Dia menceraikanku

1165 Words
Clara yang baru menyelesaikan pekerjannya. Ia berjalan dengan raut bahagia di wajahnya. Ya, hari ini adalah hari ke sepuluh mereka menikah. Sebagai pengantin baru. Dia selalu ingin merayakan setiap malamnya untuk makan malam atau hanya sekedar jalan-jalan bersama. Meski tidak di tempat mewah dia merasa sangat senang. Dan kali ini tepat hari ke sepuluh. Dia ingin ajak suaminya makan malam bersama di sebuah cafe yang sudah dipesan sebelumnya. Dan semua pelayan di sana sudah menyiapkan hal romantis untuk pasangan itu. Dan akan jadi momen yang sangat membahagiakan nantinya. Dan hampir dua hari, suaminya tidak ada kabar sama sekali. Dan dia juga tidak menelfonya. Tetapi, Clara tidak mau berpikiran negative. Dia selalu berpikir positif jika memang suaminya sibuk. Meski dia juga melihatnya di kantor. Clara, berjalan dengan raut wajah penuh senyuman. Ia menghela napasnya. “Aku tidak sabar, gimana nanti dia kan berbuat hal romantis padaku. Lagian sudah dua hari aku tidak bertemu dengannya.” Gumam Clara. “Nyonya, apa anda ingin pergi ke ruangan tuan?” Tanya salah satu pegawai yang berjalan di depannya. Membuat langkan Clara terhenti. Ia mengerutkan keningnya, menatap pegawai itu. “Iya, memangnya ada apa? Apa tuan tidak ada di kantor lagi?” Tanya Clara. “Ada, nyonya. Tapi sepertinya dia sedang sibuk di dalam.” Ucap pegawai itu. “OO.. Ya, sudah terima kasih. Tapi aku akan tetap masuk ke dalam ruangannya. Kamu tahu sendiri aku istrinya. Jadi, aku bisa keluar masuk sesukaku. Dan tidak ada yang melarangku.” Ucap Clara membungkam bibir pegawai di depannya. “Oo.. Iya, sekarang saya pergi dulu.” Pegawai itu segera pergi meninggalkan Clara. Dan wanita itu tersenyum tipis melihat kepergiannya. “Dasar, memangnya mereka tidak tahu siapa aku. Kenapa melarang aku seenaknya.” Gumam Clara. Dia menarik napasnya, berjalan melanjutkan langkahnya menuju ke ruangan suaminya. Langkahnya berhenti tepat di depan pintu ruangan Rey suaminya. “Apa yang kalian lakukan?" tanya Clara. Menajamkan matanya. Dia berjalan mendekati Rey. "Aku dan dia ada pekerjaan. Dan kenapa kamu di sini?" tanya Rey. Tatapan laki-laki itu terlihat sangat tajam. Kedua matanya mengkerut. Melihat wajah yang semula pemarah berubah jadi wajah wanita polos yang begitu cantik di depannya. Clara mengamati sekelilingnya. Kedua matanya tertuju pada wanita cantik yang berdiri di samping Rey. "Hemm. Aku hanya mencintaimu. Bukanya saat ini kita mau makan malam?" ucap Clara. Tangan Clara mendorong tubuh wanita di samping suaminya. Dan meraih tangan Rey. Memeluk lengannya. Menyadarkan kepalanya di bahu Rey. "Bukanya ini adalah hari ke 10 pernikahan kita. Aku harap kita bisa bersama seperti biasa melewati malam bersama." ucap Clara. Tersenyum manja padanya. Meski dia tahu wajah laki-laki di dekapannya itu kini nampak tidak baik-baik saja. Iya, dia terlihat sangat muram Seakan memendam kekesalan pada seseorang. Namun, Clara mencoba untuk tetap berpikir positif. Dia mengira hanya masalah pekerjaan saja mungkin yang terlalu menumpuk. "Baiklah!" ucap Rey tanpa semangat. Dia segera membereskan mejanya. "Beby. Kamu cepat pergi. Dan kamu sekarang boleh pulang." suara Rey terdengar sangat lemah. Tak seperti biasanya Rey yang terlihat sangat tegas. "Kenapa kamu panggil dia Beby?" tanya Clara. Dia duduk di atas meja kerja Rey. "Turunlah, jadilah wanita yang tahu sopan santun." tajam Rey. Tanpa menatap ke arah Clara. "Baiklah!" Clara menghela napasnya. Meski dia kesal. Tetap berpura-pura untuk tenang dan santai. "Tapi kenapa kamu panggil dia Beby?" tanya Clara lagi. "Memang nama dia itu." Rey berjalan lebih dulu melangkahkan kakinya keluar. "Kamu mau kemana?" tanya Clara berlari menghampirinya. "Bukanya kamu ajak aku makan?" "Oh, iya.. aku lupa." Clara mencoba tersenyum lagi. Ke dua matanya tertuju pada wajah Rey. Dia tetap saja datar. Clara tertunduk. Ia menatap tangan Rey di sampingnya. Tangan itu yang biasa menggenggam tangannya. Tangan yang biasa mengusap lembut kepalanya. Dan tangan yang biasa memeluknya. Kini seakan tangan itu mulai menjauh darinya. Clara menarik napasnya dalam-dalam. Ia memegang sangat erat, menariknya rapat, tas salempang yang menggantung di bahu kirinya. Seperti biasa Rey membukakan pintu mobil untuknya. Dan menutupinya kembali. Tapi kali ini berbeda. Dia tidak tersenyum sama sekali. Rey mengemudi mobilnya dan melaju dengan kecepatan sedang. "Kita kemana?" tanya Rey. Ke dua matanya lurus menatap ke depan. "Aku ingin pergi ke restauran bisa kita bertemu." "Baiklah!" Rey menambah kecepatan mobilnya. Melaju dengan kecepatan tinggi. Sampai di restauran. Suasana masih terlihat sangat dingin. Mereka berjalan tanpa ada suara sedikitpun keluar dari bibirnya. Clara semakin merasa aneh. Ia mencoba menegang tangan Rey. Namun, ditarik olehnya. Seakan dia enggan di sentuh olehnya. Clara tetap tersenyum. Meski hatinya merasa sakit. "Oh, ya. aku sudah memesan tempat duduk khusus untuk kita." ucap Clara. Ia kembali menarik tangan Rey masuk ke dalam dan duduk di nomor 38. Di meja yang sebelumnya sudah dia pesan. Mereka segera duduk, sembari mendengarkan musik klasik yang di mulai di mainkan beberapa pemain musik. Suasana terlihat sangat nyaman dan romantis. Clara meraih tangan Rey di atas meja. Pandangan laki-laki itu masih saja tertuju pada. Tak lama makanan yang sudah di pesan lebih dulu itu. Mulai berdatangan satu-satu. Dan dua gelas minuman sirup berwarna merah itu terlihat begitu menyegarkan. Wajah Rey masih saja terlihat sangat datar. Ia meraih gelas minuman, meneguknya perlahan. "Apa yang kamu lakukan, memesan semua ini?" tanya Rey bingung. "Hello.. Sayang, apa kamu tidak suka. Ini itu kegiatan buat kamu. Dan semua sudah aku siapkan. Meski bukan kamu yang romantis padaku. Setidaknya sebagai wanita aku juga ingin memberikan kejutan padamu" Clara membuka tasnya. Mengambil sebuah kotak kecil hitam di dalam tasnya. "Oh, ya. Kesempatan sekarang. Aku akan bicara padamu." ucap Rey. Duduk bersandar. "Bicara apa?" Clara melipat kedua tangannya di atas meja. Dia mulai memasang pendengaran tajamnya. Rey menghela napasnya. "Maaf, sebelumnya." ucap Rey. Bibirnya terbuka tertutup. "Maaf?" Clara mengerutkan keningnya bingung. "Iya.. Maaf, sepertinya kita harus berpisah." Daarrr…. Hatinya bagai disambar petir di malam hari. Kedua matanya melotot seakan ingin keluar dari kerangkanya. Air mata itu mulai berjatuhan membasahi pipinya. Dadanya terasa sangat sesak. Bernapas saja rasanya sangat sulit. "Apa yang kamu katakan? Apa ini hanya prank? Atau kamu sedang mengujiku?" tanya Clara meraih tangan Rey. "Tidak, aku serius. Pernikahan kita tidak akan pernah di lanjut lagi." Rey menarik tangannya dari genggaman tangan Clara. "Enggak! Enggak! Kamu tidak boleh meninggalkan aku. Kamu tidak akan pernah meninggalkanku." Clara menggelengkan kepalanya. Isak tangis terdengar semakin keras. "Aku tidak mau!" tegasnya. "Terserah kamu. Tapi, kita harus berpisah." Rey bangkit dari duduknya. Menarik dua sudut bawah jas hitam yang membalut tubuhnya. "Kenapa kamu begitu mudahnya mengakhiri semuanya. Apa kamu sudah tidak suka lagi padaku?" tanya Clara. "Tidak!" Rey memalingkan wajahnya. "Ini kunci mobilnya. Kamu bisa pulang sendiri. Jika mau ambillah." Clara bangkit dari duduknya. Rahangnya mulai memegang. Hembusan napas kasarnya terdengar begitu menakutkan. Clara yang terlihat sangat geram. Ia meraih satu gelas minumannya. Menyiram mainkan itu tepat di wajah Rey "Kamu pikir kamu bisa permainan hatiku?" ucap Clara mencoba untuk tetap tegar. Bukanya menenangkan hatinya. Rey mengusap air di wajahnya. Dan segera berjalan pergi meninggalkan Clara sendiri. Arrrrrggg…. Teriak Clara, tubuhnya lemas seketika, ia duduk jongkom sembari menutup ke dua telinganya. Dan trrua berteiak dua kali. Meski semua orang menatap ke arahnya ia tidak perduli. ------------

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD