Part 5

1133 Words
"Abang gue balik kesini kamis depan." Pengumuman itu Giska dan Kiki dengar saat mereka sedang beristirahat bersama di kantin kampus. "Abang loe? Maksudnya, Mas Sandy?" Tanya Kiki dengan raut penasaran. Raia menganggukkan kepala antusias. "Emang gue punya abang lain." Jawab gadis itu sambil terkekeh. "Punya temen berantem lagi dong loe?" Jawab Giska dengan santainya. Raia hanya terkekeh dan menganggukkan kepala. "Gila, abang loe hebat. Empat tahun tinggal di negeri orang, dia sama sekali gak balik-balik. Coba abang gue, kayaknya dia gak bisa kalo seminggu gak balik kesini." "Ya kali loe pikir Inggris-Jakarta sedekat Bandung-Jakarta." "Itulah, karena jauh gue jadi mikir kalo abang loe itu sebenernya kuliah di luar negeri karena ngehindarin loe. Jadi sekarang gue gak yakin kalo dia bakal betah tinggal di Jakarta, secara kan loe masih ada disini." Ucap Giska dengan nada mengejek yang membuat Raia kesal dan menendang kaki sahabatnya itu hingga Giska mengaduh. "Sialan loe! Kalo ngomong itu dijaga." Jawab Raia kesal. "Gue itu satu-satunya adik tercantik, terbaik dan tercinta yang dia punya. Gue satu-satunya gadis di dunia ini yang bisa dia kangenin." Lanjutnya lagi dengan nada berapi-api. Giska hanya memutar bola mata sementara Kiki terkekeh mendengarnya. "Udah, kenapa sih gak ada hari tanpa berantem kalian ini?" Kiki menengahi. Giska dan Raia saling membuang muka. "Trus, kalian bikin pesta penyambutan?" Tanya Kiki ingin tahu. Raia terdiam sejenak, mulutnya membisu. "Kayaknya enggak. Berlebihan juga kalo bikin acara penyambutan. Lagian dia juga bakal gak suka sama yang begitu-begituan." Jawabnya yang diangguki Kiki setuju. "Lah, gak perhatian banget sama kakak. Udah tahu bertahun-tahun gak balik, minimal apresiasi perjuangan dia selama ini kek. Dia itu selama ini udah hidup mandiri, ngurusin diri sendiri. Loe aja gue gak yakin bisa hidup ngekos dan ngurusin hidup loe sendiri kayak abang loe, padahal loe cewek." Ucap Giska dengan nada mengejek yang kembali membuat Raia merasa kesal. "Loe tuh ya!" Geram Raia namun Giska hanya memeletkan lidahnya dengan sengaja mengejek sahabatnya itu. Kamis pun datang. Meskipun Raia sebelumnya mengatakan tidak akan ada pesta penyambutan untuk kepulangan kakaknya, tapi ibunya tetap membuatkan sebuah acara kecil-kecilan. Sebuah makan malam mewah disajikan wanita paruh baya itu untuk menyambut kembalinya sang putra satu-satunya. Kiki dan Giska diundang oleh ibu Raia untuk menghadiri acara makan malam yang dibuat khusus untuk menyambut kepulangan Sandy itu. Sejak sore, mereka membantu ibu Raia dan juga kakak Raia untuk memasak dan sekarang mereka dibuat tergiur dengan hasil masakan yang sudah terhidang di meja. Ayah Raia sendiri sekarang sedang pergi menuju bandara bersama dengan supir pribadi mereka dan beberapa saat yang lalu mengatakan kalau mereka sudah dalam perjalanan kembali ke rumah dan memberikan estimasi waktu sampai mereka ke rumah. "Mobilnya sudah datang!" teriakan salah seorang asisten rumah tangga membuat semua orang yang tengah berpencar di ruang tamu dan ruang makan menoleh pada satu titik. Pintu. Mereka dengan cepat berjalan menuju pintu, beberapa detik setelahnya, tiba-tiba saja lampu rumah sepenuhnya mati. Giska mengernyit heran, dalam hati ia berpikir kalau listrik keluarga distop karena belum membayar tagihan, karena saat kepalanya memandang ke area luar rumah Raia, lampu-lampu tetangga Raia masih menyala. Tapi kemudian ia menggelengkan kepala, tidak mungkin keluarga Raia tidak sanggup membayar listrik kan? Baiklah, ini pasti kejutan kekanakan yang Raia buat. Decihnya mengejek sahabatnya itu. Di luar rumah, Sandy memandang ayahnya yang duduk di bagian belakang dengan dahi berkerut dalam penuh tanya. "Kenapa sama listrik rumah, Yah?" Tanyanya heran. Pasalnya lampu jalan masih menyala begitu juga dengan rumah tetangga mereka, jadi mustahil kalau ayahnya mengatakan kalau sedang ada mati lampu. Ayahnya balik memandang Sandy dan menggelengkan kepala. "Entah, mungkin ada korsleting di dalam kali." Pria itu memanggil penjaga rumah yang sedang menutup pintu untuk mendekat. "Pak, kenapa lampunya mati?" Tanyanya seraya keluar dari mobil. Pria itu memandang ayah Sandy dan Sandy bergantian sebelum menggelengkan kepala. "Sa-saya gak tahu, Pak. Tadi sepertinya ada korsleting, lagi di cek sama mang Dakim." Ucap pria itu menjelaskan. "Tuh, katanya ada yang korslet. Kayaknya Mama kamu pakai alat elektronik yang kabelnya rusak, jadi efeknya mati lampu." Jawab ayahnya dengan santai seraya berjalan ke bagian belakang mobil yang bagasinya sudah terbuka. Mereka berjalan menuju rumah dengan masing-masing tangan memegang koper sedang milik Sandy. Barang pribadinya memang tidak banyak, dan sebagian barang-barang miliknya yang berupa buku sudah dikirim dengan menggunakan jasa kirim sehari sebelum ia pulang ke Indonesia. Sandy membuka pintu yang ternyata tidak dikunci. Dan.. "Selamat pulang!" teriakan nyaring yang serentak itu hampir saja membuat gendang telinganya pecah. Bersamaan dengan itu, lampu kembali menyala dan atribut kejutan meluncur dari atas kepalanya. Sandy memandang siapa tokoh utamanya yang tanpa tunggu waktu lama langsung menyerbu masuk ke pelukannya. "Kangeen." Ucap ibunya dengan manja seraya melingkarkan tangannya di pinggang Sandy. "Mama, udah gede juga, masih aja manja sama anak." Ucap ayahnya dari belakang, namun pria itu pun menepuk punggungnya dengan cukup kuat seraya berkata, "Selamat kembali." Dengan ucapan pelan dan terus berjalan menarik koper yang Sandy abaikan. "Loe jadi agak keren ya setelah lama stay di LN." Ucapan itu keluar dari mulut kakak tertuanya, Kirana. "Gue dah cakep dari lahir kali. Loe aja yang merem selama ini. Karena di mata loe cuma bang Hasby yang ganteng." Jawab Sandy namun ia tak menolak ketika kakaknya itu memeluknya dengan erat. "Iyalah, dia kan laki gue." ucap kakaknya dengan nada bangga. "Sorry, dia datang kesini telat nanti. Dia ada meeting yang gak bisa ditinggal di kantor." Sandy hanya menganggukkan kepala mengerti. Matanya kemudian melirik pada adik perempuannya yang tengah memandangnya dengan senyum malu-malu. "Ngapain loe disana?" Tanya Sandy ketus. Raia hanya tersenyum dan kemudian ikut memeluk kakaknya dengan erat. "Kenapa, kangen ya sama cewek cantik dan imut ini?" Bisiknya seraya mendongak manja kepada sang kakak yang langsung dihadiahi dengan jentikan di dahi yang membuat gadis itu mengaduh. "Apaan sih, baru juga nyampe dah ngajak ribut aja?" Keluh Raia seraya mengusap dahinya pelan. "Pede nya sampe sekarang gak ilang-ilang ya." Ucap Sandy dengan senyum mengejek di wajahnya. Perhatiannya kemudian teralih pada kedua gadis lain yang sejak tadi tidak banyak bicara dan hanya memperhatikan interaksi keluarga itu dalam diam. "Oh iya, ini temen-temen Raia." Raia masih merangkul pinggang kakaknya dengan tangan kanannya saat memperkenalkan kedua sahabatnya. "Ini Giska." Ucapnya pada Giska. Giska mengulurkan tangannya dan tersenyum ala kadarnya pada kakak sahabatnya itu. Raia dan Giska memang sudah bertahun-tahun berteman, namun baru kali ini Giska bertemu dengan Sandy secara langsung. Karena selama ini ia hanya melihat pria itu di foto yang ada di ruang keluarga Raia dan juga beberapa foto yang Raia tunjukkan dalam ponselnya. "Ini Kiki." Ucap Raia selepas Giska melepas jabatan tangan mereka. Kiki mengulurkan tangannya dengan malu-malu dan tersenyum manis seperti biasa. "Kiki, senang akhirnya bisa kenalan sama Abang." Ucapnya dengan gaya bicaranya yang anggun. Giska bisa menyadari seketika kalau Sandy memberikan poin lebih pada gadis anggun berparas cantik itu. Senyum yang diberikan pria itu pada Kiki juga jauh lebih lebar dibandingkan senyum yang pria itu berikan pada Giska.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD