Meisya berjalan mondar mandir di depan meja rias yang ditempatinya saat ini. Acara pernikahan telah selesai diadakan, dan Mika telah kembali menjalani perawatan di rumah sakit.
Sebenarnya Meisya ingin ikut menemani Mika ke rumah sakit bersama keluarganya Ando, tapi mereka menolak dan mengatakan bahwa Meisya dan Ando tidak diperbolehkan ikut kerumah sakit karena ini adalah malam pertama mereka.
Mengingat malam pertama, malah semakin membuat Meisya gugup dan menggigiti jemari kukunya tanpa sadar. Meisya bukan orang munafik yang tidak mengetahui apa saja yang dilakukan sepasang suami istri di malam pengantin. Tapi jika boleh jujur, saat ini Meisya benar-benar tidak, atau lebih tepatnya belum siap sama sekali jika harus menunaikan kewajibannya sebagai seorang istri. Apalagi ini semua terjadi dalam jangka waktu yang terlalu mendadak, membuat Meisya sama sekali tidak bisa berpikir jernih.
Untuk mengatasi rasa gugupnya, Meisya mencoba untuk mengambil napas sebanyak tiga kali dan menghembuskannya berulang kali. Setelahnya, Meisya mulai duduk di depan meja rias, lalu membersihkan wajahnya dari balutan make up serta manik-manik yang menghiasi rambutnya.
Kemudian Meisya melangkahkan kakinya ke kamar mandi untuk segera merendam tubuhnya di dalam bath up berisi air hangat agar bisa merilekskan sekujur tubuhnya yang terasa pegal seharian ini.
Meisya melepaskan gaun pengantin yang melekat di tubuhnya dengan sedikit bersusah payah, tapi untunglah gaun itu bisa terlepas sehingga Meisya tidak harus meminta bantuan Ando untuk membantunya melepaskan gaun pengantin, seperti yang sering dibaca Meisya pada cerita n****+ romansa kesukaannya.
Ketika sedang asyik berendam, perkataan Ando ketika di rumah sakit kembali terngiang di benak Meisya.
"Meskipun kita menikah bukan atas dasar cinta, tapi bagiku pernikahan bukanlah sebuah permainan. Tidak akan ada kata perceraian meski pun Mika telah sembuh total. Aku akan tetap memperlakukanmu selayaknya seorang istri serta menjalankan kewajibanku sebagai seorang suami, dan kuharap kau pun melakukan yang sebaliknya."
'Tidak akan ada perceraian.., tidak akan ada perceraian..,' Meisya terus mengulang kata-kata tersebut di benaknya, hingga ia tidak menyadari bahwa pintu kamar mandi yang lupa dikuncinya terbuka, lalu muncullah sosok Ando dalam balutan handuk putih menutupi bagian pusar kebawah diatas lutut.
Ketika Meisya membuka kedua matanya yang terpejam, ia sontak merasa kaget saat mendapati Ando telah berdiri tegap di depan pintu kamar mandi dan tengah melihat tubuhnya dengan ekspresi yang sulit dimengerti oleh Meisya.
'Bodoh! Bagaimana mungkin aku lupa mengunci pintu kamar mandi.' Meisya yang malu segera meringkuk di dalam bath up yang sialnya, busa sabun yang ada di dalam bak mandi tersebut telah habis dan hanya menyisakan sedikit busa untuk menutupi tubuh telanjang Meisya.
''Pantas saja dia melihatku tanpa kedip, dia lelaki normal. Dasar Meisya bodoh! Bodoh!'
"Ehem.... maaf, kukira tidak ada orang di dalam, dan aku juga tidak mendengar bunyi air serta pintunya tidak dikunci." Ando berkata dengan suara yang agak 'serak', serta pandangan mata yang tidak fokus mencoba mengalihkan pandangannya dari tubuh telanjang Meisya yang tidak tertutup busa sabun.
Tanpa aba-aba Ando segera melangkah keluar dari kamar mandi dengan membuka dan menutup pintu agak keras menimbulkan suara berdebum yang cukup kencang.
'Apa dia marah?' Meisya mencoba mengabaikan pemikirannya tadi dan dengan segera membilas tubuhnya dengan air bersih, lalu segera mengenakan handuk karena lagi-lagi dia lupa membawa pakaiannya ke kamar mandi.
'Meisya bodoh!' entah sudah berapa kali kalimat u*****n yang diucapkan Meisya pada dirinya sendiri akan kebodohannya.
Akhirnya setelah membuka pintu kamar mandi sedikit dan mengintip keluar untuk memastikan tidak ada orang di kamar yang kini telah resmi ditempati Meisya dan Ando, Meisya segera berlari kecil menuju walk in closet tempat bajunya baru saja diletakkan.
Sementara di kamar mandi lain, tampak Ando tengah sibuk menyiram tubuhnya dibawah guyuran air dingin dari shower untuk meredakan sedikit hasratnya yang terpancing ketika tanpa sengaja melihat lekukan tubuh Meisya yang hanya tertutupi air tanpa busa.
Ando memejamkan kedua matanya mencoba mengenyahkan segala pikiran kotornya akan lekukan tubuh Meisya yang seakan bergentayangan dalam pikirannya. Setelah dirasa cukup, Ando segera menyudahi acara mandinya dan memakai celana tidur piyama yang dia bawa tanpa memakai atasan atau biasa disebut shirtless.
Ando memutuskan untuk kembali ke kamarnya, karena menurut perkiraannya mungkin Meisya sudah selesai dengan acara mandinya.
Dengan pelan Ando membuka pintu kamarnya, dan dia kembali terdiam ketika mendapati Meisya tengah memilih baju di walk in closet dengan hanya memakai sehelai handuk putih yang panjangnya hanya mencapai pertengahan pahanya.
Dengan sangat Ando mencoba menelan ludah saat bayangan akan tubuh telanjang Meisya yang meringkuk di dalam bath up kembali menghiasi pikirannya. Dan ketika Meisya sedikit menjinjitkan tubuhnya untuk mengambil pakaian yang tergantung di walk in closet, lagi-lagi tatapan mata Ando terfokus pada kaki jenjang Meisya yang putih mulus tanpa adanya bulu halus.
Tatapannya terus menjalar ke atas dan mendapati bahwa handuk yang dipakai Meisya sedikit terangkat ke atas saat Meisya berjinjit tadi. Memperlihatkan paha putih mulusnya yang seakan meminta untuk dielus oleh Ando. Kemudian b****g bulat berisinya yang sedang dan tidak berlebihan, membuat Ando membayangkan bagaimana rasanya saat ia meremas kedua p****t itu agar semakin dalam ia dapat memasukinya.
Fantasi liar Ando semakin parah saat tiba-tiba Meisya membungkukkan badannya untuk membuka koper miliknya, dimana di dalam koper tersebut berisi pakaian dalam Meisya.
Ando hanya bisa meneguk ludah dengan susah payah saat bagian b****g Meisya yang terlihat, akibat dari Meisya yang menundukkan badannya membelakangi posisi Ando berdiri saat ini. Akibat dari tindakannya itu Ando dapat melihat sedikit bagian inti tubuh Meisya yang membuatnya seakan hilang kendali.
Ando sebisa mungkin mencoba untuk tetap mengontrol dirinya sendiri agar tidak langsung datang dan menyerang Meisya saat ini juga, karena ia tau bahwa Meisya adalah gadis baik-baik.
Akan tetapi pemikiran gilanya berkata lain, ia membayangkan bagaimana jika saat ini ia langsung datang menghampiri Meisya dan memeluk tubuhnya dari belakang dengan erat. Serta memberikan beberapa kecupan ringan diarea bahu dan lehernya, mungkin dengan meninggalkan beberapa kissmark sebagai bentuk kepemilikan tidak terlalu buruk.
Lalu kecupannya menjalar ke atas, menjilat cuping telinganya dengan s*****l, membalikkan tubuh Meisya dan memberikan kecupan diseluruh wajahnya. Tangan Meisya melingkar sempurna di lehernya, dan ciumannya mendarat dibibir ranum Meisya. Menjilat, melumat dan juga lidah yang saling membelit dengan panas.
Tangannya tak tinggal diam, ikut bertindak dimulai dari melepas handuk putih Meisya, menuju ke perut rata Meisya dan mengelusnya dengan s*****l. Lalu terus naik ke atas menuju dua buah gundukan kembar yang kenyal dan...
'Arghhh... s**t!!! Bagaimana mungkin aku membayangkannya sejauh itu? Aku harus segera keluar dari kamar ini, sebelum aku akan menyerang Meisya saat ini juga. Karena aku tau, kemungkinan besar dia belum siap jika harus melayani atau memenuhi kewajibannya sebagai seorang istri padaku. Ditambah lagi, gejolak hasratku yang begitu besar seperti saat ini. Aku takut akan lepas kontrol, dan juga mungkin ini efek karena aku tidak pernah melakukan 'itu' setelah istriku meninggal 5 tahun yang lalu.'
---
Meisya kini tengah menunggu Ando di kamarnya dengan menggunakan setelan baju piyama longgar berwarna krem. Entah sudah berapa lama Meisya menunggu, tapi Ando tidak ada kembali ke kamarnya, membuat Meisya merasa khawatir, cemas, sekaligus lega. Khawatir dan cemas jika saja Ando benar-benar marah padanya. Dan lega, karena ia bisa sedikit terbebas dari kewajibannya sebagai seorang istri.
"Apa mungkin Kak Ando marah karena aku lupa mengunci pintu kamar mandi?"
Meisya yang masih menunggu Ando kembali akhirnya memutuskan untuk tidur terlebih dahulu, karena dia sudah merasa sangat lelah akibat proses pernikahan mendadak ini yang tentunya cukup menguras tenaga.
Pukul 02.00 dini hari, Ando kembali ke kamarnya dan mendapati bahwa Meisya telah tertidur dengan lelap. Lagi pula ia juga tidak mengharapkan bahwa Meisya akan menunggunya hingga ia kembali ke kamarnya. Perlahan Ando membenarkan posisi tidur Meisya dan menaikkan selimut untuk membungkus tubuh Meisya sebelum dirinya ikut berbaring di samping Meisya, mengistirahatkan tubuhnya barang sejenak sebelum besok pergi ke rumah sakit untuk mengurus keperluan operasi yang akan dilakukan Mika lusa.
'Papa sudah mengabulkan permintaan kamu sayang... Papa harap kamu bisa melewati semua ini, dan kita akan berkumpul lagi layaknya keluarga bahagia seperti yang kamu inginkan.'
Ando memanjatkan do'a sejenak sebelum tertidur lelap di samping Meisya.