Brandon Cowel.

1467 Words
Swana Pov. Penglihatanku menangkap keringat di pelipis Ford. Mungkin saja pertentangan batin tengah terjadi pada dirinya. Apa dia merasa sedang bersalah, atau memikirkan kembali rencananya dengan Cindy? Siapa yang tau? Yang aku tau, saat ini rencanaku setengah berhasil. Aku menyerang titik lemah Ford yaitu bayangan ibunya. Kemarin aku mencari sosok Suzy Amartha pada ruang kerja Ford. Aku beruntung menemukan album lama di tengah-tengah rak buku. Dari sana aku menyadari jika Suzy menyukai kebaya modern. Seleranya mirip dengan Mbak Betty. Aku pun menjadi lebih bersemangat memakai gaun merah brokat mirip kebaya yang mbak Betty sarankan. Ini semua Berkat informasi dari Mr Ruben, aku jadi tau seberapa rapuhnya jiwa Ford. Dia menutupinya dengan sikap dingin, sok berkuasa dan dominan pada musuhnya. Yah, jauh dari itu semua aku menyadari jika Ford begitu merindukan sosok ibunya. Dia mencari-cari dan berharap menemukan sosok ibunya pada jutaan wanita di seluruh dunia. Dan nasib mempertemukan kesamaan fisik Cindy dengan ibunya. Itulah mengapa Ford sangat mencintai Cindy. Bahkan menuruti keinginan picik, gila dan egois Cindy. Rasa cinta Ford begitu besar, aku bahkan bisa menggambarkan besarnya cinta Ford pada Cindy seperti ini. Andai Cindy meminta Ford membunuh orang, maka dia tidak akan ragu melakukannya. Sungguh cinta yang dalam sekaligus mengerikan. 'Ford sangat nggak beruntung dapatin sosok yang mirip sama fisik ibunya punya sifat gila. ' 'Padahal Mr Ruben bilang Suzy Amartha adalah wanita murah hati dan penyayang. Dia tidak gila harta atau terlena dengan gemerlap hidup Manhattan yang menggoda. ' "Mengapa kamu nampak pucat Ford? Apa kamu baik-baik saja? " "Nggak apa-apa. Hanya sedikit lelah." Aku mengeluarkan sapu tangan, dengan sedikit usaha, sapu tangan itu menjadi bentuk kepala anjing. Lalu mengusap keringat Ford dengan sapu tangan berbentuk kepala anjing itu. Berkat sapu tanganku, Ford semakin pucat. Sejujurnya aku merasa bersalah karena meminta informasi dari Mr Ruben tentang ibu Ford. Apalagi informasi itu aku manfaatkan untuk menyerang nurani Ford untuk diriku sendiri. Tidak heran Ford saat ini seolah sedang mengalami guncangan. 'Apakah aku kasihan pada Ford? Tentu saja iya, rasa cintaku jelas mengasihani Ford, tapi hatiku yang terluka menyuruh untuk memberi pelajaran pada Ford. ' Suara pintu mobil terbuka. Aku menarik nafas sebelum turun. Dunia dibalik pintu mobil ini adalah ajang pertempuran sesungguhnya. Gaya hidup bohemia, glamour dan Cindy menanti untuk menghanyutkan aku ke bawah. Sebuah tangan terulur di depanku, itu milik Ford. Sungguh luar biasa mendapati dirinya mengubah raut menjadi berwajah datar, tenang dan kharismarik setelah memucat akibat serangan psikologis yang aku lakukan. Ingin sekali aku bertepuk tangan atas itu, tidak mengherankan dia bisa tahan dengan gadis udik sepertiku. Rupanya Ford memang terbiasa memasang topeng yang berlawanan dengan isi hatinya. "Ayo, " ajak Ford dengan suara dalam. Dengan senang hati aku menyambutnya. "Semoga aku nggak malu-maluin kamu. " "Nggak akan, tetap di sampingku dan kamu akan aman. " "Kok kliatannya aku masuk ke kandang singa ya? " tanyaku main-main. Ford menjawab sambil melingkarkan tangannya di pinggangku lalu menyusupkan hidungnya di rambutku yang aku urai ke samping. Dia sangat seksi ketika melakukannya. Kurasa Ford lupa jika ada Cindy di balik aula pameran itu. Atau dia sekarang sedang melakukan pencitraan. "Mereka memang buas. " "Ford... Malu ah. '' Kami melangkah menuju gedung tinggi yang memiliki tingkat keamanan yang ketat. Barikade petugas keamanan yang memanjang menghalangi paparazi merangsek masuk. Ini memang acara pameran, tak mengherankan banyak media yang meliput. Gosip bisa mereka dapatkan di manapun dan kapanpun. Asal berita mereka meledak, mereka pasti menciptakan berita itu. "Mr Ford. Aku senang kau datang dan... Lihat ini, hanya setahun kau berada di Jakarta dan kau sekarang dalam posisi taken. " Pria pirang mendekat menyambut kami. Dia membawa pasangannya yang berambut pirang juga. Aku selalu menyukai mata mereka yang biru. Mereka tersenyum ramah dan ekspresif. Sangat berbeda dengan Ford yang datar. "Hai, Mr Anderson. Ini istriku yang memberiku cap sebagai miliknya. " "Senang berkenalan denganmu, Mrs Broxe, ini istriku Monica. " "Senang berkenalan denganmu Mr Anderson. Dan nyonya Monica. " Sesuai kesopanan kami berjabat tangan. Mrs Monica tampak tertarik dengan gaun yang aku pakai. Dia mengamatiku dan berhasil menangkap perutku yang menggembung. "Ya Tuhan, kau hamil!" pekik Monica antusias. Berkat pekikannya itu, ia menarik perhatian para undangan. Mereka berkumpul ke arahku dan memberikan segala pujian penuh cinta. Entah tulus atau tidak aku tidak ingin berpikir negatif, karena ucapan para tamu terlihat memberi suntikan energi positif pada Ford. Wajah dan matanya melembut ketika telapak tangannya yang besar menangkup perutku yang buncit. "Selamat atas kehamilan istrimu Mr Ford. " "Akhirnya ada pewaris keluarga Broxe. " "Kau nampak cantik pada kehamilanmu nyonya Broxe. " Aku tidak menduga jika acara yang aku dengar membosankan dan penuh kepalsuan ternyata menyenangkan. Hanya saja, aku merasakan energi negatif mengarah padaku. Secara tak sadar aku menangkap bayangan wanita bergaun super seksi dan terbuka menatapku dengan penuh kebencian. Dia adalah Cindy. Wanita yang tega menggunakanku sebagai batu pijakan kebahagiaannya. Wanita yang tidak memikirkan perasaan maupun nasib wanita lain demi keuntungannya. Ini artinya aku tidak akan murah hati padanya. Tap. Tap. Tap. Dia mendekat ke arah kami. Membelah tamu yang mengelilingiku dan Ford. Gayanya masih seksi saat melangkah dengan tubuhnya yang semapai, matanya tetap tajam dalam riasan smoke eye, tapi tatapannya terbesit rasa tidak suka yang tinggi padaku. Aku kini mengambil kesimpulan baru atas dirinya yaitu dia seksi hanya karena pakaiannya yang terbuka. Dia bahkan tidak memiliki daging di dadanya. "Selamat atas kehamilanmu, Nyonya Broxe. " "Terima kasih nona Cindy. Aku harap kamu juga cepat menyusul. " "Tentu saja. Aku bahkan menghitung detik-detik waktu aku menyusulmu. " Aku tidak ingin kalah. Senyum lembut aku pasang untuk mengalahkan pesona liarnya. Gaun warna lembayung yang memiliki potongan kerah V hingga pusar. Menampilkan belahan d**a dan hanya menutupi putingnya. "Kurasa kamu harus ucapkan selamat buat Cindy, Ford. Dia ternyata sudah move on. " Rahang Ford nampak mengeras. Aku melihat kilat putus asa di matanya. Entah apa yang ia pikirkan tapi aku tidak akan mengalah. "Cindy? " Satu lagi pria yang menyapa kami. Dia sangat menakjubkan dengan surai coklat dan mata abu-abunya yang lembut. Pria ini mirip John Dean, aktor tampan jaman dahulu. "Brandon, sudah lama kita nggak---" Secara mengejutkan pria yang dipanggil Brandon itu menuju ke arahku, menjabat tangan dan mencium telapa tanganku. Aku tersentak dengan perlakuan manis pria ini. "Apa dia istrimu, Ford? Oh tentu saja. Aku Brandon, teman Ford dan Betty ketika kami di Colombia. " Oh wow, rupanya mbak Betty melakukan rencananya. Dia benar-benar menyuruh seseorang buat memanasi Ford. Dan tadi, dia bahkan mengabaikan Cindy yang menyapanya. Lihat saja sekarang. Wajah wanita itu memerah karena marah. Ekspresinya sudah jauh terdistorsi. Semua ini pasti tidak sesuai rencananya. "Ya, dia istriku.'' Ford mengambil tanganku dari Brandon. Tapi pria itu seolah tidak mau melepas tanganku. "Tapi kenapa aku nggak liat cincin nikah? Kau lupa belikan istrimu cincin? " Deg. Aku juga baru sadar jika tidak pernah mengenakan cincin nikah. Pernikahan kami hanya sekedar tanda tangan berkas. Tidak ada resepsi, ikrar atau apapun. Saat itu aku tidak menuntut banyak karena memang merasa bersalah atas pernikahan ini. "Itu karena Ford mau membeli cincin pernikahannya di sini. Dia nggak sempat pesan cincin di Jakarta karena harus ke Manhattan secepatnya. " Ford yang masih dingin mengangguk. "Kau dengar, aku mau belikan dia cincin terbaik di pameran perhiasan ini. " "Ow, aku tau kamu nggak mungkin mau cincin biasa saja. Jangan khawatir, perusahaan kami punya berlian yang dipotong super rapi dan halus. Aku harap bisa menguras kantongmu, Ford. " "Menguras kantongku? Kau bercanda. Berlian yang bisa nguras kantongku belum ditemukan. " Diam-diam aku ingin tertawa. Mereka seolah bersaing satu sama lainnya. Ford begitu fokus pada Brandon dan sama sekali lupa jika ada Cindy di samping Brandon, dia diabaikan sepenuhnya oleh Brandon dan Ford. "Kau benar, soalnya berlian yang asli ada di depanku. " Brandon melihatku dengan senyum super tampannya. "Ahem, Ford. Bisa kita bicara sebentar. Aku rasa urusan kita soal pekerjaan ada yang perlu dibicarakan lebih lanjut. " Sebelum Ford menjawab, Brandon memotong. "Yah, kalian bicaralah. Aku ingin berbincang sama nyonya Broxe. Kurasa dia bintang malam ini. Jadi aku mau minta tolong buat nyonya Broxa buat bawakan satu perhiasan perusahaan kami. " Aku menduga jika Brandon memang berusaha menghalangi Ford pergi bersama Cindy. Jadi Brandon Cowel menatapku seolah b*******h dan ingin menerkam. Dia mengamatiku dari ujung kaki hingga ke atas. Ternyata itu sukses membuat Ford menolak tawaran Cindy. "Cindy, kita bicarakan urusan bisnis nanti. " "Tapi---" "Cindy tolong. Saat ini bukan waktu yang tepat. Besok kita bicarakan urusan kita, okey. " Cindy berwajah mengerikan untuk digambarkan. Dia berbalik dan mengabaikan pandangan geli para tamu lainnya. Akhirnya, rencana untuk meretakkan hubungan mereka berhasil. Aku yakin besok Ford dan Cindy akan bertengkar hebat. 'Terima kasih mbak Betty. Brandon emang cerdas. ' Ford pun sekarang berada di sisiku, mengawasiku seperti Singa mengawasi mangsanya karena tidak mau mangsanya di curi Hiena. Tbc.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD