“Di rumahku lah Bi, di mana lagi sudah semalam ini,” jawab Athrav santai dan cengar cengir karena melihat Shinta menahan desah akibat permainan jemarinya.
“Tadi waktu Dhana telepon kamu bilang habis antar Abi ke dokter dan berada di sini, di rumah Abi. Sekarang Abi telepon kamu bilang di rumah. Yang benar kamu di mana?” desak Pak Maliq.
Athrav langsung berdiri, otomatis ju-niornya tercabut dari sangkar milik Shinta. Dia kaget karena abinya mengetahui kebohongannya.
“Abi kata siapa?” pelan Athrav bertanya.
“Tidak kata siapa-siapa. Dhana dan Pak Darvi menghubungimu di depan Abi dan umi di rumah kami,” Pak Maliq langsung mengakhiri sambungan telepon tersebut.
Athrav terduduk lesu. Dia belum tahu kalau selain kebohongan malam ini, mertuanya juga sudah membeberkan aibnya yang lain pada kedua orang tuanya.
“Maaf, abi ku sakit, Kanda tidak jadi menginap malam ini, kamu tidak apa-apa kan sendirian, kamar ini sudah Kanda bayar, jadi kamu keluar besok saja tidak apa-apa. Bahaya untukmu pulang tengah malam kembali ke kamar kostmu.”
Athrav langsung memakai baju dan membawa ranselnya keluar kamar tanpa memberi cium perpisahan pada Shinta. Dia sangat takut kemarahan abi dan uminya. Dia tak takut kemarahan Inesh yang dia pikir bisa di atasi dengan mudah.
≈≈≈≈≈≈≈
Farah belum tidur saat jam sebelas Darvi masuk ke kamar mereka, dilihatnya wajah suaminya seperti sedang sangat tertekan. “Daddy ada masalah?” tanya Farah.
Darvi menjawab dengan anggukan, persoalan ini sudah seperti bom waktu. Tak mungkin ditunda. Saat pulang dari rumah Athrav tadi, dia dan anak-anaknya sadar malam ini pasti Athrav di sidang orang tuanya dan besok dia akan merengek bersimpuh di kaki Inesh.
Sehingga mereka sepakat mau tak mau, siap tidak siap malam ini Farah harus tau dan besok subuh Inesh akan diberitahu.
Dhana sudah meminta Khaira menyembunyikan HP Inesh dan mematikannya terlebih dahulu agar Athrav tidak sempat menghubungi Inesh besok pagi.
“Bisa sharing dengan Mommy?” pinta Farah, tentunya dia tak ingin suaminya memendam masalah sendirian.
“Sebentar Daddy ganti baju dulu ya, kalau bisa Daddy minta hot choco,” balas Darvi.
Farah keluar kamar membuat dua gelas hot choco, serta tak lupa membawa dua botol air putih untuk diletakkan di kamarnya seperti biasa.
“Daddy minta Mommy dengarkan dulu semuanya, jangan potong dan tetap tenang apa pun yang Mommy dengar nanti,” Darvi memberi prolog sambil menggenggam dua telapak tangan istrinya dan menciumi jemari tersebut dengan lembut.
Farah hanya melihat semua perlakuan Darvi tanpa menjawab. Dia sudah ketakutan akan berita yang akan disampaikan suaminya. Apakah ada perempuan yang sudah dihamili suaminya sehingga dia harus kembali tersakiti? Semua bayangan buruk sudah menari-nari di pelupuk matanya.
“Bisa?” tanya Darvi lembut sambil mencium kening istrinya yang wajahnya terlihat sudah memucat .
“Daddy cinta Mommy dan hanya ada Mommy di hati dan pikiran Daddy, tidak usah menduga-duga Daddy berbuat yang tidak benar,” cetus Darvi memutuskan bayangan buruk di benak Farah. Diangkatnya dagu istrinya, dikecup lembut bibirnya, memberi kekuatan pada pujaan hatinya itu.
“Bisa?” tanya Darvi lagi.
Farah menjawabnya dengan anggukan. Darvi memeluk perempuan kecil di hadapannya sebelum kembali menatap bola matanya dan mengecup keningnya lagi. Perempuan ini gurunya ketika dia SMA, pelatih pramukanya, janda anak tiga yang dia kejar jungkir balik. Janda yang tak peduli pada berondong tajir seperti dirinya.
“Daddy minta Mommy kuat, karena semua akan mendukung Mommy dan kami semua mencintai Mommy,” Darvi membuka cerita lara itu dengan kalimat penguat bagi istrinya.
“Delapan bulan lalu saat Inesh baru menikah dua bulan, Khaira tidak sengaja lihat Athrav mengantar perempuan hamil enam bulan untuk periksa, di data pasien tertulis suami perempuan itu Athrav Advitya Maliq, jadi bukan seperti Zadda mengantar Inesh periksa. Melainkan suami mengantar istrinya. Saat itu Khaira belum berani cerita ke Dhana karena dia takut merusak keluarga Inesh,” ungkap Darvi hati-hati.
“Kalau dihitung, sekarang perempuan tersebut sudah melahirkan dan usia anaknya sekitar lima bulan.”
“Nah dua minggu lalu, Khaira kembali melihat Athrav mengantarkan seorang perempuan periksa ke poli anak, membawa anak berusia 17 bulan dan data di kartu pasien bapak si anak adalah Athrav Advitya Maliq, nama anak tersebut Andika Maliq,” Darvi sengaja berhenti ingin melihat reaksi istrinya.
Farah yang mendengar dengan serius cerita suaminya hanya bisa terpaku. Dia bahkan sudah tak bisa menangis apalagi marah. Dia hanya diam dan diam tanpa reaksi. Darvi yang menyadari reaksi istrinya seperti itu langsung menghubungi Dhana lewat ponsel agar ke kamarnya dan mengajak Zadda serta.
Dhana, Khaira dan Zadda memang sudah bersiap akan kemungkinan terburuk, itulah sebabnya saat ini mereka sedang berkumpul di kamar Zadda. Mereka segera berlari ke kamar orang tua mereka. Inesh tentu saja sedang tidur, karena Ibu hamil pasti cepat lelah.
“Momm, Mommy,” Darvi sedang menepuk lembut pipi istrinya saat Dhana, Khaira dan Zadda masuk kamarnya.
“Mom please jangan begini dong, Mom liat Daddy,” pinta Darvi sambil menciumi wajah istrinya yang masih tetap terdiam dengan tatapan kosong, dia tahu istrinya kembali teringat lukanya.
Air mata Darvi mulai membasahi pipinya melihat sang istri seperti itu.
Zadda mencoba membantu daddynya, dia ikut menepuk pipi mommynya dan memanggilnya perlahan.
“Mom,” sapa Zadda pelan dan lembut. Namun Farah tak bergerak dan tatapan matanya kosong. Ini yang Dhana takutkan, maka dia sangat hati-hati bila bertindak.
Khaira yang seorang dokter langsung bertindak. Dia meminta Zadda dan daddynya memberi ruang untuknya.
“Mom dengar Khaira ya, semua sayang Mommy, semua cinta Mommy. Di sini ada Maz Dhana, ada Zadda dan tentu saja ada daddy selain ada aku. Tapi yang harus Mommy ingat ada Inesh yang butuh Mommy.”
“Kita semua sayang Mommy, tapi Inesh butuh Mommy. Mommy mau Inesh terluka karena Mommy tidak bisa dukung dia?”
“Mommy mau Inesh tumbang karena Mommy tidak bisa menopang dia? Come on wake up Mom, Inesh need you, really need you,” bisiknya lembut sambil ikut memeluk Farah.
Farah terpaku mendengar kata-kata Khaira, ya benar Farah tak boleh tumbang. Farah tak boleh terpuruk. Dia harus menguatkan Inesh seperti ibunya dulu selalu menguatkannya. Akhirnya Farah menangis.
Melihat Farah bisa menangis maka Darvi bisa menarik napas lega dan kembali mengeratkan pelukannya, sedang Khaira mundur memberi kesempatan agar Darvi bisa menghibur Farah dengan lebih leluasa.
Dhana memeluk Khaira dan mencium keningnya, “Makasih Sayang, kamu sudah bisa tenangin mommy,” bisiknya.
Zadda pun menepuk bahu Khaira sebagai tanda terima kasih karena Khaira bisa membangunkan mommynya dari shock yang dialaminya.
Khaira memberikan HP Inesh pada Zadda, karena Dhana bilang biar Zadda saja yang pegang HP itu sampai mommy bisa cerita ke Inesh.
“Kalian sekarang tidur,” perintah Darvi pada ketiga anak muda tersebut.
≈≈≈≈≈≈≈