Yasmin membuka matanya. Lagi-lagi gadis muda itu kembali tak sadarkan diri setelah sang suami menjamahnya. Selain karena kelelahan atas permainan Mike, Yasmin juga belum makan.
Yasmin sedikit terkejut saat matanya terbuka, seorang pria berbaju putih tengah mengobrol dengan Mike di ujung ruangan kamarnya. "Aku kenapa? Itu dokter kan?" batinnya.
Setelah pria itu pergi mengakhiri obrolan seriusnya dengan Mike. Mike kembali berjalan menuju ke arah Yasmin. Lagi, Yasmin takut Mike kembali marah-marah.
"Apa kau ingin mati?"
Ucapan Mike tak ada lembut-lembutnya sama sekali pada Yasmin. Sedikit pun tak ada rasa iba dan kasian pada sang istri. Menyentak dan marah-marah, itu lah yang terus dilakukan Mike pada Yasmin.
"Cepat makan! Jangan menyusahkan ku!"
Mike memberikan piring berisi nasi pada Yasmin dengan kasar, bahkan sedikit melemparnya. Yasmin hanya mampu mengelus d**a dan meneteskan air mata penuh dukanya. Dunia seolah tengah mempermainkan perasaan dan hatinya.
"Lain kali, makan yang benar! Jangan sampai terulang lagi setelah aku menjamahmu kau pingsan!" Pria jahat itu mengapit wajah Yasmin sedikit meremas dagunya. "Ingat! Kau itu adalah jaminan dari hutang ayahmu, jika kau mengecewakanku, aku pastikan ayahmu membusuk di penjara!" Mike sedikit mengecup bibir wanita muda itu.
"Apa kau tak mendengarku, Yasmin?" bentak Mike lagi saat tak sahutan dari si gadis malang. Akhirnya Yasmin pun mengangguk pelan dengan penuh rasa takut.
"Good! Jangan buat aku marah. Aku mau pergi, nanti Bibi Jumi akan menemanimu. Ingat! Jangan macam-macam apalagi berniat untuk kabur, mengerti?"
Tak ada keinginan sedikit pun untuk Yasmin menjawab ucapan pria berhati iblis itu. Hati dan pikirannya seolah mati rasa, mulutnya kelu tak mampu mengucapkan kata-kata selain rasa pedih. Yasmin hanya berusaha memasukkan nasi itu pada mulutnya dengan deraian air mata setelah kepergian sang suami kejamnya.
"Aku pasti kuat! Ya Robb, kuatkan hamba." Air matanya terus mengalir dengan mulut yang terus berusaha mengunyah nasi dan berusaha untuk menelannya, walau pada kenyataannya sangatlah sulit.
"Ayah, Ibu, Yasmin pasti kuat. Kalian tenang saja." Yasmin kembali menyuapkan nasi itu dengan air mata. "Aku kuat, hiks!"
Walau nasi itu nyatanya tak bisa pergi dari tenggorokannya. Yasmin berusaha untuk terus menjejalkan nasi itu pada mulutnya. Dengan deraian air mata dan kesakitan di seluruh tubuhnya.
"Hiks, Abang ... aku rindu Abang, hiks!" lirih Yasmin teringat pada kekasihnya.
*****
"Nona, apa Nona sudah makan?"
Yasmin hanya mengangguk saat seorang wanita paruh baya bertanya. Yasmin yakin jika dia orang yang Mike bilang akan menemani Yasmin. Wanita muda itu tak banyak bicara karena takut dia juga kejam seperti halnya Mike.
Setelah Yasmin makan nasi yang di berikan Mike. Yasmin memutuskan untuk membersihkan diri. Tahu Mike saat ini tak ada di rumah, Yasmin mencoba keluar kamar untuk mencari udara segar.
Saat sampai di ruang makan, Yasmin sedikit takut melihat wanita paruh baya yang tadi masuk kamarnya sedang berada di dapur. Wanita itupun menoleh pada Yasmin, lalu menghampiri Yasmin dengan senyuman manis.
"Apa Nona ingin makan sesuatu?"
Yasmin menggelengkan kepalanya. "Tidak, Bu. Aku hanya ingin cari udara segar."
Yasmin menatap mata wanita itu yang juga menatapnya dengan tulus. Yasmin merasa jika wanita itu berbeda dari Mike. Yasmin pun akhirnya tersenyum pada wanita paruh baya itu dan duduk di kursi meja makan bersamanya.
"Aku nanti bisa masak sendiri jika ingin makan lagi," ujar Yasmin lagi karena merasa wanita itu baik.
"Tuan bilang, Anda lagi sakit, Nona." Wanita itu mendekati Yasmin dan mulai memijit kakinya. "Panggil saya Bibi, Nona. Nama saya Jumi." Wanita itu tersenyum lembut pada Yasmin dengan terus memijit kakinya.
"Bi, nggak usah di pijitin. Aku baik-baik saja." Yasmin mengambil kakinya yang di pijit Jumi karena merasa tak enak.
"Tidak apa-apa, Nona. Anda itu istri Tuan Mike. Sudah seharusnya saya pun menghormati dan bekerja pada Anda."
"Istri? Apa dia menganggapku istri? Cih! Jika aku isterinya, kenapa dia memperlakukan ku seperti binatang?" batin Yasmin merutuki Mike.
"Bi, apa bibi sudah lama bekerja di sini?"
"Ya, cukup lama. Dari saat Mommy dan Daddynya Tuan Mike masih bersama."
Yasmin sedikit terdiam mendengar ucapan Jumi. "Apa mereka masih ada, Bi?"
"Tuan David sudah meninggal. Tapi Nyonya Key masih ada, tapi di luar Negri dan sudah menikah lagi."
Yasmin mengangguk mengerti. Karena saat Mike melamar Yasmin, tak satupun keluarga Mike yang datang, kecuali dua pria bernama Dave dan Jeremy yang katanya mereka adalah orang-orang kepercayaan Mike.
"Nona, saya harap anda mampu meluluhkan hati Tuan Mike. Sebenarnya Tuan Mike hanya kesepian dan butuh kasih sayang lebih. Karena perceraian orang tuanya dulu, membuatnya tak bisa merasakan kebahagian layaknya sebuah keluarga."
Jumi menarik napasnya dalam. Mengingat kembali memori saat Mike kecil yang sudah menjadi korban dari perceraian orang tuanya. Sehingga Mike tumbuh menjadi orang yang keras sedikit membenci wanita karena kurangnya kasih sayang dari sang ibu yang lebih memilih meninggalkannya untuk pria lain. Bahkan sampai sekarang pun sang ibu tak pernah ingin bertemu dengan Mike.
"Bibi bisa saja berkata begitu karena Bibi memang bekerja pada pria jahat itu kan?"
Mendengar sangkaan Yasmin, Jumi tersenyum lembut saat Yasmin memaki sang Tuan. Jumi mengerti jika Yasmin pasti di perlakukan kurang baik oleh Mike. Jumi tahu siapa Mike dan bagaimana sifat keras dan kadang tak berhati.
"Saya hanya ingin mengatakan, berusahalah mengambil hati tuan Mike, Nona. Tuan Mike tak pernah jatuh cinta pada siapapun sebelumnya. Apalagi sampai mau menikahinya. Saya yakin jika sebenarnya Tuan Mike menyukaimu, Nona."
Yasmin menatap mata wanita itu. "Apa iya pria jahat itu menyukaiku? Ah, itu tidak mungkin. Kalau dia menyukaiku, dia tidak akan memperlakukan aku seperti semalam bukan?" batin Yasmin lagi bicara sendiri.
"Hari ini sampai seminggu ke depan, Tuan tidak bisa pulang. Nona akan tinggal berdua dengan saya, apa itu tak masalah, Nona?"
Yasmin tersenyum senang mendengar ucapan Jumi. "Apa Bibi serius?" Yasmin semakin melebarkan senyumnya melihat Jumi mengangguk. "Alhamdulillah malah."
Yasmin bahkan mengucap syukur karena Mike pergi. Sebab, itu artinya Yasmin bisa istirahat lahir dan batin. Badan Yasmin pun rasanya begitu riksek karena Mike menjamahnya seperti tak kenal puas.
"Tak apa, Bi. Kalau boleh tahu, kemana dia pergi, Bi?"
"Kalau untuk yang satu itu, saya tidak tahu, Nona. Tapi yang jelas tuan Mike sedang bekerja."
Yasmin akhirnya mengakhiri pertanyaannya. Lalu pamit pada Jumi untuk kembali ke kamarnya. Mungkin karena tubuhnya yang lelah serta pengaruh obat yang di berikan oleh Dokter, membuat Yasmin merasa sebentar-sebentar ngantuk.
Jumi menatap gadis malang itu dengan iba. Mike bukan orang yang kejam jika saja hatinya sudah tersentuh. Akan tetapi, Mike akan begitu kejam pada orang yang belum dia kenal, itu pikir Jumi.
"Semoga Nona bisa kuat dengan ujiannya." Jumi menatap kepergian gadis malang itu penuh harap. "Aku tahu siapa Tuan Mike, dia bisa jadi sangat baik jika saja hatinya sudah tersentuh, Nona. Semoga Anda kuat."