5. Godaan Alexis

1044 Words
ALICE duduk di teras, menghadap langsung ke arah jalan raya. Mata bulat itu menyipit saat melihat sebuah mobil berwarna merah yang berhenti tepat di depan, tak lama turun perempuan cantik dengan dress di atas lutut. Dia adalah Alexis. Alexis melepas kacamata hitam miliknya lalu menatap Alice dengan heran. "Kau siapa? Di mana Damian?" tanya Alexis bernada ketus. "Ada di balkon bersama rekan kerjanya, Nyonya," balas Alice ramah. Alexis hanya mengangguk pelan lalu melenggang memasuki rumah begitu saja. Alice menatap punggung ramping yang semakin menjauh itu, dia menghela pelan. Sepertinya perempuan itu adalah orang yang cukup dekat dengan tuannya, begitu batin Alice. Alexis tersenyum tipis saat mendapati kekasihnya sedang duduk bersama Andrew. Dia lalu menghampiri Damian dan merangkul pria itu dengan erat, perempuan itu juga sempat mencium pipi kanan Damian dengan singkat. "Kau, kenapa tidak mengangkat teleponku?" tanya Alexis bernada manja. Damian melirik Andrew lalu mengembuskan napas pelan. "Aku sedang sibuk, Sayang. Apa kau tidak melihatnya? Aku sedang membahas planning usaha di Las Vegas bersama Andrew, bahkan untuk memegang ponsel saja aku tidak punya waktu," ucap Damian menjelaskan. Alexis menekuk wajahnya. Sesaat, dia mengigat sesuatu. "Ah, omong-omong gadis yang ada di teras itu siapa? Aku seperti pernah mengenali wajahnya, Damian ... hanya saja tidak sedikit jelas. Dia lebih banyak menunduk." "Dia Alice, pelayan baru yang akan menggantikan bu Desire untuk beberapa pekan selama bu Desire beristirahat. Ah, ya ... kau sendiri tumben sekali datang ke mari. Ada apa? Apa ada sesuatu yang membuatmu terpaksa berkunjung ke sini?" tanya Damian menatap kekasihnya itu. Alexis masih saja bergelayut manja di pundak Damian. Membuat pria itu merasa sedikit risih. "Aku hanya merindukanmu, Damian. Apa kau merasa keberatan jika aku datang ke sini, hum? Apa kau tidak suka jika kekasihmu ini datang berkunjung ke rumahmu?" Damian menggeleng singkat. "Bukan begitu ... maksudku tidak seperti biasanya kau datang sendiri ke mari, biasanya kau akan memintaku untuk menjemputmu," balas Damian menarik Alexis untuk duduk di pangkuannya. Alexis merasa senang, dia mengalungkan kedua tangannya pada leher Damian sembari mengecup jakun kekasihnya itu. "Ahh ... Aku sangat merindukanmu, Sayang," ucapnya sensual. Damian membalas dengan mengecup singkat bibir Alexis kemudian mengusap rambut panjang yang tergerai. "Aku juga. Kau begitu memabukkan, Alexis ...." Andrew yang tidak tahan melihat kemesraan mereka berdehem kencang. Pria itu melirik Damian dengan tatapan kesal. "Teruskan saja ... Lupakan jika ada manusia singel di sini!" sindir Andrew. Alexis terkekeh. "Seharusnya kau berhenti menyalahkan orang lain dan mulai mencari pasangan hidup. Usiamu sudah mulai senja, jangan sibuk memikirkan kurva dan dokumen keuangan!" ledek Alexis semakin membuat Andrew mendengkus kesal. "Sudah lah, Sayang. Lebih baik kau tunggu di kamar, aku akan menyelesaikan semua ini dan setelah itu kita akan bersenang-senang," ucap Damian menyudahi. Dia tidak ingin membuat Andrew semakin merasa tidak nyaman. Dengan cemberut Alexis beranjak dari pangkuan Damian. Sebelum pergi Alexis sempat mengecup bibir kekasihnya itu dengan singkat. "Baiklah. Aku akan menunggumu, jangan membuatku mengunggu terlalu lama, okay?" "Hemm ...." Usai kepergian Alexis, Damian dan Andrew melanjutkan perbincangan mereka tentang bisnis yang akan didirikan di Las Vegas. Pembahasan itu hanya berlangsung selama setengah jam. Damian tidak tahan dengan Alexis yang terus aja membuat ponselnya berdering tanpa henti, begitu pun dengan Andrew yang sudah ada janji bertemu dengan seseorang siang ini. "Kurasa lebih baik kau menjaga perasaan Alexis, Damian. Kalian sudah berhubungan lebih dari dua tahun, akan konyol sekali jika kau hanya menjadikan perempuan itu sebagai pelarian apalagi jika sampai mempunyai hubungan gelap dengan pelayan barumu itu," tutur Andrew seraya mengemasi laptop dan file-file nya. Damian hanya menghela napas. Mau bagaimana pun Andrew menasihatinya, itu semua tidak akan merubah perasaan pria itu pada sosok Grisa dalam diri Alice. Dia tidak akan berubah dengan begitu cepatnya. "Lain kali kita bahas lagi, sampai jumpa." Andrew menepuk bahu Damian, dia berlalu dengan begitu saja. Setelah kepergian Andrew, Damian berjalan menghampiri Alexis yang sudah menunggunya di dalam kamar. Sampai di sana pria itu mengernyit menyaksikan Alexis yang sedang menonton film action. "Kenapa lama sekali?" tanya Alexis menyadari kehadiran Damian. "Maaf ... Aku sudah berusaha lebih cepat dari biasanya," balas Damian menghempaskan bokongnya di kasur dekat Alexis. "Tumben sekali menonton film action, kupikir kau lebih menyukai drama romansa dan hal hal yang mengundang rasa melankolia. " Alexis menoleh. "Apa kau sedang mengejekku, hum?" Damian tertawa. Pria itu merangkul kekasihnya dengan erat. "Tidak ... aku hanya bertanya saja," balasnya. Alexis cemberut. Tatapannya tertuju pada foto besar yang masih saja terpajang di dinding kamar kekasihnya. Dia merasa cemburu, sudah dua tahun lebih dirinya menjadi kekasih Damian, tapi fotonya di kamar ini sama sekali tidak ada. Yang ada justru foto gadis yang telah tiada beberapa tahun silam. Sebenarnya, Damian ini menganggap dia atau tidak. "Gadis itu ... gadis itu sangat mirip dengan mantan kekasihmu, bukan?" Alexis menatap Damian, dia mengamati bagaimana raut wajah pria itu yang seketika berubah. Damian tersenyum simpul. "Ya, kau benar ... mereka terlihat begitu mirip, tetapi tidak sama. Aku sama sekali tidak sengaja mencari sosok yang sama seperti Grisa, semua ini hanya kebetulan ... percayalah," ujar Damian memegang jemari hangat Alexis. Alexis tersenyum tipis. "Aku tidak mempermasalahkannya. Aku hanya kesal kepadamu, Damian!" Perempuan itu memukul bagian d**a kekasihnya. Damian yang tidak mengerti hanya melongo. Dia menatap Alexis dengan kebingungan. "Hei, salahku apa? Kenapa memukulku begitu, Sayang?" "Dua tahun kita menjadi sepasang kekasih, dan kau sama sekali tidak pernah memajang fotoku! Bahkan mencetaknya saja tidak pernah, dasar menyebalkan! Aku marah kepadamu, Damian Kenneth!" Alexis melipat kedua tangannya. Dia membuang muka ke sembarang arah, tidak mau melihat wajah Damian yang menyebalkan itu. Damian tersenyum kecil, rupanya kekasih manisnya itu sangat pemarah sekali. "Hei ... hei. Kau ingin fotomu dipajang katamu, hum? Baiklah, aku akan menghubungi seseorang untuk mencetak fotomu sebesar milik Grisa dan akan memajang di sebelah pintu supaya siapa saja yang masuk bisa tahu kalau aku hanya milikmu, bagaimana? Sudah tidak marah lagi 'kan?" Mata Alexis berbinar, dia menatap kekasihnya dengan tidak percaya. "Sungguh? Ahh ... aku sangat mencintaimu, Sayang." "Aku juga." Damian mengusak rambut kekasihnya, dia meraih remote televisi, lalu mengganti channelnya ke sebuah siaran yang tengah menanyangkan drama romansa. Pria itu tahu, Alexis akan mengubah kebiasaannya ketika dia sedang tidak baik-baik saja, oleh karena itu Damian ingin membuat kekasihnya itu kembali membaik. Dia akan menghabiskan waktu bersama Alexis hari ini, menemani gadis itu memakan cokelat dan menghabiskan stok tisu karena terbawa alur film sedih yang ditontonnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD