Marwa kini sudah bersimbah darah. Darah itu mengalir sangat banyak hingga mengenai lantai apartemen. Marwa terkapar, tidak sadarkan diri.
“Aldo, apa yang sudah kamu lakukan? Kamu sudah membunuhnya,” lirih Jihan. Ia ketakutan.
Aldo panik. Ia berjalan hilir mudik seraya memegangi mulutnya. Sesekali, ia tatap tubuh Marwa yang masih terkapar tidak bergerak sama sekali.
“Aldo, kenapa diam saja? Apa yang harus kita lakukan? Kalau ada yang tahu, kita bisa kena penjara.”
Aldo pun mendekati tubuh Marwa. Ia lihat tubuh Marwa sudah kaku. Tapi ketika ia sentuh nadi wanita itu, madi Marwa masih bergerak namun sangat lemah.
“Bagaimana?” tanya Jihan.
“Dia masih hidup. Tapi aku rasa tidak lama lagi ia akan mati. Aku yakin itu.”
“Lalu bagaimana?” tanya Jihan.
“Kita akan bawa dia keluar dari apartemen lalu kita buang tubuhnya.”
“Kamu serius? Tapi bagaimana caranya kita membawanya keluar dari apartemen? Bagaimana kalau nanti ada yang melihat kita? Aldo, aku tidak mau dipenjara. Aku tidak mau, aku masih mau hidup dengan tenang. Kamu juga, ngapain kamu pakai menampar dia segala?”
“Kenapa kamu malah menyalahkan aku? Aku melakukan hal itu karena ingin melindungi kamu. Sekarang kamu malah menyalahkan aku!” Aldo berkacak pinggang. Ia memikirkan cara, bagaimana ia membawa tubuh Marwa keluar dari apartemen.
Jihan hanya diam. Ia pun ikut berpikir, bagaimana caranya mereka membawa tubuh Marwa keluar dari apartemen. Lalu Jihan pun melihat sebuah kursi roda dan ia mendapatkan ide.
“Aldo, kita bawa saja Marwa pakai kursi roda. Ada perban nggak? Tutupi lukanya dengan perban. Kalau ada yang bertanya, katakan saa Marwa pingsan lagi dan kita akan membawanya ke rumah sakit.”
“Ide yang bagus. Lagi pula Marwa tidak punya siapa pun di sini, jadi tidak akan ada yang mencarinya. Ayo, bantu aku,” ucap Aldo.
Jihan mengangguk. Wanita itu segera membantu Aldo, lalu ia segera mengenakan pakaiannya dengan baik dan mengikuti langkah kaki Aldo menuju basement tempat Aldo memarkirkan mobilnya.
“Aldo, kita mau buang Marwa kemana?
“Aku belum tahu. Kita terus saja dulu.”
“Tapi ini kita sudah jauh. Lama-lama nanti kita bisa sampai di puncak,” ucap Jihan.
Tiba-tiba saja, Aldo menghentikan laju mobilnya di tepi sebuah Semak belukar. Kawasan itu itu sangat sepi hingga nyaris tidak dilalui oleh siapa pun di sana.
“Kita buang di dalam sana,” ucap Aldo.
“Tapi bagaimana kalau ada yang tahu.”
“Tidak, tidak akan ada siapa pun yang tahu. Aku tahu betul tempat ini, tempat ini sangat sepi dan dipercaya angker oleh masyarakat sekitar. Ayo, kita harus melakukannya dengan cepat.”
Jihan mengangguk. Ia pun ikut membantu Aldo.
Aldo menggendong tubuh Marwa. Membuang tubuh itu ke tepi sebuah jurang bersama kursi roda milik Marwa. Tubuh Marwa berguling ke bawah jurang.
“Hahaha … Mampus kau, Marwa. Sudah aku bilang, jangan macam-maca denganku. Sekarang rasakan akibatnya. Selamat bersenang-senang di sana. Selama menyusul ayahmu ke neraka,” ucap Aldo seraya tertawa.
“Aldo, ayo cepat pergi! Aku tidak mau ada yang melihat kita di sini.” Jihan memerhatikan sekitar. Ia tarik tangan Aldo, menyuruh pria itu segera meninggalkan lokasi tempat mereka membuang Marwa.
Aldo mengangguk. Ia dan Jihan pun segera meninggalkan tempat itu. Mereka kembali ke apartemen, membersihkan sisa tragedi yang ada lalu melanjutkan keintiman mereka tanpa rasa bersalah dan berdosa.
***
Kota Bogor, salah satu spot perkemahan.
“Dokter Farhan, bagaimana menurut anda tempat ini? Apa semalam anda menemukan hal yang ganjil? Kata masyarakat sekitar, tempat ini adalah tempat yang angker. Mereka sudah melarang kita untuk berkemah di sini,” ucap Kenar—asisten Farhan.
Farhan malah tersenyum seraya melenturkan setiap persendiannya. Udara pagi di sini memang cukup menusuk kulit dan tulangnya. Terasa sangat dingin.
“Saya justru suka di sini. Kamu sendiri bagaimana? Apa kamu menemukan hal yang aneh? Jujur saja, saya tidak begitu percaya dengan hal mistis semacamnya. Saya percaya akan adanya jin, tapi bukan buat ditakuti.” Farhan tersenyum.
Kenar memberikan segelas kopi panas yang baru saja ia seduh kepada Farhan, “Iya, saya juga merasa nyaman kok di sini. Lokasi ini bahkan terbilang sangat aman dari predator. Mengenai hal mistis? Saya pun tidak merasakannya.”
“DOKTER … DOKTER … ADA MAYAT, ADA MAYAT!!” Farhan dan Kenar mendengar seuah suara teriakan.
“Dokter, katanya ada mayat,” ucap Kenar.
Farhan yang belum sempat menenggak minumannya, lansung meletakkan gelas kopi itu di atas sebuah meja portable.
“Ada apa?” tanya Kenar. Beberapa anggota kemah lainnya, tiba-tiba berkumpul untuk mendengar penjelasan sumber suara.
“Dokter, di sana ada mayat. Waktu kami sedang mencari kayu bakar, kami melihat ada mayat perempuan di sana. Tidak jauh dari tempat mayat itu, ada sebuah kursi roda.” Dua orang pemuda terengah-engah. Ia adalah Dion dan Rafli, mahasiswa kedokteran semester akhir yang ikut dalam rombongan kemah yang saat ini dihadiri oleh Farhan.
“Ayo kita lihat ke sana,” ucap Farhan.
Kenar dan yang lainnya mengangguk. Mereka yang berjumlah lebuh kurang sepuluh orang itu, segera menekan langkah menuju lokasi ditemukannya mayat wanita yang dimaksud.
“Itu mayatnya, Dokter,” ucap Rafli.
Farhan mendekati mayat yang dimaksud. Sebagai seorang dokter senior yang sudah berpengalaman, ia bisa menilai dengan sekilas apakah tubuh yang ada di depannya benar sudah jadi mayat atau dalam keadaan kritis.
“Kenar, ada bawa sarung tangan?” tanya Farhan setelah sampai di depan tubuh Marwa.
Kenar menggeleng, namun ia bertanya kepada semua yang hadir di sana. Beruntung ada yang membawa sarung tangan latex di dalam sakunya. Ia pun memberikannya kepada Farhan.
Farhan menerima. Pria itu mulai memeriksa kondisi Marwa. Ada sebuah luka robekan di kening bagian atas. Luka robekan itu sudah mengering, sudah tidak mengeluarkan darah lagi. Beberapa bagian tubuh Marwa pun penuh dengan luka, namun tidak terlalu parah.
“Dokter, wanita ini sepertinya dari rumah sakit. Lihat, ia masih mengenakan seragam rumah sakit,” lirih Kenan.
Farhan mengangguk tanpa menjawab. Ia pun mulai memeriksa pupil mata dan denyut nadi tubuh yang diduga adalah seonggok mayat itu.
“Dia masih hidup, tapi nadinya sangat lemah. Bawa ia ke tenda, kita harus berikan pertolongan pertama sebelum membawanya ke rumah sakit,” perintah Farhan.
Kenan mengangguk. Pria itu kemudian meminta beberapa orang untuk membawa tubuh Marwa ke tenda.
“Jangan lupa, bawa kursi rodanya sekalian. Pakai sarung tangan. Kita tidak tahu bagaimana bisa wanita ini ada di sini. Bisa jadi kecelakaan atau percobaan pembunuhan. Kalau wanita ini terkena tindak kejahatan, kursi roda itu bisa jadi barang bukti,” ucap Farhan.
“Baik, Dokter.”
Tubuh Marwa pun di bopong ke tenda. Sementara salah satu di antara mereka membawa kursi roda itu dengan sangat hati-hati.
Farhan berusaha memberikan pertolongan darurat untuk Marwa. Ia melakukan sebisanya dengan peralatan seadanya. Ia perban kembali luka Marwa yang sebelumnya sudah diperban dengan asal oleh Aldo. Sepertinya perban Aldo terlepas ketika Marwa meluncur ke bawah jurang.
“Kau seorang pembunuh. Lihat saja, aku akan balas dendam. Aku akan balas kematian ayahku. Aku akan balas.”
Terdengar suara lirih dari bibir Marwa. Semua yang ada di sana terkejut mendengar pernyataan itu. Setelah bergumam, Marwa pun kembali diam.
“Bagaimana ini, Dokter?” tanya Kenan.
“Putri, kamu punya baju ganti’kan? Tolong berikan salah satu bajumu pada wanita ini. Kita akan membawanya ke rumah sakit. Namun jangan sampai ada yang tahu kalau wanita ini berasal dari rumah sakit lain. Sepertinya ini kasus percobaan pembunuhan.”
Wanita bernama Putri itu mengangguk. Ia pergi ke tendanya, mengambil sebuah pakaian lalu dibantu teman wanita yang lain, ia ganti pakaian Marwa dengan pakaian miliknya.
“Sekarang bagaimana, Dokter?”
“Kita sudahi dulu kegiatan kita hari ini. Ini semua di luar kendali. Nyawa manusia lebih penting dari pada hanya sekedar acara kemah dan kegiatan kita. Kita akan bawa dia ke rumah sakit. Kenan, tolong semua barang bukti tadi kamu kumpulkan dan simpan dengan baik. Nanti bawa semuanya ke rumahku.”
“Baik, Dokter.”
Tubuh Marwa yang masih tidak sadarkan diri di bopong menggunakan tandu keluar dari Semak belukar. Farhan dan anak didiknya membawa tubuh itu ke rumah sakit terdekat.