memang menghubungi anggotanya lewat group, jika dia menemukan gadis yang tergeletak di pinggir jalan, dugaan sementara korban p********n, Vino dan anggotanya langsung turun ke lokasi malam itu juga, saat Vino sudah memastikan gadis yang ia tolong baik - baik saja. Vino mengangguk, "Kerja yang bagus, segera beri tahu saya perkembangannya." "Siap Ndan." "Kamu kenal dia Li?" tanya Vino penasaran, sambil melirik Ines yang sejak tadi diam. "Kepo." jawab Ines membuat Vino mendengus. "Ines."tegur Briptu Ali, dia merasa tak enak hati pada atasannya. "Saya tanya Ali, bukan kamu!" "Dia tetangga saya Ndan, lebih tepatnya kami satu kampung." kata Briptu Ali menjelaskan, Vino hanya mengangguk saja, pantas terlihat dekat ternyata satu kampung, batin Vino. Om yang satu ini benar - benar kepo dan juga ngeselin deh, batin Ines. "Nggak usah menggerutu di dalam hati dan ingat, jangan panggil saya om!" kata Vino tiba - tiba membuat Ines cengo. Dia bisa baca pikiran orang ya? ko tahu sih apa yang aku katakan dalam hati tadi, kembali Ines membatin. Vino hanya meliriknya dan tersenyum devil. "Siapa juga yang menggerutu, saya mau pulang, sudah siang harus kerja." kata Ines. "Mas antar ya Nes, sekalian ini ada tugas keluar, kebetulan searah sama tempat kerja kamu." kata Briptu Ali membuat d**a Vino makin bergemuruh. Apa tadi? mas? dia panggil Ali mas, tapi panggil aku om? padahal aku sama Ali lebih tampan dan muda aku, meski umur memang lebih muda Ali, tapi dari segi fisik aku masih terlihat kepala dua, gadis ini benar - benar menguji kesabaranku, batin Vino. Ines mengangguk, "Boleh, ayo." kata Ines sambil menarik tangan Ali. "Eh tunggu dulu, kamu pamit sama Ndan Vino dulu dong, semalam sudah di tolong, sudah bilang terima kasih apa belum?" Ines nyengir dan menggelengkan kepalanya, bagaimana mau bilang terima kasih kalau mereka berdua berantem terus. "Terima kasih ya om sudah tolong saya, ayo mas buruan Ines terlat nih." kata Ines langsung menarik tangan Ali, Ali hanya bisa nyengir tak enak pada atasannya, yang saat ini hanya bisa menatap kepergian mereka berdua. ~~~~~ Satu minggu sudah berlalu, sejak pertemuan Vino dan Ines di malam itu, hingga saat ini mereka belum bertemu lagi, Vino yang sibuk dengan kasus barunya, Ines yang sibuk kerja di kantor dan juga caffe. Malam ini Vino ada janji, dengan salah satu temannya saat SMA dulu, Intan. Pramugari cantik, yang mencintai Vino sejak SMA hingga saat ini, tapi tak pernah mendapat jawaban apapun dari Vino. Tepat jam delapan malam Vino sampai di caffe, dia langsung masuk ke dalam caffe, mencari Intan. Vino mengedarkan pandangannya hingga matanya melihat Intan yang melambaikan tangan, Vino tersenyum dan berjalan mendekatinya. "Sudah lama?" tanya Vino saat sudah sampai, sambil menarik kursi dan mendudukinya. "Nggak juga kok, lama juga nggak apa kalau buat nungguin lu Vin." kata Intan. Vino terkekeh, "Masih saja sama lu Tan." Intan tertawa mendengar jawaban Vino, "Mau pesan apa?" "Black Coffe no sugar, waffle blueberry." jawab Vino, Intan mengangguk dan memanggil waiters dan memesan apa yang Vino pesan. "Kenapa?" tanya Vino, karena sejak tadi Intan terus menatapnya. "Makin tua, makin tampan lu Vin, belum niat juga ajak gue pengajuan?" Vino tertawa mendengar ucapan Intan, itu lagi itu lagi, sampai kapan juga gue nggak akan ajak lu buat pengajuan Tan, batin Vino. "Gue do'a-in biar lu bisa dapat pilot, atau pria yang lebih baik dari gue, jangan sama gue, banyak dosanya." kilah Vino. "Gue tertariknya sama lu, nggak tertarik yang lainnya." Vino hanya tertawa saja, tak berniat melanjutkan kembali obrolan. Vino lebih memilih memainkan ponselnya dari pada membicarakan hal begituan, waiters datang membawakan pesanan. "Permisi, maaf ini pesanannya." kata waiters yang datang mengantar pesanan. Kaya kenal sama suara itu, batin Vino. Vino langsung menatap waiters di sampingnya, yang mengantarkan pesanan, betapa terkejutnya Vino saat melihat wajahnya, bahkan bukan cuma Vino tapi sang waiters pun ikut terkejut, hingga tak sengaja menyenggol gelas minuman Intan, yang sukses membasahi dress Intan. "Bisa kerja nggak sih! Dress gue basah nih, kenapa lu? baru lihat cowo tampan makanya sampai gemetaran!" bentak Intan sambil berdiri membersihkan pakaiannya. "Maaf saya nggak sengaja, tadi ke senggol." "Maaf lu bilang? asal lu tahu ya, gaji lu kerja di sini sebulan, nggak akan cukup buat gantiin baju gue yang kotor ini." "Saya tahu baju anda sangat mahal, sekali lagi maaf karena kecero... " "Maaf lu bilang? enak saja, gue mau ketemu manager caffe ini, biar lu di pecat sekalian." "Ja... jangan, saya masih butuh pekerjaan ini." kata Ines, sambil tak sengaja karena reflek dia menyentuh tangan Intan, yang detik itu juga langsung Intan tepis. "Kurang ajar lu ya, berani sekali sentuh gue, bisa gatal - gatal tangan gue." "Saya sudah minta maaf, kenapa anda masih marah sama saya?" kesabaran Ines sudah mencapai puncaknya, dia pun meninggikan suaranya. "Kenapa? berani lu sama gue?" Plak Satu tamparan mendarat mulus di pipi Ines, gerakan tangan Intan sangat cepat, siapapun tak akan menyangka jika Intan akan menampar Ines. Vino langsung berdiri, menarik Ines ke belakang tubuhnya, "Sudahlah Tan, masalah sepele nggak usah lu besar - besarin, lagian dia juga sudah minta maaf." "Nggak bisa Vin, ini buat pelajaran semuanya." "Ada apa ini? loh Pak Vino." kata seseorang yang baru datang, siapa lagi jika bukan manager caffe. mampus kamu nes, pak bos sampai keluar goa, rutuk Ines dalam hati. "Cuma masalah kecil, ayo Tan kita pulang." "Tunggu Vin, gue harus bicara sama manager caffe ini, biar dia di pecat." Vino mengkode sang manager untuk diam saat terlihat akan bicara, "Sudahlah Tan, kita pulang." kata Vino lagi sambil menarik tangan Intan, membawanya keluar caffe. Ines yang melihat kedekatan dua orang itu, entah kenapa hatinya merasa denyutan nyeri, rasa apa ini? kenapa sakit sekali, bahkan lebih sakit dari tamparan yang baru aku rasakan, apa aku cemburu? kenapa bisa cemburu? aku dan pria itu tak ada hubungan apapun, terus rasa sakit apa ini? batin Ines. ??? Terima kasih Yang sudah member Votement ???
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD