89. KEJUTAN

1388 Words
Stev dan teman-teman pulang menuju rumah masing-masing, tidak lupa berpamitan dengan Kakek Hamzo selaku guru mereka. *** Stev yang baru saja sampai di sekitar desanya, dia ingin membuat kejutan sebelum masuk ke desa. Terlihat Stev mengambil pedang yang sebelumnya ditaruh di punggung. "Hey, Stev! Apa yang ingin kamu lakukan?" tanya Draga menjadi penasaran, akan tetapi Stev hanya menjawab dengan tersenyum "Oh, aku tau. Jangan-jangan kamu ingin membuat keributan dan menghancurkan sebagian desa dengan kekuatan pedangmu? Benar begitu kan?" lanjut Draga menduga. "Heh, ngawur kamu! Mana mungkin aku melakukan itu. Aku ini sangat mencintai desa, jadi mustahil aku membuat kekacauan di desa, apalagi menghancurkan desa. Enak saja dikira sejahat itu," balas Stev sedikit emosi. "Hahaha, aku cuma bercanda, jangan dibuat serius, Stev! Lah terus itu buat apa mengeluarkan pedang segala?" tanya roh Draga sekali lagi. "Kamu diam dan liat saja ya, ini pasti keren!" Mendengar itu, Draga terdiam dan ingin mengikuti saran Stev, kemudian kekuatan energi milikn Stev meningkat, bahkan agak berkobar. Draga terkejut melihat itu, dia mengira Stev akan mengeluarkan teknik dan mengacaukan area sekitar situ, tapi baru saja dia mendengar bahwa Stev tidak mungkin melakukan kekacauan. Bahkan kedua mata Stev menyala biru dan merah, begitu juga dengan pedang legendaris. Stev mengangkat pedangnya ke arah langit, dia juga memegang pedang menggunakan kedua tangan. Semua persiapan sudah selesai, saatnya membuat kejutan. "Hoaaaa! Keluarlah kekuatan es dan api!" teriak Stev dengan keras. Kekuaan pedang es dan api pun muncul, es dan api menjulang panjang dan tinggi ke arah langit bersamaan, bahkan seperti menari indah. Saat sampi di atas terjadi benturan antara es dan api hingga terjadi ledakan seperti kembang api, namun ledakan itu hanya terdengar pelan. "Hey, lihat! Apa itu?" teriak salah 1 warga desa. "Wah, apa itu kembang api?" balas yang lain. "Keren sekali, siapa yamg menyalakan kembang api di pagi hari?" ucap yang lain. Banyak warga terpesona dengan keindahan kembang api buatan Stev tersebut, bahkan Stev melakukan itu beberapa kali. Khen yang ada di dalam rumah mendengar teriakan para warga, kemudian bergegas keluar bersama adiknya. "Ada apa? Apa yang terjadi?" tanya Khen penasaran. "Khen lihat! Itu indah sekali," kata temannya. "Hah, kembang api? Dari mana asalnya?" kaget Khen. "Wah, jadi seperti itu kembang api? Keren sekali, aku baru kali ini melihatnya. Ayo Kak kita menuju ke sana, sepertinya asal kembang api itu cukup dekat," ajak adiknya Khen. "Loh, kamu benar. Ayo kita ke sana," balas Khen, warga lain pun sangat penasaran siapa yang melakukan itu, kemudian mengikuti Khen. Memang Stev membuat kejuatan itu tidak jauh dari desa jadi terlihat dekat. "Oke, aku rasa sudah cukup. Pasti para penduduk udah tau kembang api ini," ucap Stev lalu menghentikan pembuatan kembang api, dia sedikit lelah, tapi sangat menyenangkan. Stev memasukkan pedang legendarisnya ke sarung pedang karena tujuan mengeluarkan pedang sudah selesai. Selanjutnya, Stev berjalan memasuki desa tercintanya itu, dia juga tersenyum bahagia. "Stev, cerdik juga kamu melakuakn itu," ucap Draga yang selalu berpegangan di pundak kanan Stev. "Iya donk! Stev yang ganteng gitu loh," balas Stev percaya diri. "Dasar Stev, ganteng-ganteng kok jomblo, hahaha!" "Berisik kau, Draga. Sok tau kamu!" kesal Stev, tapi hanya bercanda. Mendengar itu, Draga terkekeh senang, apalagi wajah Stev sedikit cemberut. Setelah itu, Stev teringat dengan gelang pemberian gadis di desanya. "Gelang ini. Vivi, apa maksudmu? Aku gak ngerti," batin Stev dengan tersenyum manis. "Memangnya itu gelang apa, Stev?" tanya Draga saat mengetahui Stev memperhatikan gelang itu. "Oh, bukan apa-apa. Lucu kan gelang ini?" balas Stev balik bertanya. "Iya, bahkan menurutku terlihat cantik." Stev melebarkan kedua bola mata mendengar kata cantik, tapi segera menyikapinya dengan biasa, karena sebentar lagi para warga akan menemuinya. Sekian langkah kemudian, akhirnya para warga mengetahui kepulangan Stev, karena dia ada di jalan masuk desa yang kecil, alias bukan jalan masuk desa utama. "Hah, siapa dia?" ucap salah 1 warga melihat Stev dari kejauhan, yang lain pun penasaran. Khen memperhatikan dengan serius karena masih agak jauh, tapi segera menyadari. "Stev! Itu beneran Stev kan?" ucap Khen terkejut. "Stev! Aku yakin sekali itu Stev! Stev!!!" teriak Khen, kemudian bergegas lari ke arah Stev. "Tunggu Kak!" pinta adiknya, lalu ikut menyusul berlari. "Hah, serius itu Stev?" "Gak mungkin!" "Berarti dia berhasil memenangkan turnamen? Wah, keren!" "Ayo kita segera ke sana!" Perkataan para warga terkejut mengetahui bahwa itu Stev, meski masih ragu. Semua berlari untuk memastikan kepulangan Stev, sang pemimpin pemburu. Tampak Stev tersenyum melihat Khen berlari mendekatinya, diikuti adik Khen dan para penduduk desa. "Khen? Para penduduk desa, semuanya! Aku saangat rindu kalian!" gumam Stev, dia mempercepat jalannya, namun tidak berlari karena sedikit lelah. Akhirnya Khen bertemu dengan Stev, bahkan langsung merangkul karena kangen sekaligus khawatir dengan keadaan Stev. "Stev, ternyata memang kamu. Syukurlah kamu kembali dengan selamat!" ucap Khen. "Khen, teruma kasih selalu mengkhawatirkan aku. Aku juga bersyukur kalian semua baik-baik saja!" balas Stev. "Kak Stev! Selamat datang!" ucap adikya Khen, dia juga memeluk Stev. "Stev, akhirnya pulang juga!" "Yuhuu!" "Pemimpin kita pulang!" "Horeee!!" Semua warga memeluk Stev, terutama warga laki-laki, sedangkan yang perempuan tepuk tangan meriah, pasti malu jika merangkul Stev yang merupakan lawan jenis. Para warga bahkan mengangkat tubuh Stev dan melempar lemparkan ke atas dengan seru, semua berteriak bahagia dan memberi selamat, sedangkan Stev tertawa bahagia mendapat itu. "Stev, aki sangat bahagia kamu pulang dengan selamat. Makasih sudah menyelamatkan aku dan semuanya!" batin Vivi sambil menyatukan kedua tengannya dan dikepal, raut wajahnya tersenyum bahagia. Sekian detik kemudian, Stev diturunkan, semua bangga pada Stev. Sesaat kemudian, kedua orang tua Stev baru datang dan terharu. "Ayah, Bunda!" ucap Stev, dia bergegas lari menuju orang tua-nya, mereka juga mendekat pada Stev. "Bunda! Aku kangen sekali!" ucap Stev sambil memeluk Ibunya, tampak ayahnya mengusap-usap kepala Stev karena bangga. "Bunda juga kangen sama kamu, Nak. Aku bahagia, akhirnya kamu pulang dengan selamat, Nak!" balas Ibunya, kemudian mencium kening Stev, sedangkan Stev mencium kedua pipi Ibunya tersebut. Selanjutnya memeluk ayahnya. "Aku juga kangen sama Ayah!" ucap Stev. "Aku juga Stev. Ayah sangat khawatir dengan keadaanmu, tapi sekarang kami lega, kamu sudah ada di sini," balas Ayahnya. Kepala desa, Kakek Chimon dan lainnya memberi ucapan selamat datang kembali dan mereka akan menyambut kepulangan Stev, kemudian Stev diajak ke rumah kepala desa untuk menikmati banyak hidangan, meski hanya kue, buah, dan minuman, namun variasinya cukup banyak. Hal itu karena para warga memang belum memasak nasi, karena ini masih sangat pagi, jadi mereka belum berburu juga. Stev dan para warga memgobrol dan menanyakan keadaan Stev di turnamen itu. Terlihat Stev menaruh pedang suci legendaris di kursi, dia juga menaruh pedang yang dipinjamkan Kakek Chimon waktu itu sebelum berangkat turnamen. Sebenarnya dari tadi warga sangat penasaran dengan pedang besar milik Stev itu, tapi belum saatnya bertanya, karena masih banyak yang harus ditanya lebih dulu, seperti turnamen, bencana kegelapan, dan lainnya. Pak kepala desa bertanya mengenai hadiah dalam turnamen itu, ada juga yang bertanya mengenai bencana energi awan gelap itu berasal dari mana, mereka berpikiran bahwa Stev pasti tahu kejadian itu. Mendengar itu, Stev sedikit bersedih, kemudian menceritakan apa yang sebenarnya terjadi ... "Maafkan aku semuanya! Ternyata turnamen itu hanya tipuan belaka!" "Apa? Stev, apa maksudmu?" tanya Pak Kepala Desa. "Bagaimana bisa?" tambah Kakek Chimon, semua warga terkejut mendengar itu. Selanjutnya, Stev menceritakan bahwa turnamen itu hanya tipuan dari para penyihir, dan tujuan turnamen hanya untuk mencari tumbal bagi ritual bencana kegelapan itu. Semua semakin terkejut dan merasa tidak percaya, tapi memang itulah kejadian yang nyata terjadi. Stev juga menceritakan bahwa 5 penyihir itu sangat jahat, mereka ingin menguasai dunia dan memusnahkan umat manusia, kecuali mereka dan mungkin orang tertentu pilihan para penyihir. "Penyihir kurang ajar!" "Sungguh keterlaluan mereka." Para warga kesal dan benci dengan para penyihir jahat itu, tapi para warga memang tidak bisa berbuat apa-apa. "Stev, terus bagaimana kamu bisa selamat dari tumbal itu?" tanya Kekek Chimon, semua ingin mendengar cerita Stev lagi. "Hehe itu semua berkat ini," jawab Stev dengan mengambil pedang suci legendaris yang ditaruh di sampingnya. Saat ini, Draga memilih untuk bersembunyi sementara di dalam pedang legendaris, mungkin merasa malu. "Oh, iya. Pedang apa itu sebenarnya, Stev?" tanya Khen. "Iya, aku juga sagat penasaran dari tadi," tambah yang lain. "Ah, aku baru ingat. Kakek Chimon, ini aku kembalikan pedang milik Kakek. Terima kasih banyak, pedang ini sangat bermanfaat bagi saya. Tapi sekarang saya sudah memiliki pedang pribadiku," ucap Stev dengan tersenyum. Setelah mengembalikan pedang milik Kakek Chimon, dia ingin menceritakan asal pedang suci legendaris miliknya. Tentu saja semua ingin tahu dan sangat penasaran. TO BE CONTINUED
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD