Safira Arina Srinara wanita mudah berusia 16 tahun. Walaupun umurnya masih sangat muda ia sudah menjadi seorang ibu dan bekerja serabutan. Seperti sekarang ia menjadi bagian dari acara pengantin yang diadakan di sekitar tempat tinggal. menjadi tukang cuci piring adalah bagiannya, piring kotor silih berganti dan Safir tetap mencuci piring sambil bergumam lagu.
"Ammih..."
"Ammih..."
Panggil kedua anaknya yang sedang bermain air cucian piring.
"Dalem, jangan mainin sayang kotor nanti kamu gatal- gatal." Kata Safir sambil melerai kedua Batita itu dari baskom air.
"Safira, kenapa gak titipkan mereka di dalam nak, ada anak- anak lain juga kok disana mereka bisa main bersama." Kata Ibu yang punya acara, di bawah tenda terpal biru Safira tersenyum.
"Gakpapa Bu, mereka di sini aja. Takut nanti mereka pecahin vas bunga atau sebagainya. Anaknya aktif banget." Kata Safir.
"Asal kamu gak kerepotan nak." Kata wanita paruh baya berkebaya hijau dan bersanggul ala khas jawa.
"Nggeh Bu, rapopo." Jawab Safira sambil tersenyum.
"Yaudah, Ibu balik dulu kedepan. Dadah Twins." Ujar Ibu itu untuk si kembar.
"Dadah." Jawab Si kembar tak lama mereka bermain air sambil tertawa jenaka.
***
Hari sudah malam, Safira membawa besek yang berisi makanan. Safir menggendong kedua anaknya yang tertidur pulas. Ia berjalan kaki, melewati jalan raya dan gang sempit. Jalanannya pun kecil hanya cukup untuk pejalan kaki saja. Penerangan jalan hanya dari rumah- rumah tetangga.
"Hmmh.." lengguh sang Putri kecil di gendongan depan.
"Sabar Nggeh, sebentar lagi sampai." Kata Safira sambil merogoh tas compang- camping untuk mengambil kunci rumah. Safira berdiri di depan rumahnya dan segera membuka gembok dengan kunci yang ia pegang. Setelah terbuka mereka masuk dan menutup pintu.
Jika kalian berfikir rumahnya bagus maka salah, rumah Safira adalah rumah panggung di atas laut, deburan ombakpun terdengar jika mereka tidur. Tidak ada tv, tidak ada lampu bewarna putih, tidak ada kompor gas dan tidak ada lemari. Semua sangat sederhana lampunya bewarna kuning, kompornya dari minyak tanah, jika si kembar ingin nonton mereka harus kesebelah tempat tetangga atau berada di rumah saja. Pakaian mereka di letakan di dalam keranjang, untuk air bersih Safira membeli dengan gerigen. 1 jerigen air di hargai dua ribu lima ratus rupiah, ini untuk air minum yang akan di masak. Jika ingin mandi Safir harus membeli air dari juragan. Di tempat tinggal Safir hanya ada satu pengaliran air dan harus bergantian memakainya.
Safir meletakan si kembar di atas tilam busa. Setelah itu ia berdiri dan meletakan besek di atas meja. Safira merenggangkan badannya dan mengambil handuk. Ia akan mandi lalu berbaring lalu membuat jualan besok.
Jika di tanya siapa nama anak Safira, mereka adalah Adelia dan Adelio. Lio lebih tua beberapa menit daripada Lia.
Bagaimama sih kehidupan Safira dulu? Sampai akhirnya dia seperti ini?
Masa lalu biarlah menjadi rahasia Safira dan sekarang adalah masa depannya. Ia ingin menceritakan masa depannya saja, bagaimana ia berjuang untuk kedua anaknya.
***
Safira selesai mandi, ia keluar dari kamar mandi dan mengambil pakaian. Setelah ini ia belum bisa tidur karena harus membuat nasi kuning yang ia jual besok pagi.
Nasi kuning untuk anak sekolahan, harganya pun hanya lima ribu rupiah. Biasa Safir akan bangun pagi jam lima untuk berkemas dan jam enam pergi ke sekolah SD yang gak jauh dari rumahnya, tentunya menggendong Lio dan Lia.
Safira sudah memakai baju dengan pelan ia menuju dapur, hal yang ia lakukan adalah mengambil beras dan mencucinya. Setiap pekerjaan ia memiliki niat.
"Semangat Safira! Besok jualan nasi kuning demi twinns." Kata Safir.
Bisa di bilang Safir benar- benar hidup sendiri, tidak ada orang yang membantunya. Sejak hamil ia keluar dari rumah dan mencari tempat tinggal sendiri, berbekal sedikit bakat memasak ia menjual makanan untuk membayar rumah dan tabungan melahirkan.
Di bawah cahaya minim Safira mulai memasak, memotong bawang, membersihi bumbu dan mengolah ayam. Ayamnya ia suwir kecil- kecil lalu pakai sosis hingga besok pagi ia akan membungkusnya saja. Tak lupa telur dadar yang di iris.

Selain nasi kuning ada juga nasi uduk yang berisi nasi uduk, mihun, telur iris dan ayam

Safira menyiapkan masing- masing 25 nasi kuning dan 25 nasi uduk jadi totalnya 50 nasi. Lumayan jika habis semua, Safir biasanya langsung belanja lagi dan membelikan s**u anaknya.
**
Pagi menyapa, Lia dan Lio sudah berada di gendongan Safira. Mereka terngantuk- ngantuk mengikuti mamanya jualan, di tangan Safir terdapat keranjang berisi nasi yang masih hangat.
Kenapa sih Safir gak menitipkan anaknya aja?
Safira tidak pernah memberikan anaknya selama ini ke siapapun, menitipkannya ke tetangga walaupun mereka baik dengan Safir. Selama Safir bisa sendiri kenapa tidak?
Menurut Safir mereka berdua adalah jelmaan seseorang yang ia benci sekaligus masih dicintai, walaupun ia sangat bodoh waktu itu.
Safira mengunci pintu rumah setelah itu ia berjalan menyusuri lorong. Beberapa ibu- ibu sibuk dengan aktifitas masing- masing. Beberapa orang menyapa dirinya dan melempar senyum.
"Mba Safir." Tegur ibu- ibu yang sedang menjemur.
"Dalem Bu." Jawab Safira. Safira mempercepat langkahnya menuju ke sekolah SMP, setelah sampai ia menuju kantin dan meletakan jualannya.
"Mba Safir kirain gak dateng, laper nungguin hehe." Jawab gadis SMP sambil membantu Safir meletakan bungkusan di tangan.
"Hehe iya, Mba harus urus Lia dan Lio dulu." Jawab Safir sambil membuka jualan, ia juga melepas sarung gendongan Lia dan Lio untuk tidur di kursi kayu panjang.
"Mba beli empat ya Mba, mba gak kerepotan apa bawa mereka mulu? Tanya Amira, gadis itu bernama Amira.
"Enggak kok justru Mba seneng, ada temennya." Jawab Safira.
"Oh yaudah deh, Mba aku beli 5 nasi ya. " Amira mengeluarkan uang pas dan Safir membungkus nasi ke dalam plastik.
"Makasih ya, pembeli pertama ini hehe." Kata Safir.
"Nggeh, sama- sama Mba. Ke kelas dulu yo." Amira mengambil makanan itu dari tangan Safira dan lekas pergi.
Banyak yang mengira Safira berumur dua puluh tahun karena penampilannya tapi nyatanya ia masih enam belas tahun. Safira sengaja menutupi usia sebenarnya agar tidak ada yang julid.
Di umur 13 tahun Safira mengandung, Safir di nyatakan hamil bulan januari dan melahirkan di akhir november. Memgandung dan melahirkan di usia belia tidaklah mudah karena memiliki resiko cukup tinggi. Kalau mau di bilang muda banget. Hei, diluar negeri sana bahkan di daerah terpencil sudah menikah dan tidur bersama setelah baligh. Jadi apakah salah Safira memiliki anak di usia sekarang?
Safir mendagangkan jualanya tak jarang ia tersenyum dan tertawa dengan murid- murid yang membeli makanannya. Lia dan Liopun menjadi pusat perhatian karena tampangnya yang gemash dan banyak yang menggendongnya.
Safir menghela nafas kadang ada rasa iri di benaknya, di usia sekarang harusnya ia duduk di bangku SMP sama seperti mereka tapi ia sudah menjadi ibu tunggal untuk anaknya
***