"Pembantu?" Zaky menatap Sean tak percaya. "Moza jadi pembantu? Bagaimana bisa gadis sombong itu menjadi pembantu? Pasti ini menjadi pukulan berat buat dia!"
"Bagaimana bisa? Bukankah ayahnya pemilik MP Grup? Bagaimana mungkin ayah seorang pemilik perusahaan besar menjadi seorang pembantu? Apa perusahaannya bangkrut? Tapi aku tak pernah mendengar perusahaan itu bangkrut, jangan-jangan mereka sengaja menyembunyikannya pada publik agar saham mereka tidak anjok?"
"Kamu gak lagi bohong, kan, Sean?"
Sean menyeringai mendengar tanggapan teman-temannya setelah laki-laki itu mengatakan Moza bekerja sebagai pembantu di rumahnya. Tentu saja mereka tak percaya Moza yang mereka kenal sebagai bintang di sekolah mereka bekerja sebagai pembantu. Gadis yang mereka kenal sebagai gadis paling paling pintar di sekolah mereka bahkan mengalahakan Sean yang kepintarannya di atas rata-rata.
Mereka mengira dengan kepandaiannya apalagi mereka dengar Moza lulusan dari luar negeri mana mungkin gadis itu hanya sebagai pembantu. Mereka yakin saat ini Moza bekerja direktur atau manajer di perusahaan milik ayahnya, siapa sangka gadis itu hanya sebagai pembantu, di rumah Sean lagi!
Kelima laki-laki itu kecuali Rony menatap tak percaya pada Sean apalagi yang mereka tahu Sean sangat membenci gadis itu karena merasa gadis itu mampu mengalahkan prestasinya dan memupus ambisi Sean untuk menjadi juara umum setiap semesternya kecuali saat mereka berada di semester 1 kelas dua belas dua belas karena setelah itu gadis itu tak pernah lagi terlihat di sekolah mereka. Rumor yang beredar mengatakan Moza melanjutkan sekolah di luar negeri karena itu dia tak pernah muncul lagi di sekolah mereka.
Rony menggelengkan kepala tak menyangka sang teman akan mengatakan hal seperti itu. Sebenarnya Rony sudah tahu kalau Moza tidak bekerja sebagai manajer seperti dugaan teman-temannya tapi setahunya gadis itu bekerja pelayan di sebuah restoran terkenal. Rony mengetahui hal itu sekitar sebulan yang lalu ketika dia dan temannya makan di tempat itu tapi dia sama sekali tak tahu kalau Moza bekerja di rumah Sean padahal dia sering datang ke tempat ini.
"Tentu saja! Kapan aku pernah berbohong?" sahut Sean jumawa yang disambut dengan anggukan kepala oleh Zaky, Dony dan Roman, hanya Ronya yang hanya menatap Sean penuh tanya.
"Aku yakin kalau selama ini kalain tidak tahu kalau selama ini dia membohongi kita?" lanjut Sean dengan bibir menyeringai.
"Dibohongi?" tanya keempat kawannya serentak.
"Ya, penyihir kecil itu ternyaa telah membohongi kita dengan telak!" ada amarah dalam nada suara Sean, dia merasa geram karena selama ini percaya pada berita beredar tentang gadis itu.
Sean menghela nafas panjang menatap wajah temannya satu persatu sebelum akhirnya berkata tentang Moza dengan nada mencobir.
"Ternyata dia itu sama sekali tak melanjutkan sekolaj di luar negeri, kalian tahu bahkan ijazahnya hanya peket C. Bener-benar gak tahu malu!"
"Padahal selama kita tahunya dia pindah ke luar negeri dan melanjutkan sekolah dan kuliah bersama," sahut Zaky yang ikut merasa kesal karena telah ternjur percaya pada beita gadis itu
"Bener gak nyangka banget padahal kita sudah berekspektasi sangat tinggi sama dia," dengus Dony.
"Setahuku dia gak pernah cerita apa-apa, selama kita sendiri hanya membuat asumsi sendiri tentang Moza," bela Rony. Dia tak terima Moza dikatakan mengabarkan berita bohong tentang dirinya. Seingatknya gadis itu , seingatnya Moza tak perneh mengatakan apapun tentang hal itu dan entah siapa yang menghembuskan berita itu ketika Moza tak lagi sekolah di sekolah mereka.
Sebenarnya Rony cukup penasaran kenapa gadis itu pindah dari sekolah mereka setelah tak lagi menjadi juara satu karena sang juara satu berganti menjadi Sean tapi kemudian rasa penasarannya menghilang ketika dia mendengar kalau gadis itu sekolah di luar negeri, entah di negara mana.
"Haha, tentu saja dia gak terima! Si Rony kan bucin banget tuh sama penyihir kecil itu," ejek Sean yang diikuti tawa ketiga temannya.
"Iya, sudah 10 tahu berlalu tapi kamu masih juga belum bisa move on dari dia," ledek Ramon.
Rony hanya tersenyum kecut mendengar ledekan dari teman-temannya, harus dia akui, dia memang sangat mencintai Moza dan pernah diam-diam menyatakan cintanya pada gadis meski Moza menolaknya tapi dia tak pernah berheni mencintai gadis itu. Menurutnya gadis itu berbeda dengan gadis lain dan di matanya Moza tak seperi yang dikatakan teman-temannya terutama Sean yang sangat membenci Moza.
"Aku gak tahu apa yang kamu lihat dari dia, Ron. Menurutku dia itu biasa saja, cantik sih tapi gak secantik gadis-gadis di sekeliling kita,"
"Aku heran bagaimana kamu bisa suka pada gadis ambisius itu, Ron," Sean tertawa sumbang mengejek sahabatnya.
Bayangan tentang Moza saat mereka masih remaja dulu membuat Sean merasa kesal, Gadis dengan penampilannya yang selalu menawan itu telah berhasil mematahkan ambisinya. Sean masih ingat bagaimana dulu ayahnya menghajarnya dan tak mengabulkan keinginannya hanya karena dia tidak mendapat peringkat 1. Untungnya dia berhasil menyuap wali kelasnya untuk mengubah nilai-nilainya sehingga di berhasil mengalahkan penyihir kecil itu saat akhir semester 1 kelas 12 jadi akhirnya sang ayah tak lagi memperlakukannya dengan kasar.
"Aku yakin ada alasan kenapa dia seperti itu," bela Rony yang membuat teman-temannya makin tergelak.
"Jangan-jangan si Moza sengaja menyihir Rony mejadi begitu. Dulu kalau kita , aku sering melihat dia diam-diam melihat ke arah kita. Mungkin saja saat itu dia tengah mengirimkan mantra cinta pada Rony," ujar Dony serius.
"Kalau benar dia pembantu kamu, kenapa kamu gak suruh dia membuatkan kita minuman?" celetuk Zaky sambil tersenyum miring.
Sean menatap Zaky kesal lalu segera memerintah salah satu asistennya untuk memanggil Moza agar teman-temanya percaya kalau apa yang dikatakannya benar.
Sepuluh menit kemudian, Moza muncul di ruang tamu dengan wajah ditekuk karena dia masih kesal pada Sean tapi dia menjadi terkejut saat menyadari ada orang lain di tempat itu. Moza tersenyum kaku pada lima laki-laki lain yang ada di ruangan itu, Moza mencoba mengingat mereka satu persatu yang merupakan teman satu sekolahnya dulu. Keenam orang itu langsung menghentikan tawa mereka saat melihat kehadiran Moza di depan mereka.
"Tuan memanggil saya?" tanya gadis itu begitu berada dalam jarak 1 meter di depan Sean dengan penuh hormat.
Kelima teman Sean merasa kaget mendengar panggilan Moza pada Sean, apa dia tak tahu kalau majikannya adalah Sean? Keenam orang itu selain Sean tampak mengamati Moza dari atas ke bawah membuat Moza merasa risih dan juga takut. Orang-orang itu, selain Sean adalah orang-orang yang pernah ditolaknya dulu, bagaimana kalau mereka melakukan sesuatu untuk membalaskan sakit mereka padanya?
"Lelet amat, sih!" bentak Sean kesal sembari menatap dingin gadis yang berdiri resah di depannya.
"Maaf...,"
"Buatkan kami minuman! Cepat!" perintah Sean dingin memotong alasan yang akan disampaikan Moza.
"Baik," jawab Moza tak kalah dinginnya, gadis itu segera berbalik untuk menuju ke dapur.
"Tunggu! Kamu beneran Moza?"
***
AlanyLove