Bayu baru saja tiba di kota setelah menempuh 8 jam perjalanan jalur darat. Kini ia tengah berada di rumah kos yang jauh sebelumnya sudah disiapkan oleh Aryo, Bapaknya.
Pria berusia 23 tahun itu mendorong sendiri kursi rodanya menuju kursi kecil di ruang berukuran 3 x 3 m tersebut.
"Ya Allah, semoga ini awal Bayu bisa menjadi laki-laki yang bisa membanggakan sekitar. Semoga juga kedepannya Bayu bisa membahagiakan istri dan keluarga hamba kelak." batinnya dengan menutup mata.
Selesai berdoa singkat, Bayu segera mengesot kearah tempat tidur lantai miliknya. Ia harus segera istirahat karena besok pagi harus mulai membuka toko kecil miliknya.
Keesokan harinya Bayu mulai mengais rejeki. Dengan kursi rodanya ia menuju ke sebuah ruko kecil yang menyediakan berbagai macam furniture.
Banyak sekali orang berlalu lalang di pagi hari seperti ini. Mulai dari anak sekolah hingga para karyawan yang bekerja untuk menghidupi keluarganya.
20 menit ia tiba di sebuah ruko yang cukup untuk menampung segala barang yang nantinya akan ia jual. Disana ada satu pegawai yang seusia dengannya, Roy. Mendengar nama itu, membuat sesuatu dalam dirinya berdebar.
"Selamat pagi Mas Bayu," sapa Roy dengan tersenyum hangat.
"Pagi Roy. Pagi sekali kamu sampainya?"
Roy terkekeh geli. "Iya mas. Untuk persiapan nikah sama cewek saya," selorohnya penuh candaan. Menurut Roy sendiri, bercanda dengan Bayu itu menyenangkan. Kebetulan mereka berasal dari kampung yang sama, hanya beda RT saja. Jadi, Bayu pun mengenal calon istri dari Roy.
"Kamu langgeng ya dengan Reina. Saya tidak mengira kalian berdua bisa sejauh ini," ujar Bayu menggelengkan kepalanya.
"Tentu Mas Bay. Reina sudah menjadi hak milik saya," kata Roy dengan percaya dirinya.
Bayu terkekeh mendengar cerita dari temannya
"Permisi, saya ingin mencari kursi gantung untuk view taman apakah ada?" tanya seorang wanita dengan gaya sosialita andalannya.
"Ada, Bu. Mari ikutin saya." ujar Roy sopan. Wanita itu mengikuti langkah Roy menuju tempat dimana barang tersebut berada, sementara Bayu melayani pelanggan di bagian depan.
Sekitar 20 menit wanita itu keluar dengan wajah sumringah nya
"Furniture disini lumayan bagus untuk sekelas toko yang baru buka seperti milik kalian. Saya akan pastikan toko ini menjadi langganan kantor saya," puji wanita itu lalu menyebutkan keinginannya.
Senyuman Bayu dan Roy seketika mengembang. Diawal buka sudah mendapatkan calon langganan pasti.
"Alhamdulilah. Matur nuwun Gusti Allah," ucap Roy dengan wajah penuh rasa bersyukur.
Wanita tadi tersenyum melihat anak muda didepannya. "Apakah ada kontak yang bisa dihubungi jika saya ingin memesan furniture dari sini lagi?" tanyanya.
"Ada Bu tentu aja," seru Bayu cepat lalu mengambil kertas dan menuliskan nomornya. Pria itu menyobek kertas menjadi kecil dan menyerahkan kepada wanita dihadapannya.
"Terima kasih. Saya permisi." pamitnya berjalan keluar dari toko tersebut.
Roy dan Bayu langsung melakukan aksi tos nya sebagai rasa bersyukur.
***
Raina mengusap peluh yang membasahi wajahnya. Ini sudah bulan ke 5 putra bungsu nya masih terus menjalani perawatan intensif karena pembengkakan pembuluh darah serta kelainan jantung. Meskipun sudah sadar namun Gala masih tidak boleh banyak bergerak.
Selama 5 bulan ini pula Raina harus pulang-pergi Indonesia Belanda karena kepentingannya di kantor sebagai Divisi Desain. Ingin sekali ia menangis karena badannya terasa drop namun sebisa mungkin menahannya.
Disaat masalah anaknya belum selesai, ia juga sering mendapatkan kiriman bunga mawar dan hanya setangkai saja jumlahnya. Seperti saat ini ia baru saja membuka tulisan dibalik bunga mawar tersebut
From: Mr Ke
Seuntai rindu tak akan bisa terasa tanpa adanya pertemuan.
Aku selalu sabar menanti waktu dimana saat bersama denganmu itu tiba.
Dengan segenap hati, aku berjanji akan membahagiakanmu beserta ketiga malaikat kecilmu.
Tunggu saja sampai waktu itu tiba, maka aku benar-benar menjemputmu.
Raina meremas kertas tersebut hingga tak berbentuk. Ia sungguh muak dengan semua yang terjadi selama beberapa bulan ini.
"Dek, jangan melamun," tegur Rafel saat melihat Adiknya diam dengan pandangan yang kosong.
"Ha-h? O-oh iya Kak hehe...." Raina cengengesan menutupi segala beban pikirannya.
"Kamu jangan terlalu banya fikiran. Harus sering berpikiran yang baik karena apa yang terjadi itu tergantung sugesti kita," ujar Rafel mengelus rambut pirang Adiknya.
"Tidak ada seorang Ibu yang bersantai disaat salah satu anaknya dalam keadaan koma," isak Raina yang sedari tadi ia tahan mati-matian.
"Iya Kakak mengerti. Tapi mereka juga akan bersedih saat tau Bundanya menangis. Setiap anak mempunyai ikatan batin dengan orang tua nya Rain."
Raina menunduk dengan tubuh yang bergetar. Hati Ibu mana yang kuat melihat anak yang selama 9 bulan ia kandung kini harus down sampai menggunakan alat-alat yang menempel pada tubuhnya?
"Hati Rain sakit Kak. Sakit sekali sampai terkadang Rain ingin menyerah. Rain sering berfikir, untuk apa bertahan sedangkan sandaran nya pergi? Tapi akhirnya Tuhan kembalikan kesadaran Rain, kalau masih ada mereka bertiga yang bakal jadi sandaran untuk Rain," ucap Raina mengeluarkan segala uneg-uneg nya.
"Kamu tau bukan kalau Kuasa Tuhan itu gak ada batasnya? Kamu minta apapun sama Tuhan, pasti diberi meskipun tidak secara langsung. Semua membutuhkan proses dan tidak ada yang instan. Sama seperti Gala yang harus rajin melakukan pengobatan supaya kondisinya kembali normal," jelas Rafel bijak.
Raina menunjukkan kepalan kertas itu kedepan mata Rafel
"Apa ini definisi manusia Bastard? Bagaimana mungkin dia akan mencelakai Raina disaat keadaan sedang tidak baik-baik saja?!" sarkas Raina kelewat emosi.
"Sudah, jangan marah terus. Lebih baik kamu segera ganti baju terus berangkat ke kantor," ucap Rafel mengalihkan suasana yang mulai menegang.
Raina menghela napasnya pelan. "Baiklah."
***
Selamat pagi Bu
Jangan lupa makan yang teratur Bu
Sapaan dan perhatian dari para karyawan di LC hanya dibalasi oleh Raina dengan senyuman tipis. Rasanya ia tidak memiliki mood untuk tersenyum akhir-akhir ini.
"Raina, maaf."
Raina memutar matanya malas saat mendengar suara tersebut. Rasanya kepala cantiknya itu ingin meledak saat ini juga karena terlalu banyak beban yang menghinggapi otaknya. Tidak hanya fisik, batin pun ikut terguncang karena banyaknya masalah.
"Sudah saya maafkan," sahut Raina dingin.
"Jangan seperti ini Raina. Saya tidak bisa kamu hiraukan seperti ini," kekeuh Juliano. Ya, seperti tak tahu malu. Pria itu kembali mengganggu Raina setelah dibuat bonyok oleh Luke beberapa bulan lalu.
"Memangnya saya pernah merespon anda? Sepertinya saya juga tidak pernah menanggapi secara gamblang pendekatan anda selama ini."
Skakmat! Raut Juliano berubah keruh mendengar penuturan karyawan nya. Selama ini ia selalu dikejar oleh kaum hawa, dan disaat ia mengejar justru ditolak. Apa ini karma dari Tuhan untuknya?
"Tap--"
"Bu Raina, saya kira belum tiba," ujaran Mbak Lala memotong perkataan Juliano. "Selamat pagi, Pak." lanjutnya menyapa.
Juliano tersenyum paksa, "Pagi."
"Kami permisi." pamit Raina dan berlalu bersama Lala.
Setibanya di ruangan, Mbak Lala langsung memberikan setumpuk rekap dokumen agar segera diperiksa Raina.
"Maaf dek. Rekap hari ini banyak sekali," ucap Mbak Lala dengan raut bersalahnya.
"Tidak masalah Mbak. Ini sudah menjadi tugasku," jawab Raina sembari tersenyum. Wanita itu langsung mengecek rekap yang diberikan Mbak Lala, sementara sang pemberi tugas duduk tegang dihadapannya.
"Tegang sekali Mbak. Duduk di sofa sembari bersantai lebih enak," ucap Raina tanpa menatap lawan bicaranya. Mbak Lala menanggapi dengan cengengesan. Sebenarnya punggungnya sudah pegal menunggu seperti ini namun ada yang lebih pegal daripada duduknya sekarang.
***
Malam ini Bayu tengah terlentang di kos nya dengan menatap langit-langit kamarnya. Sejak pertama melihat wanita yang ia ketahui bernama 'Raina' itu, Bayu selalu merasakan gelenyar tiap melihatnya. Ia memegang dadanya yang terasa berdentum cepat.
"Apa saya jatuh cinta dengannya? Tetapi saya cinta dengan Melisya. Mana mungkin saya mencintai dua perempuan sekaligus," gumamnya.
Tak lama Bayu menggeleng. "Tidak. Saya tidak boleh mencintai Raina. Kita berdua berbeda keyakinan. Jika saya mencari kiblat sebagai tempat pulang, dia akan mencari salib untuk menenangkan."
Tok!
Tok!
"Mas Bay? Ada di dalam kah?" tanya seseorang dibalik pintu.
"Ada sebentar!!" teriak Bayu dari dalam. Pria itu mengesot menuju pintu kos nya.
Terlihat Roy membawa bungkusan berwarna hitam dengan senyum lebarnya. Setiap menyebut nama itu, Bayu selalu merasakan gelenyar yang sama saat ia bertemu Raina.
Apa yang terjadi? Mengapa setiap menyebut nama Roy ataupun Raina, selalu merasakan sesuatu yang berbeda. Batin Bayu bermonolog.
"Mas Bay, ini Roy bawakan martabak." kata Roy membuyarkan lamunan Bayu.
"Ya sudah ayo duduk Roy. Kita makan bersama." ajak Bayu lalu menggeser tubuhnya dari pintu.
Mereka berdua makan martabak tersebut dengan sesekali membahas perihal toko yang mereka dirikan secara bersama tersebut.
***