PART. 13

992 Words
Selesai memeriksa Alea, dokter Indri menatap wajah pucat Alea. Mereka hanya berdua di dalam kamar tidur Alea, karena Lee diminta dokter Indri untuk menunggu di luar kamar. "Alea.... " "Ehmm," Alea menatap wajah dokter Indri, sang dokter seperti ragu untuk mengatakan sesuatu. "Ada apa?" Alea jadi cemas karena sikap dokter Indri. "Alea, kapan terakhir kali kau menstruasi?" Mendengar pertanyaan Indri, Alea langsung bangun dari berbaringnya. Ditatap Indri dengan lekat, jantungnya berdetak dengan cepat. "Dokter?" Indri menganggukan kepalanya. "Sebaiknya kau melakukan test kehamilan Alea." "Tidak, aku tidak ingin hamil! Aku tidak mungkin hamil! Aku tidak mau hamil!!" Alea berteriak panik, ia turun dari atas ranjang, disarangkan tinjunya berulang kali ke perutnya. Lee yang mendengar teriakan Alea, membuka pintu kamar. Ia termangu di ambang pintu untuk sesaat. "Lee, tolong aku!" Indri berteriak memanggil Lee. Ia berusaha memeluk Alea, agar Alea berhenti menyakiti dirinya sendiri. Lee berlari mendekati Alea, dan Indri. "Aku tidak mau hamil, aku tidak ingin punya anak!" Alea berusaha berontak dari pegangan Indri, Lee menggantikan Indri untuk memegang Alea yang histeris. "Ini salahmu, ini salahmu, ini salahmu! Aku membencimu Lee, aku membencimu!! Aku.... " Alea jatuh lunglai dalam pelukan Lee. Lee membaringkan Alea di atas ranjang. Disingkirkan rambut yang menutupi wajah Alea, disekanya pipi Alea yang basah oleh air mata. Diselimutinya tubuh Alea. Tumini, dan Jumah sudah berdiri di ambang pintu. Mereka menatap iba pada Alea. "Ada apa sebenarnya, dokter?" Lee bangun dari duduknya, matanya menatap dokter Indri yang tampak shock dengan apa yang baru saja terjadi. Ia tahu Alea tidak pernah ingin memiliki anak, tapi ia tak menduga kalau reaksi Alea sehisteris tadi. "Dokter, apa yang terjadi, apa Alea hamil?" Lee kembali bertanya, karena Indri tidak menjawab pertanyaannya. "Aku ingin bicara dengan bik Tuminah, dan bik Jumah. Tolong jaga dia Lee," ucap Indri tanpa menjawab pertanyaan Lee. "Baik dokter," kepala Lee mengangguk. Dokter Indri menatap Tumini, dan Jumah. "Ada beberapa pertanyaanku yang harus kalian jawab, kita bicara di bawah saja." "Baik, Bu dokter." Tiba di lantai bawah, Indri, dan kedua bibik duduk di sofa ruang tengah. "Siapa pria yang sering datang ke sini?" tanya Indri langsung saja. Indri bertanya pada kedua bibik, karena ia yakin, Alea tidak akan mau mengatakan siapa ayah dari bayi yang dikandungnya, Indri perlu tahu siapa ayah dari si bayi, agar ia bisa bicara tentang kondisi Alea saat ini. "Tidak ada Bu dokter," jawab Tumini. "Reno bagaimana?" "Mas Reno sudah lama sekali tidak datang," Jumah yang menjawab. Indri menarik napasnya dalam. "Alea hamil," ucap Indri lirih. Jumah, dan Tumini saling pandang. "Kalian berdua tahukan, kalau Alea tidak ingin memiliki anak, bahkan dia lebih memilih berpisah dengan Reno, dari pada harus hamil?" Indri menatap Tumini, dan Jumah bergantian. "Iya, Bu dokter, tapi sungguh tidak pernah ada satu pria yang dibawa nyonya ke rumah." "Mungkin ada pria yang biasa menjemputnya?" "Tidak ada juga Bu dokter." Dokter Indri menghela napasnya. "Aku tidak mungkin bertanya pada Alea, dalam kondisi dia seperti itu. Aku sendiri yakin kalau pria itu bukan Reno. Reno sangat tahu, kalau Alea tidak pernah ingin memiliki anak. Tapi, siapa pria itu?" "Jangan-jangan.... " gumaman Tumini terhenti. Tumini, dan Jumah saling pandang. "Jangan-jangan apa?" Indri menatap Tumini penasaran. "Lee," gumam Tumini, dan Jumah bersamaan. "Lee?" Indri menatap dua orang bibik dengan mata melebar. Ia jadi teringat ucapan Alea yang mengatakan kalau Alea membenci Lee. "Maksud kalian, Lee, dan Alea ... itu tidak mungkin aku rasa. Alea bukan wanita yang mudah diintimidasi, atau dipengaruhi. Lee juga aku rasa seorang pria yang santun. Dia tidak mungkin melakukan hal biadab pada Alea," kepala Indri menggeleng berulang kali. "Mereka suami istri, Bu dokter. Mereka sudah menikah lebih dari satu bulan yang lalu" ucap Jumah. "Apa!?" Indri merasa tidak yakin dengan pendengarannya. "Nyonya Alea, dan tuan Reno ingin rujuk. Tapi, waktu itu, saking marahnya tuan Reno, pada nyonya Alea, karena nyonya bertengkar dengan ibu tuan Reno. Tuan Reno sampai menalak tiga nyonya Alea." "Aku tahu itu, tapi apa hubungannya dengan pernikahan Alea, dan Lee, Bik?" "Tuan Reno, dan nyonya ingin rujuk, mereka harus menikah dulu dengan orang lain kalau ingin rujuk. Tuan Reno memang sudah menikah dengan pilihan ibunya, tapi nyonya Alea tidak menikah lagi." "Lalu ... tunggu!" Indri mengangkat telapak tangannya, saat Tumini ingin melanjutkan ceritanya. "Lee menikahi Alea, lalu nanti akan menceraikannya, agar Alea nanti bisa kembali menikah dengan Reno, begitukah?" "Iya, Bu dokter." "Astaghfirullah hal adzim, itu mempermainkan pernikahan namamya. Hhhh, sekarang kalian ke atas, jaga Alea, minta Lee untuk menemui aku di sini." "Baik Bu dokter." Tumini, dan Jumah naik ke lantai atas. Tak berapa lama Lee muncul di hadapan Indri. "Duduk Lee," Indri menunjuk sofa di dekatnya. Lee duduk di sana, ditatapnya wajah Indri, dokter yang usianya sudah lima puluh tahun. "Tumini, dan Jumah sudah menceritakan padaku, tentang pernikahanmu, dengan Alea. Lee,  Alea hamil, apakah itu anakmu?" "Alhamdulillah, aku sudah menduga kalau dia tengah hamil." Mata Lee memancarkan rasa bahagia. "Lee, apakah itu anakmu?" Indri mengulangi pertanyaannya. "I-iya dokter, tapi jangan berpikir kalau aku memperkosanya, dia yang awalnya memperkosaku." "Maksudmu?" Meluncurlah cerita dari mulut Lee saat malam pertama mereka. "Tuan Reno memang membayarku untuk menikahi Alea, dokter. Tapi jujur, aku mulai jatuh cinta pada Alea. Aku ingin mempertahankan pernikahan ini, aku akan membuat Alea jatuh cinta padaku. Aku berjanji, akan berusaha membuat dia bahagia. Apa lagi, dia sekarang sudah mengandung ankku." Mantap Lee mengatakan janjinya. Rasa marahnya pada Reno membuatnya mengambil keputusan, untuk memperjuangkan Alea. "Aku percaya padamu, Lee. Tapi kau harus tahu, jalanmu untuk meraih cinta Alea tidak akan mudah. Aku rasa Alea juga tidak akan mau mempertahankan kandungannya. Kau juga harus tahu Lee, perceraian Alea, dan Reno berasal dari Alea yang tidak bersedia hamil." "Maksud dokter?" "Reno sangat mencintai Alea, karena itu dia tetap menikahi Alea, meski Alea tidak bersedia memberinya keturunan." "Kenapa Alea tidak ingin memiliki anak, dokter?" Indri menarik napasnya dengan berat. "Panjang untuk diceritakan Lee. Alea itu terlihat seperti wanita yang sangat tegar bukan? Tapi, dia punya masa lalu yang membuatnya trauma akan beberapa hal. Sekarang yang penting kita harus bisa meyakinkan Alea, agar bersedia mempertahankan kehamilannya." BERSAMBUNG
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD