"Kamu pulang ke Surabaya aja, kerja di kantor Papa. Toh nanti kamu juga yang akan gantiin posisi Papa di kantor. Mana mungkin kakakmu yang perempuan?"
"Duh, aku nggak bisa kerja di perusahaan Papa. Aku rencananya mau buka usaha."
"Ck... mau buka usaha apa kamu? Bikin firma hukum sendiri? Baru aja lulus. Udah lah, kerja di perusahaan Papa aja."
"Enggak dulu deh, Pa. Entar kalau suatu saat berminat, aku kasih tahu Papa."
"Yo wes. Tapi, kamu bikin usahanya di Surabaya, 'kan?"
"Di Jakarta."
Papa Yoga menghela napas di seberang sana. Dari dulu, anak bungsunya ini susah sekali di atur. Jika dia terlalu keras, Yoga akan membangkang. Makanya dia membiarkan anaknya itu melakukan apa pun sesuka hatinya. Pramana yakin Yoga tak akan mengecewakannya. Jadi dia tidak menuntut banyak hal. Mengenai perusahaaannya di Surabaya nanti, Pramana percaya jika Yoga akan menjalankan ketika sudah masanya. Dia akan menua seiring berjalannya waktu, tak mungkin Yoga akan membiarkan perusahaan keluarga yang sudah dibangun bersusah payah olehnya jatuh ke tangan orang lain.
Pramana sebenarnya ingin Yoga menetap di Surabaya ketika lulus kuliah. Di rumah mereka sepi, istrinya meminta supaya anak bungsunya tersebut kembali ke Surabaya setelah menyelesaikan kuliahnya. Namun, sepertinya keinginannya dan sang istri belum bisa terkabul untuk saat ini. Pramana juga menyesali banyak waktu yang terlewatkan bersama anak bungsunya yang baru saja lulus kuliah itu. Dia dan istrinya yang sibuk, jarang ada waktu untuk anaknya. Pramana paham jika Yoga bersikap demikian padanya, terkesan acuh. Pramana akan mencoba memperbaiki hubungan mereka.
Yoga punya alasan kenapa dia ingin membuka usaha di Jakarta. Selain karena sudah nyaman tinggal di ibukota negara itu, ada alasan lain yang dimilikinya. Yoga sedang berjuang untuk mendapatkan seseorang. Sudah cukup lama dia menyukai perempuan itu, namun tak sedikit pun perempuan itu meliriknya. Seorang Yoga diabaikan!
Yang disukai Yoga adalah seorang mantan puteri kampus bernama Nadiya. Sayangnya, Nadiya menyukai Fero. Bahkan, perempuan itu pernah menyatakan rasa sukanya kepada Fero yang tentunya ditolak mentah-mentah oleh Fero. Karena Nadiya bukan lah sosok perempuan yang diinginkan sahabat Yoga itu. Walau begitu, Yoga tak pernah menyerah untuk mengejar Nadiya. Dia berharap suatu saat perempuan itu membalas perasaannya.
"Kalau kamu ada waktu luang, pulang ke Surabaya."
"Iya, Pa."
Setelah mematikan sambungan teleponnya dengan sang papa, jemari Yoga bergulir membuka aplikasi i********:. Dia membuka tanda pesan pada aplikasi tersebut, lalu tersenyum masam sata mengetahui pesan yang dikirimkannya kepada seseorang yang disukainya itu telah dibaca. Namun, tak ada balasan dari sana. Seperti biasanya.
Tidak. Yoga tidak akan menyerah begitu saja sebelum mendapatkan apa yang dia mau, termasuk seorang perempuan. Di saat yang lainnya mengantri ingin menjadi kekasihnya, Nadiya malah sama sekali tak menggubrisnya. Yoga tidak suka diabaikan.
Yoga beralih mengunjungi akun perempuan itu. Melihat beberapa foto di profil perempuan itu, posting-an terbaru beberapa hari yang lalu ketika mereka wisuda. Perempuan itu menggunakan kebaya, terlihat sangat anggun. Apalagi saat mengenakan seragam wisuda, Nadiya terlihat lebih cantik dengan seulas senyuman yang mengembang di bibir perempuan itu. Yoga kan jadi semakin cinta. Yoga ingin sekali meminta foto pada Nadiya waktu itu, namun Yoga sama sekali tidak menemukan keberadaannya di antara ribuan wisudawan. Belum lagi, Yoga yang harus meladeni para fans-nya yang meminta foto bersama. karena tak ingin mengecewakn para fans--takut fans kabur, Yoga meladeni permintaan mereka semua untuk berfoto dengannya.
Saat jemarinya tangannya bergerak ke bawah ingin yang melihat foto yang lainnya--karena sudah lama tidak stalking aku perempuan itu, Yoga mengernyit melihat sebuah foto di sana. Bukan foto Nadiya sendri, melainkan bersama dengan teman-temannya berlima. Foto saat masih menggunakan seragam putih abu-abu yang di-posting di sana. Yoga memperhatikan lekat seorang perempuan yang berdiri di sebelah kiri Nadiya.
Si anak manja? Jadi dia teman dekatnya Nadiya juga dari SMA? Kok, dia nggak ngasih tahu gue, sih?
Yoga menutup aplikasi i********: tersebut. Sudut bibirnya terangkat, dia akan mengunjungi sahabatnya itu hari ini juga.
***
"Yoga? Ayo masuk. Mau cari Aya?" tanya mama Aya ketika baru saja membuka pintu.
"Iya, Tan. Sekalian mau numpang makan, laper," ucap Yoga dengan tidak tahu malunya. Yoga ini sudah cs dengan Wulan--mamanya Aya. Pembicaraan mereka berdua itu nyambung, beda halnya ketika bersama Aya. Yoga malah sering ribut dengan perempuan itu.
"Ayo. Kebetulan Tante baru aja masak lauk kesukaan kamu."
"Beneran, Tan?" tanya Yoga dengan mata berbinar. Karena sering berkunjung ke sini saat mengantar Aya atau acara berkumpul bersama sahabatnya yang lain juga, Wulan jadi tahu apa makanan kesukaan sahabat anaknya itu.
Yoga sudah menganggap Wulan layaknya ibunya sendiri. Pasalnya, dari kecil Yoga merasa kurang kasih sayang dan perhatian dan kedua orang tuanya yang sibuk. Dan sejak bersahabat dengan Aya, dia mendapatkan itu dari orang tua Aya. Tidak hanya mamanya Aya yang bersikap baik padanya, papanya Aya juga. Yoga juga suka bermain catur bersama papanya Aya, bahkan ketika Aya tidak berada di rumah sekali pun.
"Ayanya mana, Tan? Dia nggak ikutan makan?"
"Belum." Wulan menuangkan nasi ke piring Yoga beserta lauk di atasnya. "Dia lagi sibuk nonton drama Thailand kayaknya di kamar. Udah ah, jangan peduliin dia. Entar juga kalau laper, dia ngerengek nelepon minta diantar ke kamar makanannya."
Yoga baru tahu soal ini. Sahabatnya itu sudah lulus kuliah, tapi kelakuannya masih kayak bocah. Manja." Mentang-mentang anak perempuan satu-satunya. Tapi kan Maudy juga anak perempuan satu-satunya, Maudy nggak kayak Aya tuh.
"Oh ya, Ga, menurut kamu, Aya itu udah punya pacar belum?"
"Kayaknya dia nggak punya pacar, Tan," jawab Yoga sambil melahap ayam rica-rica buatan Wulan yang begitu pas dilidahnya.
Siapa yang mau sama cewek manja dan ribet kayak gitu. Nyusahin! Yoga hanya berani mengatakannya di dalm hati saja.
"Tante bisa minta tolong kamu nggak, Ga?"
Perasaan Yoga mendadak tidak enak.
"Minta tolong apaan, Tan?"
"Tolong cariin pacar buat Aya," jawab Wulan yang tampak serius dengan ucapannya. "Tante pengen tahu, kalau dia punya pacar, sifatnya bakalan berubah nggak, ya?"
Mencarikan pacar untuk Aya? Memangnya ada yang mau dengan cewek itu? Yoga saja ogah walau Aya disodorkan kepadanya.
"Kamu nggak tahu aja, dia itu sampai sekarang apa-apa itu masih Tante yang urusin. Tante pengen kalau dia udah punya pacar, terus nggak usah pacaran lama-lama. Biar menikah aja langsung."
Yoga rasanya ingin tertawa. Busyett, anak masih bau kencur begitu disuruh cepat menikah? Bisa apa Aya itu? Kasihan suaminya nanti yang akan kewalahan menghadapi sifat manja Aya. Belum lagi kalau perempuan itu ribet. Terlalu banyak minusnya Aya bagi Yoga.
"Biar Aya belajar, bukan hanya mengurus berbagai hal untuk dirinya sendiri, tapi juga ngurusin suaminya juga. Jangan tahunya cuma main, nonton dan shopping make up nggak jelas itu. Tante cuma khawatir, sampe kapan Aya bakalan begitu? Sekarang aja, Tante minta Aya kerja di perusahaan omnya, dia nggak mau."
"Bisa jadi Aya belum pengen cepat-cepat kerja, Tan. masih ingin menikmati masa bebasnya sebelum bekerja," ujar Yoga membela sahabatnya itu.
Yoga sudah selesai makan lebih dulu. Namun, dia tidak segera beranjak dari sana. Dia menuangkan nasi ke satu piring kosong dan mengisinya dengan lauk.
"Aku anterin makan buat Aya ke kamarnya. Boleh nggak, Tan?"
"Ya elah, Ga, kayak orang baru aja di sini. Gih sana!"
Yoga mengangguk.
Wulan memperhatikan punggung Yoga yang mulai menjauh--menaiki tangga ke lantai atas menuju kamar Aya.
Andai aja kamu yang jadi pacar Aya, Ga. Tante bakalan senang banget.
Bolehkah Wulan berharap itu?
Walau Aya sering bercerita mengenai dirinya yang sering ribut dengan Yoga, namun Wulan merasa jika Yoga itu perhatian sama Aya. Wulan berharap Yoga selalu berada di sisi Aya, menjaga dan melindungi anak perempuannya itu. Bukan tanpa sebab Wulan ingin anak bungsunya itu menemukan pasangannya. Wulan hanya takut jika umurnya di dunia ini tidak lama. Jika hal itu terjadi, bagaimana dengan Aya, anak perempuan kesayangan yang biasa dimanja di keluarganya itu?
Anak Wulan memang tak hanya Aya. Ada kakak laki-laki dari Aya. Tapi, kakak Aya tersebut akan menikah dalam waktu dekat ini. Dia pasti akan sibuk dengan anak dan istrinya kelak.