Sabar Itu Cantik

1285 Words
Di Pagi hari yang masih gelap, jam dinding menunjukkan pukul 05.00 wib. Bunyi alarm yang sengaja ku pasang di ponsel ku sejak semalam, kini membangunkan aku di pagi nan sejuk ini. Terdengar rintik-rintik hujan di luar yang membuatku ingin menarik selimut lebih lama lagi, tapi ku urungkan saja niat itu mengingat aku belum melaksanakan kewajiban sebagai seorang muslimah. Ku lirik ke sisi ranjang sebelahku, nampak mas Haris masih tertidur dengan lelapnya. Tumben sekali dia belum terbangun, biasanya sebelum subuh sudah ada di kamar mandi. Entahlah, aku sendiri pun tidak ada niatan dalam hati untuk membangunkannya seperti pagi-pagi sebelumnya. Masih ada rasa kesal pada suamiku itu jika ku ingat perlakuannya kemarin. Tanpa berbasa-basi, langsung saja aku bergegas bangkit dari tempat tidur dan menuju ke kamar mandi. Ku basuh wajah beserta anggota tubuh lainnya yang termasuk bagian wudhu dengan guyuran air dingin yang seketika menenangkan saraf-saraf di kepala ku ini. Ku langkahkan kaki menuju mushola kecil yang ada di dekat dapur, dan segera ku tunaikan kewajiban dua rakaat. Pagi ini sengaja aku memilih sholat di sini untuk menghindari mas Haris. Aku hanya merasa dia kurang peka dengan kejadian kemarin. Biarlah aku butuh ketenangan diri untuk sementara ini dan tidak ingin bertatap muka dulu dengan suamiku itu. Selesai sholat seperti biasa, aku mengambil mushaf Al-Qur'an dan mulai melakukan muraja'ah. Membaca ayat suci Al-Qur'an di pagi hari setelah shalat subuh, di percaya dapat memberikan ketenangan batin. Hal ini tentu persis sama seperti yang aku butuhkan saat ini. Setelah menyelesaikan ritual pagi ku, aku pun bergegas menuju dapur dan membuatkan kopi untuk mas Haris. Lalu, ku antarkan kopi itu ke dalam kamar. Di dalam kamar aku sedikit keheranan dengan perilaku mas Haris, karena aku melihat suamiku masih terbaring diatas kasur. "Tumben belum bangun" gumam ku dalam hati. Aku yang masih heran dengan tingkah mas Haris yang tak biasa, akhirnya memutuskan untuk mendekati suamiku. Ku pegang lembut pipinya yang sedikit terasa hangat lalu berpindah ke dahinya pun sama hangatnya. "Astaghfirullah, mas! Kok anget gini?" Tanyaku panik. Sedangkan yang ditanya hanya diam saja tak merespon. "Mas tunggu sini ya, adek ambil air untuk kompres dulu ya" Ucapku lagi yang sudah kepalang panik. Tanpa menunggu jawaban dari suamiku, aku langsung bergegas menuju dapur dan mengambil air dalam baskom kecil untuk mengompres mas Haris. Tak lupa aku pun mengambil waslap yang ada di lemari pakaian di sudut kamar kami. Rasa acuh tak acuh yang sempat bersemayam saat bangun tidur tadi sudah hilang menguap entah kemana, dan berganti dengan rasa khawatir yang teramat sangat. Setelahnya pun, langsung ku buka selimut yang membungkus hampir seluruh tubuh suamiku perlahan dan menyisakan bagian wajahnya saja. Lalu, mulai ku tempelkan kain waslap yang sudah direndam air sebelumnya ke dahi suamiku. Aku kembali lagi ke dapur untuk membuatkan teh manis hangat dan tak lupa ku bawakan air putih hangat untuk suamiku itu minum obat. Ting.. ting.. Ting.. Ting.. Ting.. Ting.. Terdengar suara dentingan mangkok yang berasal dari luar pagar rumah kami. Tanpa pikir panjang langsung ku sambar Khimar instant milikku yang berada di gantungan belakang pintu, dan segera berlari keluar untuk menghentikan si empunya suara mangkok itu. Ku arahkan pandangan ke kanan dan kiri pagar, Ahh untung saja si tukang bubur langganan warga komplek masih terlihat. Aku masuk lagi ke dapur dengan sedikit tergesa untuk mengambil mangkok dan bergegas keluar lagi menuju ke tempat tukang bubur berada. "Lek tumbas lima ribu, sama molennya 2 ya." (bang beli lima ribu, sama pisang molennya 2 ya) pintaku pada si tukang bubur. Tanpa menjawab ucapan ku, si Abang tukang bubur langsung meracik pesanan ku dengan cekatan. Setelah selesai, langsung ku serahkan uang sepuluh ribuan dan aku menerima lembar uang seribu dan dua ribu rupiah sebagai kembalian. Lalu, aku membawa pulang ke rumah semangkuk bubur dan plastik isi molen. Ku ucapkan terimakasih kepada si Abang tukang bubur, dan bergegas segera berjalan kembali menuju kerumah. "Mas ini bubur di maem buat sarapan sama molen juga" Pintaku pada mas Haris dengan suara yang ku buat selembut mungkin. Namun, Mas Haris tak menjawab dan juga tidak merubah posisi tidurnya. Kompres yang ku tempelkan di dahinya tadi pun telah berpindah ke baskomnya lagi. Aku pun tak tau dia mendengar ku atau tidak. Ku raba pipinya yang masih terasa hangat. Mungkin mas Haris masih ingin istirahat, baiklah aku akan mengalah. Aku lebih memilih untuk kembali ke dapur dan menyiapkan sarapan dengan segera. *** Jam di dinding telah menunjukkan pukul 8 pagi, sesaat lalu aku baru saja selesai masak dan merapihkan alat-alat yang ku gunakan tadi. Setelahnya, ku rebahkan diriku sebentar di kasur kecil didepan TV tanpa berniat menyalakan si layar kotak di depanku ini. Aku lebih memilih meraih ponselku dan membuka aplikasi hijau. Tak ada chat masuk. Iseng aku membuka stori w******p teman-teman yang kontaknya tersimpan di ponselku. Ku buka satu persatu secara urut dan teratur dimulai dari yang teratas hingga yang paling bawah. Namun, tak ada yang menarik dari stori mereka, aku pun menutup ponselku dan beranjak ke kamar untuk melihat keadaan suamiku. Ku buka pintu kamar perlahan dan ku tutup kembali dengan hati-hati agar tidak menimbulkan suara apapun. Ku dekati suamiku yang masih memejamkan mata itu. Ku usap pipinya lembut yang sudah tidak sehangat tadi pagi. Tak sengaja mataku melihat ponsel milik mas Haris tergeletak di dekat bantal tak jauh dari tempatnya terlelap. Iseng, aku pun mengambilnya dan membuka aplikasi hijau di sana. Beruntung, ponsel mas Haris tidak diberikan sandi hingga aku dengan leluasa membukanya. Ku buka chat yang terakhir kali menghubungi suamiku dari nomor kontak bernama Anita. Tidak ada yang mencurigakan, isinya sama persis dengan yang kemarin sore di ucapkan mas Haris kepadaku. Ku scroll dan terus scroll tetapi tidak ada yang mengkhawatirkan. Ku tutup chat dari Anita dan beralih ke stori w******p milik teman-teman mas Haris. Ku buka satu persatu dan seketika terhenti di stori milik Anita. Di ponsel mas Haris, kini menunjukkan sebuah potret kebersamaan keluarga dengan senyum yang mengembang. Ada ibu mertuaku, kakak-kakak mas Haris beserta pasangan dan anak-anaknya masing-masing, dan juga Anita. Ku perhatikan baju yang di pakai suamiku adalah baju yang kemarin dia gunakan saat dia pamit mengunjungi ibunya. Sesaat aku tertegun, mereka mengadakan sebuah acara yang entah acara apa itu, dan entah di adakan dimana, lengkap dengan keluarga besar mereka dan tanpa aku. Ku coba membuka ponselku kembali dan berniat mencari stori atas nama Anita. Namun sialnya, tidak ku temukan potret keluarga besar mereka yang sama seperti di ponsel mas Haris. Aku tidak habis pikir, Kenapa Anita menyembunyikan stori w******p nya dariku.? Ku cari nomor kontak kakak-kakak mas Haris guna melihat isi stori mereka. Dan, sama. Tidak ku temukan juga di ponselku. Lalu aku beralih lagi ke ponsel mas Haris, dan lagi-lagi ku temukan potret yang sama dengan nama kontak yang berbeda dengan yang tadi, yang saat ini ku lihat adalah milik Mba Meli. Duar! Hatiku seketika memanas, ku pandangi suamiku yang masih memejamkan matanya. Tak terasa air mataku terjatuh seiring panasnya hatiku mengingat perlakuan mereka. Apa mereka pikir aku bukan bagian keluarga mereka? Ku coba meredam emosi dengan memejamkan mata seraya beristighfar. Sepertinya aku butuh kekuatan lebih banyak dari biasanya untuk saat ini yaa Rabb. Setelah aku mampu menguatkan hati, kembali aku mencari kontak milik kakaknya mas Haris yang bernama Intan. Beruntung, tidak ku temukan stori w******p milik Mba Intan, baik di ponsel milikku maupun di ponsel milik mas Haris. Kakaknya mas Haris yang satu itu memang cukup baik dengan ku. Ada denyut yang terasa amat perih dalam hati ini. Biarlah, akan ku tanyakan maksud mas Haris beserta keluarganya nanti setelah dia sadar. Dan juga, maksud dua saudaranya yang menyembunyikan stori mereka dariku tapi tidak dengan mas Haris. "Sabar itu cantik" gumamku untuk diriku sendiri. Aku harus kuat menghadapi mereka, demi mempertahankan rumah tangga yang baru saja ku jalani ini. ... Bersambung... Jangan lupa like komen dan share bestiee...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD