Makanan

1334 Words
Swana Pov. Sepulang dari rumah sakit, aku menuju kamarku. Sudah kuduga jika ruangannya akan berdebu jika sehari tidak di bersihkan. Apa lagi tidak ada pendingin udara di sini. Aku pun segera mengambil sapu dan kemoceng. Ruangan ini harus tetap bersih agar janinku tidak terpengaruh. Bagiku bayiku adalah anugerah luar biasa karena bisa membuatku memiliki keluarga lagi. Set. Set. Hachim.... Oh, ini lebih buruk dari dugaanku. Wajar saja karena musim kemarau di Jakarta akan menerbangkan debu ke mana-mana. Tok. Tok. Tok. "Nyonya Swana... " Aku menoleh ke arah pintu. Tuan Ford berdiri di pintu dengan rasa terkejut dan sorot mata yang tidak bisa aku artikan. "Ya tuan? " "Apa yang kau lakukan? " Suara Ford terdengar dari arah pintu kamar. "Oh, tuan. Saya sedang bersih-bersih kamar." Wajah tuan Ford mengeras, matanya menjadi lebih dingin dari yang pernah aku lihat. Aku menggigil ketakutan karena sikapnya. Dia seperti predator yang ingin memakan mangsanya. "Ikut aku. " Ford menarik tanganku dengan lembut tapi aku juga merasakan ketegasan dalam pegangannya. Dia membawaku ke ruang tengah di mana para pelayan dan kepala pelayan--Lely menunggu dengan wajah pucat. Aku tidak tau kesalahan apa yang mereka perbuat. Mengapa mereka disuruh berdiri seperti anak sekolah yang menunggu hukuman. Ford kemudian melepas pengangannya. Dia memasukkan tangannya ke saku dan berjalan ke depan para pelayan. Sungguh sangat elegan dan tampan. Tapi aku tidak boleh terlalu lama menatapnya, dia tidak dalam jangkauanku. Aku dan dia hanya terikat sementara meski tuan Ford tidak mengatakan langsung. Jadi aku hanya menundukkan kepala. "Duduklah dulu, Swana. " Aku mendongak. 'Apa dia menyuruhku duduk?' "I-iya. " Yang kulihat hanya ada satu sofa di sana. Karena bingung harus duduk di mana, aku pun langsung duduk di lantai beralas karpet. Itu karena dulu nyonya Lely selalu mengingatkan agar aku tidak pernah duduk di sofa yang mahal ini. Dia bilang aku takkan sanggup menggantinya jika sofa rusak dan kotor. Rahang Ford semakin mengeras. Dia berjalan menuju ke arahku dengan wajah marah. Kembali tubuhku bergetar karena takut. 'A-apa dia akan memukulku? Seharusnya aku tidak boleh duduk di karpet? Pasti karpet ini sangat mahal. Mengapa aku sebodoh ini' Rasa putus asa menerjangku. Sebentar lagi Mr Ford pasti akan memakiku karena duduk di karpet, seharusnya aku duduk di lantai. Aku menyiapkan diri untuk dihina olehnya. Hiks. Aku hampir terisak dengan air mata yang menggenang--mengancam turun. Set. Tanpa kuduga, ia mengangkat tubuhku dari lantai dan menaruhku di sofa yang selama ini tidak pernah aku sentuh. Aku terkejut dengan tindakan Mr Ford yang di luar dugaan. Sepertinya para pelayan juga ikut terkejut. Tindakan tuan Ford bisa jadi pertanda buruk bagi mereka. "Tuan... ?" "Mengapa kau tidak duduk di sofa? " "I-itu kan benda mahal. Kepala pelayan Lely bilang....Mm aku tidak ingin merusaknya jika aku mendudukinya. " Ford menarik nafas keras. Dia memandang Lely--kepala pelayan, dengan dingin. "Beri aku penjelasan yang masuk akal, Lely. Mengapa nyonya di rumah ini tidak bisa duduk di sofa?" "I-itu. Dia kan hanya gadis miskin tuan. Swana tidak pantas untuk menjadi istri anda. " Plak! Sebuah tamparan mendarat di pipi Lely. Tapi yang menamparnya bukan tuan Ford tapi asistennya. "Siapa kau? Apa posisimu hingga bisa memutuskan siapa yang pantas buatku dan tidak? " Bola mata nyonya Lely bergetar. "Tapi tu-tuan... " Plak! Sebuah tamparan kembali melayang di wajah Lely. Dia kemudian diam tak berani berbicara. "Dasar nggak tau diri. " Lely menunduk. Hanya air mata yang kini mengalir di pipinya. "Kalian semua dipecat. Aku tidak mengira jika kalian melecehkan nyonya Broxe di rumahnya sendiri. " "Apa~Tuan...maafkan kami. Tolong jangan pecat kami. " Aku yakin Lely tidak mengira jika harus kehilangan pekerjaan. Begitu pula pelayan yang lain. Besar gaji si sini tidak mungkin ia dapatkan di manapun di kota ini. Apalagi dengan pekerjaan sebagai pelayan. Ford memang sangat murah hati tentang gaji karyawannya. Wajah Lely terlihat memucat karena keputusan Mr Ford. "Tuan tolong jangan pecat kami. Tolong tuan... " mereka semua mengiba. Sejujurnya aku tidak tega melihatnya. "Brain, urus mereka dan sediakan pelayan baru di rumah ini. Dan kalian, aku harap ada yang sudi mempekerjakan pelayan yang menghina nyonya rumahnya sendiri seperti kalian. " Para pelayan menunduk malu dan menyesal. "Usir mereka. " "Baik. " Semua ini terlalu mendadak. Aku sungguh tidak mengharapkan para pelayan itu dipecat. "Mengapa kau memecat mereka? " Jujur aku merasa kasihan pada mereka. Apa lagi sangat sulit mencari pekerjaan di Jakarta. "Itu karena mereka tidak kompeten. Seharusnya mereka berpikir seribu kali sebelum membiarkan nyonya rumah membersihkan kamar, tidak memiliki pendingin udara dan melarangnya duduk di rumahnya sendiri. Juga menghina dan menyuruhnya bekerja. " Lely masih menunduk. Dia kemudian meninggalkan ruangan bersama pelayan yang lain. Aku ingin menolong mereka tapi sadar jika ucapan Mr Ford tidak pernah di bantah. "Suruh koki menyiapkan makanan. " Akhirnya Mr Ford memberi perintah yang membuat suasana tidak lagi tegang. Para koki di dapur pun segera menuju dapur dan memasak. Aku yakin mereka akan mengerahkan seluruh keahliannya agar Mr Ford senang. Terutama karena Mr Ford sudah memecat seluruh pelayan dan menggantinya dengan yang baru. Brain menuntunku ke kamar baru. Aku merasa aneh karena menurutku kamar yang lama sudah bagus, tapi ia memberiku kamar yang lebih bagus lagi. Dekorasi bercat putih dan cream yang hangat dan juga matahari yang masuk melalui gorden berbordil yang unik. Sangat bagus. "Mengapa aku pindah kamar, Tuan Brain? " aku tidak mungkin memanggilnya Pak Brain. Dia jelas warga asing, jadi aku takut menyinggungnya jika memanggilnya Pak. Sebab itu terdengar jika dia sudah tua. "Tolong panggil saya Brain saja, Nyonya. " "Yah, ya, mengapa aku diberi kamar semewah ini? " "Kamar sebelumnya tidak layak bagi nyonya rumah seperti anda. Ini adalah kamar yang seharusnya Lely berikan pada anda. " Aku terdiam, memang kamar ini jauh lebih baik dari sebelumnya. Ada pendingin dan penghangat udara. Sprei dari sutra dan perabotan yang berkilau. Juga ukiran yang sering aku kagumi. "Tapi Brain, bukankah ini hanya sementara? Aku bahkan tidak pantas berada di sini. " Aku melihat tubuh Brain menegang. Dia seperti kehilangan wajah tenangnya."Apapun yang terjadi, saat ini anda adalah Nyonya rumah Broxe. Jadi semua ini pantas anda terima. " "Haaah. Aku masih tidak terbiasa dengan perubahan perlakuan di rumah ini. Semua nampak asing bagiku. " "Boleh aku duduk di sini? " aku bertanya pada Brain. "Semua ini milik anda, nyonya Broxe. Jadi anda boleh melakukan apapun yang anda inginkan. " "..." Ini tidak pernah terlintas di pikiranku jika ini semua milikku. Yang kutau aku hanya numpang. Dan tuan Ford akan menceraikanku ketika berita tentang kami menghilang. Ruang yang memiliki pendingin AC membuatku mengantuk dan terlelap. Siapapun pasti akan mengalami hal sama saat berbaring di ranjang seempuk dan selembut ini. Apa lagi berada di kamar yang kesegaran udaranya bisa merasuk ke tulang. "Oh tidak! " Aku terbelalak saat jam alam membangunkanku. Ini saatnya makan dan harus makan demi janin di perutku. Aku bahkan lupa jika semua pelayan yang biasa menekan dan menghinaku sudah diberhentikan. Jadi tidak ada yang akan mengambil jatah makananku. Itu karena otakku belum jernih setelah bangun tidur. "Ups. " Sebuah tangan mengambil dan menarikku ke dalam pelukan yang hangat. Aku hampir saja berteriak jika tidak mendengar suara lembutnya. "Hei, kenapa jalannya ko cepet banget? Hati-hati, ada bayi kita di sini. " Tangan tuan berada di atas perutku. Tubuhku meremang karena tidak biasa di pegang seorang pria. Dan kejadian malam itu adalah pertama kalinya aku di sentuh pria. "Saya harus cepat, nanti tidak kebagian makanan. " "Tenanglah, pelayan sudah siapin banyak makanan untukmu dan bayi kita. Dan Swana, kenapa kau bersikap formal pada suamimu sendiri. Panggil aku Ford dan hentikan sikap form as l itu, kau istriku bukan pelayanku. " Memang benar aku selama bersikap formal. Meski Ford menyuruhku untuk tidak bersikap formal tapi aku tidak biasa memanggil bos yang menjelma menjadi suamiku--hanya namanya. "I-iya tuan. Eh Ford. " "Itu lebih baik. Ayo kita makan. Bayi kita butuh banyak makanan. " Tbc.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD