Pindah.

1061 Words
Ford memasang sikap defensif atas ocehan Betty yang seolah menasehatinya untuk hal yang tidak diketahuinya. Baginya, manusia harus berusaha untuk mendapatkan kebahagiaan seperti apa yang ia lakukan. Seperti halnya bisnis, pengusaha seperti dirinya tidak boleh tunduk pada d******i pihak lain. Dia harus berusaha menggali ke dasar untuk menaklukan d******i saingannya dan menjadi pemenang. Dan kerja kerasnya akan menunjukkan hasil. Sama halnya dengan dirinya dan Swana. Dia merencanakan kebahagiaan masa depannya, untuk itu dirinya harus melibatkan Swana dalam masalah ini. "Berhenti menasehatiku, Betty. Kau hanya perlu melakukan tugasmu. " "Ford, Swana sudah jatuh cinta sama kamu. " "Itu bagus. Istri memang seharusnya cinta sama suami. Bukan masalah besar---" "Masalah besarnya itu rencanamu, Ford. Aku bisa nebak rencana keji kalian. Itu nggak adil buat Swana Ford. " Ford menyeringai keji. "Emangnya apa yang bakal aku lakukan? " "Ford, please. " "Urus urusamu sendiri Betty. Kurasa kita udah nggak sejalan jadi besok kamu nggak perlu datang ke rumahku. " Betty mendesah. "Kamu bakal menyesal Ford. Bedakan gadis yang bisa mencintaimu dengan tulus sama yang cuma ingin bersenang-senang. Kau nggak butuh gadis boros yang punya hobi gila, Ford." "Kamu salah, Betty. Aku sendiri sudah gila. Aku juga suka bersenang-senang. Jadi gadis yang cocok buatku itu punya kesamaan sama aku. " "Itu terserah kamu. " "Ini hidupku, jelas semuanya terserah aku. Jadi jangan mencoba menjadikanku musuhmu Betty. Menghalangi jalanku nggak akan baik buat siapapun. Besok, kamu nggak perlu datang. " Betty tertegun akan ancaman sahabatnya. Ternyata Ford lebih gila dari yang dia pikirkan. Betty pun bangkit dari kursi taman. Dia menuju ke dapur di mana Swana sedang menyiapkan minuman. Dia ingin pamit pada Swana agar ibu hamil ini tidak berpikir buruk. "Swana, aku harus pamit sekarang. Putraku besok datang dari rumah neneknya dan aku juga harus kerja. Jadi aku nggak bisa datang sering-sering lagi. " "Duh, aku bakal kesepian nich. " "Jangan khawatir, Ford nggak akan biarin kamu bosan. Percaya dech. " "Iya mbak. " "Sini, peluk mbak dulu." Swana tidak ragu untuk memeluk Betty. Dia sudah menganggap Betty seperti keluarga yang tidak lagi ia miliki. Kecelakaan keluarganya sewaktu menjadi TKI di luar negeri sudah merampas keluarganya satu-satunya. Mereka pun berpelukan. Entah mengapa Swana merasa jika tidak akan bertemu dengan Betty lagi. Diam-diam Ford mengawasi Betty dari balik tembok. Rencananya sudah sejauh ini jadi dia tidak mau Betty mengacaukan segalanya. Hanya saja, Ford merasa mood nya menjadi lebih buruk. Entah sejak kapan, ia mulai sensitif pada hal sekitarnya. Dia jadi cepat marah jika sedang bermood buruk atau mudah terharu jika melihat hal menyentuh hatinya. Seperti saat ini, hatinya terenyuh melihat kedua wanita itu berpelukan. Air mata hampir saja meleleh di pipinya. "Ya ampun, apa ini bawaan bayi juga? " Ford terpaksa pergi ke kamar. Akan sangat memalukan jika pelayannya melihatnya menangis. "Aku bisa gila. " Di kamar, Ford hampir mengumpat keras. Perasaannya yang sensitif mulai membuat hatinya menjadi lebih melow. "Padahal aku cuma mau bahagia tapi kenapa Betty nentang aku, " gerutu Ford. Dia menolak rencananya dikategorikan dalam tindakan jahat. "Aku tidak salah, lagi pula gadis udik itu bisa jadi nyonya besar dan berkelas kan karena aku. " "Kalau bukan gara-gara nikah sama aku, Swana pasti tetep jadi petugas kantin di perusahaanku. Lagi pula mana ada yang mau sama gadis kampungan seperti itu. " Tok. Tok. Tok. "Ford, es jus nya sudah siap nich. " Ford tidak menjawab. Dia masih ber-mood buruk untuk menjawab Swana. Swana merasa jika tingkah Ford semakin kekanakan. Padahal dia tau benar sifat asli Ford sebelumnya. 'Astaga, bawaan bayi ini benar-benar ngerubah sifat Ford. Lihat saja sekarang. Bibirnya merucut cemberut. Menggemaskan.' "Ada apa lagi, Ford? " tanya Swana. Dia sekarang harus memposisikan sebagai istri yang ekstra sabar dalam menghadapi suami ngidam. "Aku jadi pengen ke Amerika. " Deg. Wajah Swana mendadak kaku. Dia tidak menyangka jika Ford akan mengajukan keinginan seperti itu. Swana merasa sedih membayangkan suami tampan dan perhatiannya jauh dari dirinya. Apalagi pada saat dirinya dalam kondisi hamil. "Jadi, kamu akan pergi ke sana? Untuk berapa lama?" tanya Swana. Sebenarnya dia mati-matian menahan tangisnya. "Kok cuma aku. Kamu juga ikut donk. Memangnya aku tega ninggalin kamu yang sedang hamil. " "Jadi kau mengajakku juga? " "Iya donk. " Swana tersenyum senang. Dan Ford tau jika rencananya sudah berhasil. "Jadi kamu bersedia ikut sama aku ke Amerika? " "Ya. Sudah tugasku sebagai istri buat nemani kamu ke manapun." Deg. Ford merasa dadanya diremas saat Swana mengatakan hal itu. Dia bisa melihat ketulusan di mata indahnya yang besar. Padahal dirinya berniat pindah ke Amerika untuk mengikuti Cindy. 'Tidak, aku nggak perlu merasa bersalah. Jika semua lancar, aku pasti bakal ngasih uang yang banyak biar Swana bisa hidup tanpa kekurangan." "Ford, apa kamu ke sana untuk... " "Apa kamu curiga aku bertemu sama Cindy? " "Bukan itu. Tapi... " "Swana, aku sudah nggak bertemu sama Cindy sejak kamu hamil. Bagiku kalian itu keluargaku yang harus aku jaga. " Ford berusaha meyakinkan Swana. Bayinya tidak boleh terganggu pemikiran-pemikiran aneh dan menpengaruhi pertumbuhannya. "Aku dan Cindy sudah lama berakhir. Aku ingin kita ke Amerika biar nggak ada siapapun yang menghujat kamu. Aku nggak mau kamu terbebani karena ocehan mereka. " Istri manapun akan luluh dengan ucapan suami yang penuh perhatian. Begitu pula dengan Swana. Dia terharu sekaligus bahagia. Tidak ada kecurigaan sedikitpun jika Ford berbohong. Dia terlalu percaya pada Ford yang sudah menunjukkan perhatiannya secara nyata pada dirinya. "Iya Ford. Aku percaya kok. Terima kasih sudah mikirin aku. " "Hei, itu tugas suami. " Wajah Swana memerah bahagia. Dia terlihat sangat cantik sampai Ford tanpa sadar terpaku. "Nah, Ford. Ayo makan siang dulu." "Okey, habis itu aku harus kembali ke kantor. " Sayangnya acara makan siang itu tidak berakhir baik. Ford mendadak mual ketika mencium aroma nasi. Dia pun menghabiskan siang itu ke wastafel karena muntah. 'Mengapa sekarang Ford yang muntah-muntah?' batin Swana. Dia pun sadar jika akhir-akhir ini tidak pernah mengalami mual-mual. "Swana, aku merasa sekarat. " "Sabar ya. Aku akan bawakan teh hangat biar perutmu lebih baik. " "Ya. " Ford kemudian mengambil ponselnya dan mengirim pesan pada Brain untuk membawa berkasnya ke rumah. Untuk hari ini dia bisa menggila jika mual-mual di kantor. Jadi lebih baik beristirahat di rumah sambil menyiapkan perjalanannya bersama Swana. Tbc.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD