Selamat membaca
Karena malam hari Selena akan ikut makan malam bersama di mansion kedua orang tua Raymond. Jadi siang ini Raymond mengajak Selena ke sebuah butik untuk membelikan pakaian yang akan dipakai untuk nanti malam.
"Padahal Anda tidak perlu repot-repot seperti ini," ujar Selena untuk yang kesekian kali saat tiba di sebuah butik yang terkenal itu.
"Kupingku sakit jika kau terus mengatakan hal itu. Sudahlah, menurut saja," tukas Raymond datar dan menggandeng tangan Selena untuk masuk ke dalam.
Raymond meminta seorang pelayan untuk menunjukkan pakaian keluaran terbaru kepada Selena.
Pelayan itu mengangguk hormat sembari tersenyum ramah. Dia dan beberapa teman lainnya dengan sigap segera mengeluarkan pakaian elit di butik mereka.
"Jangan terlalu mewah, saya tidak suka," ungkapnya menoleh ke arah Raymond.
"Kau bisa mencobanya nanti."
Setelah mencoba berbagai macam gaun yang dibawa oleh pelayan, Selena masih juga belum menemukan gaun yang terasa nyaman dan pas di tubuhnya.
Sampai akhirnya Raymond mengambilkan sebuah gaun lengan panjang berwarna putih untuk Selena. "Coba yang ini."
Selena menuruti Raymond dan kembali ke ruang ganti untuk mencoba gaun yang dipilih sendiri oleh Raymond.
Raymond yang tengah duduk sembari memainkan ponsel menengadah ke atas. "Itu cocok untukmu," katanya setelah Selena keluar dari ruang ganti.
"Ya, aku rasa begitu. Ini tidak terlalu terbuka dan lebih terlihat sopan," sahut Selena mengamati gaun yang tengah dia pakai.
"Kalau begitu, kita ambil itu saja."
"Bungkus yang ini dan semua gaun itu," pungkas Raymond kepada pelayan sembari menunjuk deretan gantungan gaun yang menurutnya terlihat cocok untuk Selena.
Selena ternganga lebar. "Saya tidak membutuhkannya," pungkasnya menolak.
"Tapi aku menyukai itu, jadi simpan saja," tukas Raymond singkat.
Selena membuang napas berat. Ia justru merasa terbebani jika Raymond bersikap seperti ini. Lagipula untuk apa dia membelikan gaun sebanyak itu?
Selepas mereka keluar dari butik, Raymond melajukan mobilnya ke sebuah kafe untuk makan siang bersama Selena.
"Kau tidak keberatan kan jika kita makan siang terlebih dulu sebelum kau kembali ke rumah?"
"It's okay, lagipula saya tidak memiliki kegiatan lain setelah ini," sahut Selena ringan.
"Baguslah, jadi kita bisa bersantai sebentar."
"Nanti malam jam tujuh aku akan menjemputmu."
"Sebaiknya kau mulai terbiasa memanggilku 'Honey'. Dan jangan memakai kata 'Saya dan Anda' di depan orang tuaku," sambung Raymond mengingatkan.
"Saya mengerti."
"Lebih baik mulai sekarang kau jangan berbicara formal denganku. Kita akan segera menikah dan menjadi suami-istri, jadi bicara santai saja."
"Meskipun tidak ada orang tua Anda?" tanya Selena memastikan.
"Ya, bukankah akan terasa aneh jika kau tetap berbicara formal dengan suamimu?"
Tatapan Selena berubah sayu. Seharusnya ia merasa senang saat Raymond menyebut dirinya sendiri sebagai 'Suami'. Itu artinya, keinginannya terwujud untuk bersama dengan orang yang ia cintai. Akhirnya ia berhasil menikah dengan pria yang selama ini ia idam-idamkan. Tapi mengingat Raymond hanyalah suami untuk sementara, tetap saja hatinya terasa sakit.
"Baiklah, aku akan melakukan yang terbaik," jawab Selena pelan.
"Aku harap begitu," sahut Raymond singkat.
Mereka terdiam beberapa saat di dalam mobil. Sampai saatnya Raymond menghentikan mobil di sebuah kafe. "Kita sudah sampai," katanya sembari melepas sabuk pengaman.
Selena melepas sabuk pengaman dan bersiap membuka pintu mobil untuk turun.
"Aku saja." Raymond menahan tangan Selena, lalu segera keluar dari mobil membukakan pintu untuk Selena.
"Terima kasih," tutur Selena tersenyum kecil sembari menerima uluran tangan Raymond yang membantunya turun.
Kemudian Raymond berjalan masuk sembari menggenggam tangan Selena.
Selena melirik tangan kecilnya yang terasa hangat berada digenggaman tangan besar Raymond. Selena merasa sikap Raymond terlalu berlebihan sebagai pasangan kontrak. Tidak seharusnya Raymond melakukan hal manis seperti ini tehadap seorang wanita yang tidak dia cintai.
*****
Setelah tiba di kediaman kedua orang tua Raymond. Mereka berdua turun dari mobil, lalu melangkah memasuki mansion.
Selena tertegun saat tangan besar Raymond melingkar di pinggangnya. Dia menarik napas panjang untuk menormalkan degup jantungnya yang berdetak sangat cepat.
"Dad, Mom, Ini Selena kekasih Raymond." Raymond memperkenalkan Selena saat bertemu David dan Grace di ruang makan.
Selena tersenyum hangat kepada David dan Grace.
"Akhirnya kau membawa Selena kemari. Kau tau Mommy sudah menunggu terlalu lama untuk ini," ujar Grace menggerutu.
"Selena pemalu, Mom. Butuh waktu untuk membujuknya agar bersedia datang," sahut Raymond tenang.
"Bruh, kau hanya beralasan saja," cetus Grace ketus.
Kemudian tatapan Grace beralih ke arah Selena. Seutas senyuman terpatri di bibir Grace. Dia terlihat begitu gembira dan sumringah saat melihat calon menantu yang sudah dia tunggu-tunggu.
"Kemari Sayang, duduk di samping Mommy," tutur Grace riang sembari menepuk kursi di sebelahnya.
Selena mengangguk sopan, dan duduk di samping Grace. Sedangkan Raymond memilih untuk duduk di kursi yang berhadapan dengan Grace.
"Ternyata putraku pandai memilih wanita juga," puji David melirik Raymond sembari terkekeh.
"Aku belajar dari darimu, Dad," gurau Raymond.
"Kau bisa memanggil kami dengan sebutan 'Mommy dan Daddy' seperti Raymond," pungkas David ramah.
"Emm ... apa tidak apa-apa?"
"Tentu saja, lagipula sebentar lagi kau akan menjadi bagian dari keluarga Kyler," sahut David tersenyum.
Hati Selena menghangat. Tidak pernah terpikir sebelumnya jika ia akan diterima sebegitu baiknya di keluarga ini. Mereka semua orang baik, apa ia sanggup mengecewakan mereka jika suatu saat nanti keadaan harus membuatnya memilih untuk pergi?
Mereka semua berbincang-bincang bersama dengan begitu akrab dan tertawa lepas. Selena sendiri juga sangat menikmati makan malam itu.
"Kau melakukannya dengan baik," ujar Raymond saat berada di perjalanan menuju rumah Selena.
"Itu karena keluarga Senior sangat hangat dan baik denganku. Jadi, tanpa sadar aku sudah tidak lagi gugup," sahut Selena tersenyum ringan.
"Memang dari awal kau tidak seharusnya mengkhawatirkan tentang hal itu. Aku sudah bilang jika mereka akan menerimamu, karena aku sering menceritakan tentangmu kepada mereka."
"Sungguh?" Selena menatap ke arah Raymond tidak percaya.
"Ya, itulah kenapa mereka selalu saja memintaku untuk mengajakmu bertemu. Mereka pikir kau adalah kekasih yang selama ini kusembunyikan. Jadi setiap saat aku selalu diteror." Raymond tertawa kecil.
"Setiap saat? Bukankah kita baru saja menandatangani kontrak?" Selena terlihat bingung.
"Sebenarnya aku sudah menceritakanmu sebelum itu. Aku tidak sengaja mengatakan kepada mereka jika di perusahaan ada wanita yang membuatku penasaran." Raymond menoleh ke arah Selena dengan tatapan yang sulit diartikan.
Mereka berdua saling berpandangan satu sama lain cukup lama.
TBC