Bab 3

1244 Words
Kata orang, wanita harus selalu mengenakan sepatu yang cantik. Sepatu yang cantik membawa seorang wanita menuju hal yang indah. Menjaga agar setiap langkah yang ditempuh selalu berada di dalam keindahan. Sayangnya, bertahun-tahun mengenakan sepatu cantik, Rhea tidak juga mendapatkan dunia yang dia impikan. Dunia indah yang selama ini selalu dia harapkan tidak pernah bisa dia temui. Satu-satunya hal yang selalu dia dapatkan dari sepatu cantik ini adalah langkah menuju kegelapan yang lainnya. Pergi dari satu tempat ke tempat lainnya hanya untuk kembali jatuh dalam dosa yang sama. Huh, mau bagaimana lagi? Apa yang bisa dilakukan jika kehidupan tidak berpihak kepadanya? Manusia dengan latar belakang menjijikkan tidak akan pernah diterima oleh dunia. Mereka hanya akan mencemooh, menghakimi tanpa mau dibuat mengerti. Tidak masalah. Rhea sudah tidak lagi memikirkan apa yang akan orang katakan. Hidup memang keras untuk orang tidak beruntung seperti dirinya. “Ada yang bisa saya bantu?” Rhea segera membalikkan badannya ketika mendengar pertanyaan itu. Tersenyum manis begitu menatap seorang wanita muda yang sepertinya adalah resepsionis di tempat ini. Kantor Darel Aldebaran memang sangat mengagumkan. Rhea saja sudah bisa mencium aroma kekayaan dari tempatnya sekarang berdiri. Seberapa kaya pria yang akan dia jerat kali ini? “Oh, perkenalkan saya Rhea Allia. Saya sekretaris baru Pak Darel Aldebaran” Kata Rhea sambil mengulurkan tangannya. Bersikap sopan sambil tersenyum ramah. Entah relasi dari mana, tapi Lina berhasil membuat jalannya menjadi sedikit lebih mudah. Dengan menjadi sekretaris Darel, Rhea sudah pasti akan menghabiskan banyak waktu dengan pria itu. “Oh tentu saja. Bagaimana mungkin saya tidak mengenali Anda..” Resepsionis itu menerima uluran tangan Rhea. Rhea balas tersenyum kembali. Oh tidak, berapa lama dia harus tersenyum selama satu hari? Jujur saja misi kali ini sedikit sulit. Jika biasanya Rhea menjerat p****************g yang sering gonta-ganti wanita dan selalu menjadi pelanggan di klub malam, kali ini sedikit berbeda. Darel Aldebaran adalah seorang pengusaha muda yang gila bekerja. Dia tidak memiliki waktu untuk bermain-main dengan wanita di luar sana karena sudah hampir 3 tahun dia menikah dengan seorang model papan atas. Huh, pria seperti Darel pasti tidak akan sempat memikirkan hal lain kecuali pekerjaan. Tapi lihat bagaimana keberuntungan hidup menghampirinya tanpa henti. Dia kaya raya dan menikah dengan seorang model cantik. Ranjangnya pasti selalu hangat sehingga dia tidak memerlukan kupu-kupu malam untuk menghibur dirinya. Di satu sisi keberuntungan mendatangi orang kaya. Dan di sisi lain kesialan selalu menghampiri Rhea. Dunia memang sangat tidak adil! “Tidak masalah. Bisa tolong tunjukkan ruangan Pak Darel?” Rhea kembali tersenyum dengan sopan. Sebagai seorang pekerja baru di tempat ini, Rhea perlu menampilkan semua kebaikan yang dia miliki. “Tentu saja..” Akhirnya dengan langkah pelan dan anggun Rhea mulai menyusuri tempat ini. berjalan pelan sambil melihat keindahan yang memanjakan matanya. Lorong-lorong panjang yang dihiasi dengan ukiran indah di setiap dindingnya. Lantai marmer yang terlihat bercahaya. Dan banyak kemewahan lainnya. Oh ya ampun, ini baru kantor. Bagaimana penampakan rumah orang itu? Rhea tidak sabar untuk segera merebahkan dirinya di atas ranjang dengan ukiran emas. Kadang orang kaya memang memiliki selera yang cukup aneh untuk mendekorasi rumah mereka. Siapa yang tahu jika Rhea bisa melihat tangga yang dilapisi emas? Sudahlah, sebaiknya Rhea fokus pada apa yang dia lakukan. Berjalan sambil menggerakkan pinggangnya dengan anggun. Menampilkan kemampuannya sebaik mungkin. Bagi sebagian orang, cara berjalan adalah hal pertama yang menarik perhatian. “Pak Darel ada di dalam ruangan. Sepertinya dia sudah menunggu Anda..” Rhea masih belum bisa mengedipkan matanya ketika melihat melihat sebuah pintu kokoh yang ada di depannya. Terlihat menakjubkan. Seakan menggambarkan betapa kokoh orang yang berada di dalamnya. Menghembuskan napasnya pelan, Rhea kembali menampilkan senyum manisnya. Menatap seorang resepsionis yang telah menemaninya hingga sampai di ruangan ini. di lantai paling tinggi yang ada di tempat ini. Mungkin Rhea bisa melihat seluruh kota Jakarta dari tempat tinggi ini. “Terima kasih karena sudah mengantarku ke tempat ini, Sarah” Kata Rhea setelah dia melihat sebuah nama yang berada di seragam resepsionis itu. Segera setelah itu Sarah mengangguk lalu meninggalkannya sendirian di depan pintu hitam besar ini. Dengan sepatu hak tinggi yang membungkus kakinya, Rhea mulai memajukan langkahnya. Tangannya sudah terulur untuk mengetuk pintu tersebut, tapi sayangnya dia kalah cepat. Pintu itu terbuka terlebih dahulu. Jauh di depan sana, Rhea bisa melihat sebuah kaca besar yang tembus pandang. Menyajikan pemandangan kota Jakarta di pagi hari. Gedung tinggi dan langit yang berkabut seperti biasanya. Wow.. Rhea memang bisa melihat seluruh kota dari tempat ini! “Masuk..” Suara itu terdengar serak dan dalam. Rhea segera mengedipkan matanya pelan. Menghapus seluruh bayangan kotor yang tiba-tiba menguasai otaknya ketika mendengar suara pria itu. Wow, bagaimana jika suara itu digunakan menggeram dan menyebutkan namanya dengan pelan? Tapi Rhea segera menguasai dirinya. Berharap untuk terlihat tetap fokus dengan kaki yang mulai melangkah memasuki ruangan. Benar, ruangan ini memang sangat indah sekalipun hanya di d******i warna hitam. Ada satu hal yang langsung menarik perhatian Rhea selain kaca besar yang ternyata menjadi tembok di ruangan ini, ada sebuah sofa merah menyala yang berada di dekat kaca besar. Ini sangat menakjubkan. Jika orang menggunakan kaca transparan sebagai jendela, orang ini membuat kaca itu menjadi tembok yang menjadi penghalang antara ruangan ini dengan dunia luar. Seluruhnya berbatasan dengan kaca.. sangat menakjubkan. “Selamat pagi..” Rhea menyapa dengan pelan ketika melihat seorang pria sedang duduk membelakangi dirinya. Melihat sebuah monitor besar yang ternyata menampakkan lorong tempatnya berdiri tadi. Memperlihatkan bagian luar pintu ruangan ini. Pantas saja pria ini langsung membukakan pintu sebelum Rhea mengetuknya, dia bisa melihat dari tempat ini. Pria itu mungkin juga membukanya dengan tombol khusus tanpa perlu berdiri dan repot-repot membuka pintu. Darel Aldebaran memang pria yang menakjubkan. Ya, meskipun sampai sekarang Rhea sama sekali belum pernah melihat wajahnya. Melalui foto pun tidak. “Rhea Allia, benar?” Untuk sesaat Rhea merasa seperti kehilangan pijakan kakinya. Sial! Lina tidak mengatakan jika pria ini sangat tampan. Rhea bahkan seperti kesulitan menarik napasnya. Seperti ada sesuatu yang membuat udara di sekitarnya menghilang ketika melihat pria itu membalikkan tubuhnya. Menatap penuh pada Rhea yang seketika merasa linglung. Pria ini terlalu tampan untuk menjadi seseorang yang hanya duduk di balik meja kerja. Bukankah seharusnya dia menjadi model atau pemain film? “Be.. Benar, Pak. Saya Rhea Allia” Jawab Rhea sambil mencoba tersenyum. Tatapan mata pria itu terasa sangat membakar dirinya. Menelusuri setiap tubuhnya seperti melucuti pakaian yang dia kenakan. Rhea tahu ini suatu bencana besar. Dia memang sering berhadapan dengan pria kaya yang kadang juga tampan. Hanya saja, Darel Aldebaran memang terlalu tampan untuk disebut sebagai manusia. Mungkin dia adalah pria yang paling tampan yang pernah Rhea temui sepanjang hidupnya. Rahang tegas, mata tajam dan bibir tebal yang tampak seksi. Rhea akan melakukan segalanya untuk mendapatkan bibir itu. Tatapan mata Rhea kembali menelusuri tubuh pria yang ada di depannya. Terlihat sangat menawan di balik balutan kemeja dan jas yang keduanya berwarna hitam. Bagaimana mungkin pria ini mendekorasi ruangan dan dirinya sendiri menggunakan warna hitam? Tapi pria itu memang sangat sempurna di balik warna hitam. Mungkin memang benar jika seorang pria akan terlihat lebih menarik di dalam warna hitam. Ya, dengan syarat pria itu memang tampan. “Duduklah, ada beberapa hal yang harus saya katakan. Mungkin ini sesuatu yang tidak akan kamu sukai, itu juga yang menjadi alasan sekretaris yang lama memutuskan resign pada bulan pertamanya” Rhea memang tidak mengerti apa yang dikatakan oleh calon atasannya ini. hanya saja, suara yang terdengar dari bibir pria itu selalu menariknya untuk mendekat. Membuat kakinya berjalan dengan pelan untuk mendekat. Rhea tidak bisa menahan dirinya untuk terus terpusat pada keindahan yang ada di hadapannya. Pria ini.. Oh, jika benar Tuhan yang menciptakan pria ini, Dia pasti sedang tersenyum ketika memberikan napasnya untuk menghidupkan pria ini. Dia terlalu sempurna untuk disebut manusia. Rhea duduk dengan pelan. Mencoba untuk tetap menguasai dirinya sendiri. Jangan sampai air liurnya menetes karena terus menatap pria itu. “Ya, Pak?” ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD