Kesal!

1123 Words
"Maaf, pak. Saya tahu anda adalah bos saya. Tapi, anda bisa jaga ucapan anda. Saya memang bawahan anda. Tetapi saya bukan orang rendahan," ucap Bella menekankan suaranya. Di balas dengan senyum kecut oleh Dion. "Orang yang bekerja di tempat malam. Tidak mungkin jika dia tidak murahan. Tidak akan mau menuangkan minuman laki-laki." Bella mengerutkan keningnya. Dia sedikit teringat tentang laki-laki kemarin malam. Kedua mata Bella menyipit mengamati setiap ukiran wajah tampan Dion di depannya. "Sepertinya aku mengenal dia? Tapi, apa benar laki-laki itu adalah orang yang bersamaku kemarin malam?" "Apa aku yang saja padanya? Astaga... Tidak! Kenapa juga aku tanya. Memalukan. Bagaimana jika bukan? Tapi... Dia bilang jika aku bersama dengannya, kemarin." "Ya, sudah! Pergilah, sekarang bawakan aku kopi." "A-apa?" tanya Bella. Memincingkan matanya terkejut. "Maaf, tuan. Anda minta saya bawakan kopi? Saya bukan pelayan anda. Anda bisa meminta office girl disini. Kenapa harus saya?" tanya Bella heran. Dia menarik salah atau alisnya ke atas. Kedua mata menatap tanpa rasa takut pada bos barunya itu. "Lo pikir gue mau ngapain, kenapa kamu minta suruh office girl. Aku tidak minta untuk bersihkan ruangan ini!" Bella mengerutkan keningnya bingung. "Siapa bilang jika bapak mau bersihkan ruangan ini. Bapak kan, minta buatkan kopi?" "Kan, saya minta buatkan kopi kamu bukan tukang bersihkan kantor. Mereka ada tugas sendiri-sendiri!" Bella tersenyum sumringah. Sembari menunjuk ke arah Dion. "Nah, itu bapak tahu!" kata Bella. "Kenapa bapak meminta saya untuk buatkan kopi?" tanya Bella. "Bukannya saya sudah punya tugas sendiri!" "Oo, jadi kamu menolak?" tanya Dion. Mengangkat kepalanya perlahan. Tatapan mata itu begitu tajam mengarah tepat ke arah mata Bella. "Maaf, pak! Bukannya saya tidak mau. Sesuai perintah bapak. Jika semua yang ada di kantor ini sudah punya tugas masing-masing." Bella mengerutkan bibir kirinya. Bersamaan dengan alis kiri yang ikut tertarik ke atas. Brak! Dion menggebrak meja sangat kuat. Seketika membuat Bella terjingkat dari tempatnya. "Anda menolak perintah saya. Berarti anda ingin kehilangan pekerjaan?" tegas Dion. Bella mengerutkan bibirnya Kesal. Dalam hati Bella terus mengumpat kasar pada Dion. Ingin rasanya menjambak rambutnya yang terlihat rapi. Rapi, sayang sekali otaknya tidak rapi. "Mau tidak?" tanya Dion lagi. Bella hanya diam. Tanpa sepatah keluar dari bibirnya. Dia melamun memikirkan kekesalannya terhadap Dion. "Kamu tuli?" teriak Dion. Dion menghela napasnya. Dia tidak mau buang waktu terhadap Bella yang bahkan berdiri di depannya. Tetapi dia mengacuhkan ucapannya. "Ya, sudah! Kamu sekarang pergi bereskan memang. Pulang lebih awal!" kata Dion. Melelahkan nada suaranya. "Eh... pak, jangan! Aku baru saja bekerja disini. Main pecat saja!" kata Bella memohon. Dia memasang wajah manisnya. Tersenyum palsu. Lalu menarik tempat duduk itu ke belakang. Dia duduk di depan Dion. Mencoba merayu bosnya. "Baik, pak! Aku akan buatkan kopi. Atau, sekalian aku belikan makan? Sapa tahu pak Dion ini mau makan siang, pesan di luar?" tanya Bella. Dia sengaja mengeluarkan ucapan manisnya dan lembut. Agar Dion sedikit iba atau tertarik padanya. "Tidak perlu! Buatkan kopi!" pinta Dion. Tanpa menatap ke arah Bella. "Buruan, atau aku pecat!" ancam Dion. "Oke, baiklah!" Bella beranjak berdiri. Membalikkan badan. Bibir manyun beberapa senti. Lalu Menghentakkan kakinya pelan. Melangkah penuh kekesalan keluar dari ruangan itu. "Tuh, orang gimana, sih! Memangnya aku pegawai tukang buat kopi sekarang? Harusnya dia bisa minta tolong ob. Atau, kloning servis sekalian. Biar otaknya di bersihkan juga!" "Kamu mau kemana?" tanya Cika berjalan menghampiri Bella yang baru saja keluar dari ruangan bos. Dia mendekatkan bibirnya Sembari berbisik pelan tepat dj telinga kanan Bella. "Apa bos mulai mendekatimu?" goda Cika menarik turunkan alisnya. "Siapa? Bos kamu itu tidak mungkin mendekatiku. Lagian aku juga tidak mau sama dia!" kesal Bella. "Kamu kenapa? Kamu marah sama bos? atau, dia buat kamu kesal pagi ini?" goda Cika. "Udah!! Aku mau pergi buat kopi!" Bella melanjutkan langkahnya lagi. "Apa? Bentar!" Cika menghalangi langkah bella. Dia berhenti tepat di depan Bella. Menghentikan langkah Bella. Bella menghela napasnya kesal. Dia berusaha menghindar dari Cika. Tetap saja Cika tidak mau beralih dari depannya. "Astaga, Cika. Kamu mau, temanmu yang cantik ini dipecat?" rengek Bella. Bella mendorong tubuh Cika menjauh darinya. Cika masih saja diam, dia bingung dengan Bella. Ada apa hari ini. Kenapa dia membuat kopi? Apa memang bos meminta dia membuat kopi? Tapi, kenapa? Apa jangan-jangan itu hanya alasan bos agar dekat dengannya. Cika tersenyum sumringah. Dia menatap punggung Bella yang sudah pergi menjauh darinya. Bella membuat kopi di dapur perusahaan. Tanpa sadar Cika sudah berdiri di depannya. "Tumben bos minta pegawai buatkan kopi. Atau, mungkin emang kamu pegawai spesialnya?" tanya Cika menggoda. "Entahlah!" kesal Bella. Selesai membuat kopi. Dia membawa nampan. Meletakkan kopi hangat di atas nampan. Lalu melangkah perlahan keluar dari dapur. "Bella, coba goda dia!" kata Cika. Sembari menggoda. "Ogah!" kata Bella. "Awas kamu malah jatuh cinta padanya!" kata Cika. "Nggak, akan!" geram Bella. Bella membuka pintu ruangan Bos. Tanpa banyak bicara. Dia langsung meletakkan satu gelas kopi di atas meja tepat depan Dion. "Sudah, pak!" kata Bella. "Apa ada lagi?" lanjutnya. Dion hanya diam. Dia mengambil satu gelas kopi panas itu. Perlahan mulai menyeduhnya. Seketika langsung meludah di sampingnya. "Apa yang kamu berikan padaku?" kata Dion. Meninggikan suaranya. "Kenapa?" tanya Bella. "Kenapa panas sekali?" geram Dion. Meletakkan kembali kopinya. "Ya, emang kopi panas, pak!" kata Bella ma kesal. "Ganti, jangan pakai air terlalu panas." kata Dion. "Ya, sudah! Kasih es saja, pak!" kaga Bella mengejek. "Cepat!" bentak Dion. "Bawel banget, sih!" kata Bella mengejek. Dia segera mengambil nampak miliknya. Lalu kembali membawa gelas kopi itu. Membiarkan kopi yang baru. Kopi kedua terlalu manis. Dan, Dion marah besar padanya. Bella membaurkan kopi lagi. Kopi ketiga, Bella sengaja meracuni Dion dengan garam. Hingga Dion memuntahkan kopi ke lantai. Kopi keempat, Bella sudah berhasil membuat kopi. "Ada yang sedikit kurang lagi." tanya Bella. Sembari mengerutkan matanya. Saat melihat sosok laki-laki di depannya menyeruput kopi dengan begitu santainya. Bella mengerjapkan kedua matanya. Dengan nada sedikit condong ke depan. Bibir sedikit terbuka. Menunggu bos yang belum juga menyentuh kopinya. Meskipun cangkir kopi sudah melekat di ujung bibir bawah Dion. "Kenapa kamu lama sekali?" tanya Bella. Bella menghela napasnya kesal. "Kamu ngatur-ngatur, bos?" geram Dion. "Ti-Tidak!" Bella mengibarkan kedua telapak tangannya kedepan. "Tapi, saya boleh pergi?" tanya Bella ragu. Dion masih saja diam. Tidak memperhatikan Bella. Merasa kesal tidak di hiraukan. Bella melangkahkan kakinya mundur. Dengan kedua mata masih menatap Dion was-was. Sampai tepat di belakang pintu. Bella berusaha meraih knop pintu. Memutarnya dengan sangat hati-hati. Dalam satu helaan napasnya. Bella melangkah keluar dengan langkah sangat hati-hati. Tidak lupa menutup pintunya kembali. "Bella, ada seorang yang mencarimu!" kata Cika. Sontak membuat jantung Bella hampir saja copot. Bella menoleh ke arah Cika. Lalu menghela napasnya lega. "Bisa, nggak! Jangan mengejutkanku?" kata Bella. "Ada, apa?" tanya Cika. Melirik ke belakang. "Sssttt..." Bella menutup bibir Cika. Menariknya menjauh dari ruangan Dion. "Kita bicara di tempat lain!" ucap Bella. "Siapa, yang mencariku?" tanya Bella.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD