Sebuah pertanyaan

1207 Words
Kiara tidak pernah memikirkan kemungkinan kalau Arga akan bicara hal seperti itu. Namun di sini, jelas ia yang terlalu naif. Hubungan macam apa yang berjalan tanpa imbalan? Arga jelas bukan sosok dermawan, ia pasti menginginkan hal setimpal untuk semua pengorbanannya. Tapi dari sekian kemungkinan kenapa harus hal satu itu? Begitulah isi kepala Kiara sejak tadi. Ia tidak hentinya bernapas dengan gelisah, padahal bukan itu tujuan Arga yang sebe arnya. Menurutnya, terlalu merepotkan untuk bolak-balik padahal ia sendiri sedang sibuk dengan pekerjaan. Andai menuruti keinginan Kiara, bisa-bisa semua jadwalnya akan mundur lebih lama. Sudah cukup seharian ini ia di acara pernikahan, untuk besok hingga tiga hari mendatang, ia bersumpah tidak akan kemanapun. Satu jam telah berlalu, tapi Kiara tidak kunjung mengiyakan ajakannya. Setiap mereka akan bicara lagi, pasti ada saja tamu yang datang untuk memberi mereka selamat. Arga terpaksa menelan risih dengan melempar senyum terbaiknya. Namun karena jarang berinteraksi dengan orang lain, ia tetap tidak banyak membantu Kiara dalam menghadapi orang-orang. Di beberapa kesempatan, gadis itu harus menyenggol Arga agar tidak terlalu kaku. Ia tidak menyangka di balik wajah tampan Arga, jiwanya begitu kering, melebihi dirinya. "Suamimu tampan," kata seorang kenalan Kiara yang datang dengan anak dalam gendongannya. Lagi-lagi itu yang terus dibilang orang-orang. Entah berapa kali Kiara mendengar hal serupa. Bukannya bangga, pujian itu serasa menganggu di telinga. Sama seperti Arga, ia pun tidak suka banyak mata memandangnya. Sejak dulu, menikah dengan pria standart lebih tenang dan menyenangkan. "Setelah acara ini selesai, aku akan langsung pulang untuk melanjutkan pekerjaanku. Aku pikir akan lebih praktis kalau kamu juga ikut. Jangan khawatir, apartemenku cukup besar dan ada kamar kosong," kata Arga meyakinkan Kiara kalau tidak ada maksud lain. Ia kemudian menatap jam di pergelangan tangannya tak sabar.Padahal belum lewat tengah hari, tapi waktu serasa lebih lambat dari biasanya.Sering Arga bertanya-tanya alasan orang ingin melakukan hajatan. Bukankah itu sangat melelahkan? "Baiklah, Aku hanya akan membawa beberapa helai pakaian nanti," kata Kiara sedikit menahan malu. Pikirannya pasti sedikit bermasalah tadi, sampai-sampai memandang rendah moral Arga. Pernikahan mereka bukan hubungan sentimental, jadi wajar-wajar saja kalau urusan ranjang tidak usah disinggung apalagi dilibatkan. Walau tidak ada perjanjian di atas putih, Kiara cukup yakin kalau salah satu dari mereka tidak akan berkhianat. Terlebih setelah bertemu dan tahu bagaimana tidak cocoknya mereka saat bersama. "Kalau memungkinkan, bawa juga kebutuhan kerjamu. Kamu tidak mungkin tetap cuti pasca pernikahan, kan?" tebak Arga ragu. Akan lebih nyaman kalau masing-masing punya kesibukan sendiri. Jadi, mereka tidak akan berakhir canggung satu sama lain. Kiara mengangguk pelan, mulai memikirkan kemungkinannya untuk kembali bekerja meski cutinya sudah disetujui oleh HRD. Arga banyak membantunya, jadi ia berusaha untuk menyetujui aturan juga saran, sepanjang itu masih masuk akal. Seperti rencana awal, setelah pernikahan itu, ia harus fokus untuk mengumpulkan uang agar sertifikat rumahnya bisa ditebus. Setiap ingat kesialan yang harus dihadapi karena Marten, Kiara merasa marah pada dirinya sendiri. "Bukannya itu teman sekantormu?" celetuk Arga menunjuk rombongan tamu yang baru saja masuk. Kiara langsung menoleh lalu perlahan bergumam pelan. Padahal, ia sudah mengatakan agar mereka tidak usah datang. Selain banyak tukang gosip, beberapa dari teman kantor Kiara pernah berjumpa dengan Marten. Jadi kemungkinan besar akan ada banyak pertanyaan sensitif nanti. Terutama itu datang dari mulut Mira, pemagang usil yang sok imut lantaran sedikit cantik. Benar saja, gadis kurus tinggi itu berdiri cukup lama di depan kotak sumbangan. Ia merasa aneh karena tidak ada foto preweed. Terlebih nama mempelai pria berbeda dengan nama pacar Kiara yang sempat dikatakan oleh semua orang. Sekalipun teman sekantornya berbisik agar Mira tidak bergosip, ia tetap melakukannya karena terlalu penasaran. Alhasil, saat menghampiri Kiara dan Arga di pelaminan, mulutnya langsung menodongkan pertanyaan paling menjengkelkan. "Mbak Kii, ini bukan Mas Marten,kan? Ko bisa, sih?" Mata Kiara membelalak, menatap Arga tak percaya. Walaupun Marten tidak buruk, tapi Arga yang bertindak sebagai pengganti, terkesan berlebihan untuk Kiara. Sekali lihat saja, bukan hanya Mira yang berpikiran sama. Semua orang rata-rata penasaran bagaimana Kiara bisa menemukan Arga untuk dijadikan pengantinnya? Kiara langsung bungkam, menatap Arga yang tiba-tiba menampakkan wajah kesal. Kepala bagian yang ikut datang bahkan harus menyeret Mira agar cepat-cepat pergi dari sana. Sebagai orang tua, ia merasa malu karena tidak bisa mengendalikan bawahannya. Bersama teman lain, rombongan itu akhirnya pergi untuk mengambil makanan. "Temanmu cukup merepotkan," gumam Arga memalingkan wajahnya ke arah lain. Dari sekian tamu yang datang, teman dan kenalan lama adalah tipe terburuk. Mereka cenderung merasa akrab hingga berani mempertanyakan hal-hal pribadi. "Jangan diambil hati. Di banding dengan yang lain, Mira memang lebih kekanak-kanakkan. Tapi dia tidak jahat kok, hanya memang suka berterus terang," ucap Kiara berharap Arga tidak memasang wajah masamnya terlalu lama. Bibi Susi pasti tidak suka kalau ia bertingkah tidak sebagaimana mestinya pasangan pengantin. "Terserahlah. Aku juga tidak peduli," gumam Arga akhirnya kembali duduk. Ia diam-diam heran dengan sikap Kiara yang tidak juga berubah. Kenaifannya lama-lama membuat jengkel saja. Pantas, Martin menjadikannya sasaran empuk hingga mampu menguras finansial Kiara hingga tandas. Gadis itu benar-benar tidak bisa belajar dengan baik tentang sifat manusia. Jadi wajar kalau gampang diperdaya. Dari jauh Mira diam-diam mengambil foto Kiara lewat ponselnya. Tidak ada yang curiga karena memotret adalah hal yang wajar dilakukan saat ada di tempat hajatan. Mira yang dikenal punya jiwa kepo tinggi hanya akan disangka iseng saja. Tidak ada yang menyangka kalau foto itu dikirim ke mantan kekasih Kiara, yaitu Marten. Mira sendiri adalah teman lama Marten yang terlibat dalam banyak aksi penipuan. Ia mengambil peran sebagai orang yang mensurvei para calon korban. Waktu itu, Mira menjatuhkan pilihannya pada Kiara. Gadis naif yang terlihat kesepian karena kurang pergaulan. Dari sekian korban,Kiara adalah satu-satunya wanita yang tetap melangsungkan pernikahan meski Marten sudah meninggalkannya. Pasti kamu juga penipu, kan? batin Mira menatap Arga tanpa kedipan. Ia sangat yakin dengan tuduhannya itu. Jaman sekarang mana ada pria semenarik Arga bersedia menikahi Kiara tanpa imbalan apapun? Pesta itu seharusnya tidak ada karena Mira yakin uang Kiara sudah habis terkuras. Jadi bagaimana gadis itu bisa menyelesaikan sisa pembayaran, adalah pertanyaan besar untuknya sekarang. "Mir,nggak pulang? dari tadi kamu melototi suami Kiara terus. Kenapa? ganteng ya?" tanya salah satu teman Mira tertawa cekikikan. Sebenarnya tidak hanya Mira yang penasaran, semua orangpun punya pikiran yang sama. Meski ijab kabul sudah dilakukan, tapi tetap saja hal itu tidak cukup meredam omongan semua orang. Sangat jarang terjadi ada pengantin pria yang diganti seminggu sebelum resepsi. Tentu saja, itu menarik perhatian besar. "Kayaknya aku pernah lihat suami Kiara, tapi entah di mana, aku lupa." Mira mencoba beralasan. Padahal, ia hanya tengah berkelit agar tidak ada satupun yang curiga. Sebentar lagi setelah proses magangnya selesai, Mira akan langsung pergi ke kota lain. Semua itu dilakukan agar penyamarannya sempurna. Jadi ia masih punya kesempatan untuk melakukan kejahatan serupa di tempat berbeda. Sementara itu, dari kejauhan, Arga menatap Mira dengan pandangan tidak biasa. Walau hanya sebentar bersalaman, ia merasa wajah Mira sedikit famiiar. Tapi di mana? Selama ini, selain tim penerbit, tidak pernah sekalipun Arga bersosialisasi. "Kenapa? kamu kenal Mira?" tanya Kiara terkejut.Ia tidak menyangka kalau Arga punya ketertarikan dengan tipe gadis seperti itu. Tapi bukankah tidak etis bicara tentang perempuan lain di hari pernikahannya sendiri? Arga menggeleng pelan, menyalahkan ingatannya yang tidak bisa diandalkan. Kalau seperti itu, rasanya ia terkesan seperti p****************g. "Bukan apa-apa kok, aku bersungguh-sungguh," gumamnya kemudian dengan kalimat menggantung. Ia benar-benar tidak nyaman karena melupakan sesuatu yang penting.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD