Bab 8. Penyamaran di Ujung Tanduk

1162 Words
Penyamaran di Ujung Tanduk Kali ini, Sonya telah mengganti pakaian dan mengeringkan rambutnya. Kejadian di kolam renang tadi cukup merepotkan, tapi juga menyenangkan. Sonya terkekeh jika ingat bagaimana gelagapannya Ririn saat kepalanya ia celupkan ke dalam air. Namun ada satu hal yang membuat Sonya kembali bertanya-tanya. Tentang Sofia, adik dari Sonya! “Ririn berkata, Hardi sengaja memindahkan harta warisan Sofia menjadi milikku dengan cara membuat Sofia meninggal? Apa maksudnya?” gumamnya seorang diri sambil berbaring sebelum tidur. Lalu sebuah terkaan buruk terlintas di pikirannya. “Apa jangan-jangan, kematian Sofia memang direncanakan oleh mereka waktu itu!” Sonya menutup mulutnya sendiri sambil menggeleng tak percaya. “Tidak mungkin, Sofia memang kecelakaan seperti yang menimpaku! Dia tidak mungkin mati dibunuh! Tidak mungkin!” Kehilangan Sofia tiga tahun lalu rasanya masih sangat menyakitkan bagi Sonya. Namun jika Sofia meninggal dunia karena ada orang yang menyakitinya! Tak akan ada satu pun, nurani dari seorang kakak, yang sanggup menerimanya! “Perkataan Ririn dengan ibu tadi, cukup mencurigakan! Aku harus menyelidikinya!” Sonya pun berjalan mengendap, dia berpura-pura seperti orang buta sebelumnya. Lalu tanpa membuat suara, perempuan tersebut berdiri tepat di depan kamar Ririn. “Aku yakin, Hardi saat ini juga sedang ada di kamar wanita jalang tersebut!” ** Sementara itu, di kamar Ririn. Wanita tersebut sedang kedinginan dan memakai selimut. Dia sudah berganti pakaian dan kini Hardi sedang menemaninya. “Minumlah, aku meminta asisten membuatkan minuman hangat untukmu sejak tadi. Tapi masih belum kau minum!” ujar Hardi setelah berulang kali menawarkan. Ririn menggeleng, wajah ketus di tengah tubuhnya yang sedang menggigil. “Kau tidak melihat apa yang kulihat tadi!” “Memang apa?” “Sonya menatap mataku secara langsung sambil tersenyum mengejek. Dia sengaja menenggelamkan aku seperti tadi, Mas!” tutur Ririn menggebu-gebu. “Ah, sudahlah! Kau pasti salah lihat karena tadi sedang panik!” “Aku tidak salah lihat!” Ririn bersikukuh hingga tanpa sengaja membentak pada Hardi. Lalu Hardi pun menyipitkan mata sambil menatap kesal pada Ririn karena tak suka gaya bicaranya. “Maaf! Tapi itu benar, Mas! Aku tidak mungkin salah lihat tadi! Dia seakan sengaja untuk mencari momen agar bisa menarikku hingga jatuh ke kolam dan kemudian dia bisa menenggelamkan aku,” lanjut Ririn dengan nada yang lebih tenang kali ini. Tapi wajahnya masih seperti orang menyimpan seribu dendam kesumat. Hardi menggelengkan kepala. “Apa kau yakin?” Ririn mengangguk dengan pasti. “Aku yakin! Aku tidak salah lihat, Mas!” “Baiklah, kita selidiki nanti! Yang penting sekarang kau istirahat dulu! Kau bisa masuk angin jika tidur terlalu malam!” timpal Hardi yang merapatkan selimut kepada tubuh selingkuhannya tersebut. “Lalu kaumau ke mana malam ini?” Wanita itu menggelayut dengan manja pada lengan kekar Hardi. “Aku harus bekerja. Lagi pula, jangan sampai Sonya curiga. Jadi aku akan tidur di kamarnya malam ini!” jawab Hardi sambil mengusap kepala Ririn. Namun Ririn malah makin merengek. “Kautahu dia sudah jahat padaku, tapi kenapa kau masih mau menemaninya?” Hardi kembali menghela napas. “Rin ..., jangan seperti ini!” “Mas ..., aku kedinginan ...!” Ririn bertingkah manja di depan suaminya tersebut. Dia sengaja menyilangkan kaki dan menindih kaki dari Hardi untuk menggodanya. Sadar akan godaan dari wanita pujaan hatinya, maka Hardi pun tak dapat menahan nafsu yang membakar jiwanya. “Kau memang suka sekali memancingku.” “Tidur di sini malam ini? Hangatkan aku ....” “Akan kubuat kau menjadi sangat hangat dan juga ... basah! Kau keberatan?” “Jika kau yang membuat aku basah, banjir pun aku tidak keberatan.” Mereka pun larut dalam kenikmatan duniawi yang hanya sesaat. Karena setelahnya, kedua sejoli yang sedang kehilangan akal sehat tersebut, masih memikirkan tentang bagaimana cara menjatuhkan Sonya dan menguasai harta perempuan tersebut. “Mas ... aku punya ide untuk mencari bukti apakah Sonya sebenarnya bisa melihat atau tidak!” pungkas Ririn setelah permainan mereka baru saja usai. “Sebenarnya mudah saja, arahkan pisau padanya. Jika dia menghindar, maka dia bisa melihat!” Ririn pun merenung. “Iya, juga, ya! Tapi ... bukankah itu terlalu bahaya? Nanti jika para pelayan melihat hal itu lalu mereka ada yang melapor polisi bagaimana?” “Kalau mereka mau melapor, seharusnya dari awal sudah ada yang melaporkan kita. Apa kau tidak ingat, kita sudah beberapa kali berusaha untuk mencelakai dia akhir-akhir ini? Aku yakin para pekerja itu juga tahu motif dan rencana kita!” timpal Hardi dengan percaya diri. “Ah, tidak! Tidak! Jangan seperti itu! Itu terlalu ekstrem, Mas! Kita cari tahu saja saksinya!” ujar Ririn sambil tersenyum. “Saksi? Siapa? Fatimah?” “Fatimah terlalu loyal pada istrimu, Mas! Kalau Sonya menyembunyikan rahasia lewat Fatimah, maka pembantu itu tak akan mengungkapnya. Aku yakin seratus persen!” “Belum tentu kalau kita beri uang! Bisa jadi dia tetap akan membuka mulut jika diberi uang.” Hardi berbaring di samping Ririn dengan menggunakan tangannya sebagai bantalan. “Nah, aku tahu siapa orang yang akan buka mulut dengan mudah dan bisa menjadi saksi!” Ririn tersenyum, lalu dia berbaring di atas otot tubuh kekasihnya. “Siapa?” “Yunita!” Perkataan tersebut terdengar jelas oleh seseorang yang sejak tadi berada di depan kamar mereka. Sonya sedikit gentar saat mendengar nama pelayan yang memergokinya itu disebut. ** Keesokan harinya, Sonya yang baru saja keluar dari kamar, disambut dengan pemandangan yang cukup tegang dari ruang tengah. Hardi dan juga Ririn duduk di salah satu sofa panjang, lalu di depan mereka terdapat seorang pelayan yang sedang tertunduk patuh pada keduanya. “Sonya! Aku tahu jika sebenarnya kau tidak buta!” gertak Ririn secara lantang. Namun Sonya yang sedang berjalan sambil menggunakan tongkat itu tetap berusaha untuk tenang. “Kau sudah tidak punya sopan santun pada majikanmu sendiri!” timpal Sonya. “Untuk apa? Kau berusaha membunuhku kemarin! Seharusnya hari ini kau berada di penjara! Kami akan melaporkanmu!” Ririn berdiri dengan percaya diri sambil menatap pada Sonya. Hardi pun akhirnya mendekat pada Sonya, dia mencoba menilik pada mata milik istrinya tersebut. Dia mengibaskan tangan dan Sonya tak memberi respons apa-apa atas semua gerakan tersebut. “Dia pasti sedang berpura-pura!” tuduh Ririn. “Sonya, apa benar kau sebenarnya bisa melihat dan sengaja melakukan semuanya?” Hardi kali ini menanyai Sonya. “Kenapa kau bisa menanyakan hal sekejam itu, Sayang? Menjadi buta itu ... sangat menyedihkan buatku, jadi untuk apa aku berpura-pura.” Sonya terdiam hingga menitikkan air mata. “Kau tidak bisa mengelak, karena ada orang yang bisa memberikan kesaksian jika kau sudah bisa melihat!” Ririn menatap ke arah Yunita. Sonya bisa melihat jika di sana ada pelayan yang memang kemarin memergoki dirinya. Mereka bertatapan, tapi Sonya berusaha untuk tetap tegar. Yunita menatap ke arah Sonya, lalu perempuan itu tersenyum tipis. “Apa yang bisa saya dapatkan jika saya bersaksi?” tanya Yunita. “Cek sepuluh juta!” jawab Hardi dengan lugas. Mendengar jumlah yang fantastis baginya, Yunita pun tersenyum. Sementara itu, Sonya meremas pegangan tongkatnya. “Apa seharusnya kemarin aku memberi dia uang yang dia mau untuk mengunci mulutnya?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD