Cemburu

1155 Words
Wanita cantik itu terkejut bukan main, amarahnya seketika membakar akal sehatnya. Dia menatap ke arah Ayuna yang sudah tertunduk penuh ketakutan dengan tatapan nanar. Wanita itu melangkah menghampirinya dan mencengkram wajahnya yang pucat pasi. “Apa kau sudah kehilangan akalmu? Hah..!? berani-beraninya kau mengotori gaunku..!” dia berteriak penuh emosi lalu mendorong Ayuna hingga gadis itu jatuh tersungkur ke lantai. “Ma..maafkan saya Nona, sa..saya tidak senagaja..” air mata Ayuna meleleh membasahi wajahnya yang pucat. Dia sangat syok dan ketakutan, bisa-biasanya dia ceroboh hingga menimbulkan kekacauan besar ini. Padahal dia sudah mulai merasa cocok dan nyaman bekerja di tempat kerjanya sekarang tapi kenapa dia bisa sampai mengacaukannya? Dan mungkin sebentar lagi dia akan dipecat. Tidak. “Apa katamu? Maaf..? untuk sebuah kesalahan karena ketidakbecusanmu dalam bekerja, kau pantas di pecat. Aku akan melaporkan hal ini pada atasanmu dan kau tidak akan menampakkan batang hidungmu lagi di sini. Dasar pegawai rendahan..!” hina wanita itu lalu berjalan memasuki ruangan CEO dan menutupnya dari dalam. Ayuna masih terduduk di terpatnya terjatuh tadi, pikirannya kosong. Tubuhnya masih gemetar menyadari apa yang baru saja terjadi. Dia mengacaukan segalanya dan sebentar lagi dirinya akan di pecat bahkan saat belum sebulan dia bekerja. Dadanya terasa sesak sampai-sampai dia hampir kesulitan bahkan hanya untuk sekedar menhirup udara untuk paru-partunya. “Kau tidak apa-apa?” sentuhan di bahunya akhirnya menyadarkannya dari goncangan perasaannya. Dia menoleh kearah suara lembut itu dan melihat sosok Abram tersenyum sambil mengulurkan tangannya untuk membantunya berdiri. Ayuna hanya menggeleng sambil berusaha keras menggerakkkan tubuhnya untuk berdiri karena saat ini seluruh tubhnya seakan tidak bertenaga. Dia akhirnya berhasil berdiri diatas kakinya sambil menyeka air matanya yang sedari tadi mengalir tiada henti. “Tidak apa-apa Ayuna, ayo kita pergi dari sini.” Ayuan berjalan dengan bantuan Abram yang mengiringnya dengan penuh kekhawatiran. Ayuna bahkan bisa merasakan tatapan orang-orang yang sejak tadi menyaksikan dirinya tapi tidak seorang pun yang membantunya. Ayuna tanpa sadar mengeratkan genggeman tangannya di lengan Abram seolah takut dia akan terjatuh sewaktu-waktu. Sesampainya di ruangan tempat dimana mereka biasa berkumpul, Anita lansung menghampiri Ayuna, dia sangat ingin mengetahui apakah Ayuna berhasil dalam tugasnya tanpa kendala atau malah sebaliknya. Tapi melihat raut wajah Ayuna yang suram adan terlihat syok, Anita bisa memnyimpulkan jika telah terjadi apa-apa selama juniornya ini menjalankan tugas itu. Anita merasa semakin khawatir setealh melihat lebih jelas mata sembab dan tatapan kosong Ayuna. “Ayuna ada apa?” Tanya Anita sambil menyentuh tangan gadis itu. Tapi Ayuna tidak menjawab, hanya air matanya saja yang kembali meleleh, mengalir menbasahi wajahnya yang masih terlihat pucat. Anita semakin merasa cemas, dia lalu menatap Abram yang masih berdiri di samping Ayuna dengan raut wajah sendu. “Ada apa ini? Abram kenapa Ayuna menangis? Apa yang telah terjadadi?” hatiya sangat was-was, apakah CEO kejam itu telah berbuat sesuatu pada Ayuna? kalau sampai hal itu terjadi dia tidak akan pernah memaafkan dirinya sendiri. “Ayuna menanbrak wanita jalang itu dan kau tau sendiri kan apa kelanjutannya?” jawab Abram yang disambut amarah oleh seluruh orang yang ada di ruangan itu. “Hah..!? bagaimana bisa? Perempuan ular itu pasti tidak akan melepaskan Ayuna lagi sampai gadis malang ini di pecat. Oh, sayang maafkan aku. Sebenarnya aku sudah menduga akan ada kejadian ini, tapi tetap saja aku memintamu ketempat itu padahal kau masih baru di sini.” Ucapnya dengan penuh penyesalan. “Tidak apa-apa Kak Anita, aku yang ceroboh. Aku yang tidak sengaja menabrak wanita itu sehingga mengotori pakaiannya. Jika saja aku lebih berhati-hati pasti kejadian ini tidak terjadi. Jadi mungkin memang aku pantas di pecat karena tidak becus.” Ungkap Ayuna dengan perasaan yang sangat sedih. Dia merasa sedih sebenarnya bukan karena sebentar lagi dia akan di pecat, dia bersedih karena setelah ibu angkatnya dirumah mengetahui jika dia sudah kehilangan pekerjaan bahkan di saat belum genap sebulan dia bekerja. Dia bersedih karena sebentar lagi dia akan menerima murka ibunya lagi. “Aku merasa semakin bersalah padamu, Ayuna. Tapi semoga saja kau tidak akan di pecat, ah andai saja kita yang pegawai biasa ini bisa melakukan sesuatu selain hanya berharap.” Ucapnya. Karena belum ada satu pun pegawai yang bisa lolos dari pemecatan setelah berurusan dengan wanita simpanan CEO itu. Dan Ayuna akan mendapatkan gilirannya sebentar lagi. “Mungkin kita bisa menghubungi pak Darto.” Usul Abram tiba-tiba setelah lama terdiam. “Iya, sebaiknya kita hubungi beliau dulu, siapa tahu Ayuna bisa selamat.” Imbuh temanya yang lain. Semua orang yang ada dalam ruangan itu mengangguk setuju. Sementara itu diruangan Gio, “Kamu kenapa cemberut begitu sayang, hmm? Apa ada yang membuatmu kesal lagi? katakan padaku, siapa orangnya?” Tanya Gio kepada seorang wanita yang kini berada di pangkuannya. Pakaian wanita itu sudah berbuka sampai ke bawah perut memperlihatkan bra merah yang mambungkus gundukan besar dadanya. Kulitnya yang putih mulus kini telah penuh dengan titik-titik memar disekitar leher dan dadanya. “Aku mau kau memecat seseorang di kantor ini lagi. dia telah membuat aku mengganti gaunku yang tadinya ingin kuperlihatkan padamu. Kau tau, dia menabrakku dan menumpahkan sisa kopi di bujuku.” Ucapnya sedikit merengek sambil menggesekkan dadanya di wajah Gio. “Oya? Baiklah aku akan memecatnya. Kau puas sekarang?” ucap Gio sambil meremas gunukan lembut yang terpajang di depan matanya itu. Wanita itu hanya mengangguk sambil mendesah merasakan tangan kekar Gio meremas dadanya dengan penuh nafsu. Setelah itu mereka pun berciuman panjang dengan penuh gairah sebelum terdengar ketukan pintu. “Boleh saya masuk pak?” Terdengar suara wanita dari balik pintu tapi sebelum Gio sempat menjawab, pintu tiba-tiba terbuka lebar memperlihatkan sekertarisnya yang berdiri dengan beberapa dokumen di tangannya. “Hai Ulfa, kau membawa document yang saya minta?” tanya Gio tanpa basa basi, dia pun terlihat sangat santai meskipun dia tengah memangku seorang wanita yang setengah telanjang seakan hal itu adalah hal yang sangat biasa dia lakukan di hadapan sekertarisnya. Ulfa tidak menajawab, dia melangkah menghampiri meja kerja Gio dan meletakkan dokumen yang dia bawa di atas meja. “Sudah saya revisi keseluruhan, bapak tinggal menandatanganinya saja.” Ucapnya datar sambil melirik wanita yang ada dipangkuan Gio yang tersenyum sinis ke arahnya. Gio mengangguk dan tersenyum. “Baiklah, kau memang selalu bisa kuandalkan.” Puji Gio sambil tersenyum kearah Ulfa. Skretarisnya itu hanya menatapnya dengan tatapan yang sulit di artikan sebelum akhirnya keluar dari ruangan Gio. “Sayang, sepertinya sekertarismu itu cemburu.” “Tidak, dia hanya pegawaiku saja tapi dia sangat membantuku dalam segala hal. Sudahlah kau jangan memikirkan yang lain, sebaiknya kita lanjutkan apa yang baru saja kita mulai. Bukankah itu yang kau mau sampai kau mendatangiku hampir setiap hari kan?” ucap Gio sambil merebahkan tubuh wanita itu di sofa sebelum menghimpitnya dengan tubuhnya kekarnya. “Akkhhh…. Sial…!! Dasar wanita jalang! Berani-beranuinya dia menggoda lelakiku. Aku tidak akan membiarkannya menang kali ini. Dia harus aku singkirkan sebelum duri yang dia tancapkan di dalam hubunganku dengan Gio semakin dalam.” Ucap Ulfa dengan penuh amarah, wajahnya menggelap menahan emosi dan cemburu yang membakar hatinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD