Bab 5. Menyaksikan Kebohongan

1301 Words
Menyaksikan Kebohongan Karena semalam Sonya berkeliaran lagi di saat Hardi mengurungnya dalam kamar, maka pagi ini penjagaan di pintu lebih diperketat. Sonya tak bisa pergi ke mana pun, termasuk untuk sarapan kali ini, masih sama seperti kemarin. Yakni, ada seorang asisten yang mengantar untuknya. “Nyonya, saya membawa sarapan.” Karena yang datang adalah Fatimah, maka Sonya pun menimpali dengan ramah. “Fatimah ...! Terima kasih!” timpal Sonya yang tak tampak bersedih meski dia sedang dikurung seperti ini. Sonya duduk di kursi makan yang terletak di sudut kamar. Hardi memang sengaja menyimpan kursi tersebut untuk Sonya. Dengan segera, Fatimah pun menata makanan untuk majikannya tersebut. “Silakan, Nyonya! Saya akan temani Nyonya Sonya makan di sini.” “Sekali lagi, terima kasih, Fat!” jawab Sonya sambil menerima sendok pemberian dari Fatimah. Walau mengalami kebutaan, tapi Sonya selalu menolak untuk disuapi makan. Dia lebih menggunakan instingnya untuk menyendok makanan dan menyuapkan dalam mulutnya. Sambil mengunyah makanan, sebenarnya Sonya sedang mengamati apa yang dilakukan Fatimah selama menunggu dirinya sarapan. Ternyata sejak kemarin, asisten rumah tangganya yang satu ini selalu menatap ke arahnya dengan tatapan sedih. Namun, hari ini, tidak hanya menatap pada Sonya, melainkan juga ke arah foto yang dipajang di tengah kamar. Iya, foto milik Hardi dan Ririn dengan gaun pernikahan. “Fatimah ...,” panggil Sonya setelah ia menelan makanannya. “Iya, Nyonya ...?” “Kau sejak tadi terdiam, apa yang sedang kaulakukan?” tanya Sonya pura-pura tidak tahu. “Oh, tidak! Saya ... hanya melihat ke arah foto itu ....” “Foto apa?” “Foto yang dipajang di depan ranjang ini.” Fatimah tidak menyebutkan jika itu adalah foto pernikahan. “Oh, foto saat aku menikah dengan Hardi?” tanya Sonya lagi. Kali ini Fatimah menunduk, lalu dia mengangguk dengan ragu. “Emmm ... i ... iya ....” Sepertinya ia terpaksa menjawab demikian. “Kenapa jawabanmu terdengar ragu seperti itu, Fat? Apa yang kaulihat bukan foto pernikahanku? Lantas ... memangnya ada foto pernikahan yang lain di kamar ini?” “Tidak mungkin ada foto pernikahan lain di kamar ini!” Suara tegas Hardi masuk ke dalam kamar. Fatimah pun menepi karena takut saat mendapat tatapan mata tajam dari majikan laki-lakinya tersebut. Namun, sepertinya akan ada kejadian menarik saat ini. Karena, yang masuk ke kamar ternyata bukan hanya Hardi, tapi juga ada Ririn. “Sayang ...?” panggil Sonya karena mendengar suara Hardi. Dia pura-pura tak tahu jika ada Ririn juga di samping suaminya. Ririn melotot pada Fatimah dan memberi instruksi agar asisten tersebut pergi. Sekarang Sonya tahu, mungkin salah satu penyebab wajah Fatimah selalu murung itu karena perlakuan semena-mena Ririn pada gadis itu. “Kau sedang sarapan?” tanya Hardi. Sonya pun tersenyum. “Iya, aku sedang makan.” “Kau menikmati makananmu?” “Tentu! Kau mau makan bersamaku?” tawar Sonya seperti biasa. “Tidak! Aku sudah makan!” Sonya pun tersenyum. “Kalau begitu ada apa? Tumben kamu belum berangkat ke kantor?” “Ada yang tertinggal! Aku harus mencarinya terlebih dahulu!” Hardi memberi kode pada Ririn untuk menggeledah ranjang, sementara dia sendiri bergerak menuju lemari pakaian milik Sonya. “Sayang kau membawa orang lain ke mari? Apa itu Fatimah?” tanya Sonya sambil menengok kanan kiri. Hardi memberi kode pada Ririn agar tak bersuara. “Aku ... sendiri, kenapa memangnya? Fatimah sudah keluar!” “Oh ...!” Sonya pun mengangguk dan pura-pura percaya. “Kukira kau sedang bersama orang lain, karena aku mendengar ada banyak langkah kaki!” Begitu Sonya berkata demikian, Ririn langsung berjinjit dan jalan dengan begitu pelan. “Ya sudah, lanjutkan saja jika kau ingin mencari sesuatu!” ujar Sonya yang kemudian dia lanjut makan. Sebenarnya, apa yang mereka lakukan begitu jelas terlihat di depan mata Sonya. Namun, peran ini memang butuh kesabaran yang cukup luas. Bagaimana Hardi menggeledah lemari miliknya dan Ririn yang mencari-cari sesuatu di bawah bantal Sonya. “Sayang, kalau kau sudah selesai mencari barang, tolong minta Fatimah kemari untuk merapikan ranjangku, ya! Memangnya apa yang kau cari sampai harus mengangkat kasur dan bantal seperti itu?” tanya Sonya. Padahal ia tahu, jika yang membongkar tempat tidurnya adalah Ririn, tapi ia pura-pura mengira kalau itu adalah Hardi. “Ah, i ... iya! Nanti kalau sudah ketemu, aku akan bilang pada Fatimah!” jawab Hardi. “Sayang? Kau sebenarnya ada di mana?” Sonya pun berdiri lalu ia meraba-raba ke depan. “Kukira kau ada di ranjang, tapi kenapa suaramu dari arah lemariku?” Menyadari kesalahannya, Hardi pun langsung mengendap menuju ke arah ranjang dengan cepat. “Aku ... di sini, kok! Aku di dekat ranjang!” timpalnya. Sonya pun mengangguk-angguk. “Oh, baiklah! Aku pasti salah dengar, karena sejak tadi aku seperti merasa jika di sini ada orang lain selain kamu.” “Tidak, aku hanya sendiri.” Setelah itu, Hardi menatap pada Ririn sambil menggelengkan kepala. Begitu pula dengan Ririn, dia mengangkat kedua bahu dan juga menggelengkan kepalanya. Setelah melakukan itu, wanita selingkuhan Hardi itu pun keluar terlebih dahulu. “Aku ... akan pergi dulu!” Hardi berpamitan sambil mengusap kepala Sonya. “Iya, sudah ketemu barangnya?” “Emmm, sudah!” Hardi berbohong. Sonya melihat keduanya meninggalkan kamar, lalu tak lama kemudian ada Fatimah yang datang. “Nyonya, tadi ... Pak Hardi bilang kalau saya diminta untuk merapikan ranjang tidur milik Nyonya?” ucap Fatimah. “Ya! Tidak hanya dirapikan, tapi juga ganti seprai dan semua sarung bantalnya. Cuci bersih seprai tersebut!” titah Sonya dengan tegas. “Ini ... aku sudah sarapannya, Fat! Tolong bereskan juga!” Hati Sonya bergemuruh penuh amarah. “Aku tidak sudi tidur di atas bantal yang sudah disentuh oleh wanita jalang itu!” Sonya pun berjalan ke arah pintu, dia mencoba untuk memutar tuas. Tapi nihil! “Di luar ada orang yang mengunci, Nyonya!” tukas Fatimah memberitahu. Sonya mengangguk, sebenarnya ia juga tahu. “Apa Hardi sudah berangkat?” “Sepertinya sudah, Nyonya! Tadi Tuan Hardi langsung menaiki mobilnya setelah keluar dari kamar ini!” Sonya berdiri di balik pintu dan menganggukkan kepala. “Dia mengobrak-abrik lemariku juga, Fat! Tolong rapikan lagi, ya!” “Baik, Nyonya!” Fatimah tak banyak bicara. Dia bekerja dan melakukan apa yang diminta oleh majikannya tersebut. Sonya hanya memperhatikan apa yang dilakukan sambil berpura-pura jika ia tak melihat. Fatimah benar-benar mengganti seprai tersebut dengan seprai baru. Setidaknya, walau sebenarnya orang buta tidak akan menyadari apakah seprai itu diganti atau tidak, tapi Fatimah melakukannya dengan jujur. Setelah mengganti seprai, asisten rumah tangga tersebut juga beralih pada lemari Sonya. “Sebenarnya apa yang dia cari sampai membuat berantakan lemariku ini? Apakah lemariku sangat kacau, Fat?” tanya Sonya pada orang yang sedang membereskan tersebut. Fatimah menggeleng. “Tidak terlalu, Bu! Kalau saya tidak salah dengar, Tuan Hardi mencari sebuah sertifikat. Tapi sepertinya mereka tidak menemukannya!” “Mereka?” Sonya bertanya. “Ah, maksud saya adalah Pak Hardi saja.” Fatimah sadar jika dia keceplosan. Kali ini, Fatimah juga menutupi apa yang dilakukan oleh Hardi. Tapi sepertinya, dia terpaksa melakukan itu. “Oh .... Jadi sertifikat? Sertifikat apa tapi? Perasaan tidak ada sertifikat berharga di lemariku!” jawab Sonya sambil berpikir. “Saya juga kurang tahu! Mungkin saya salah dengar!” Fatimah lanjut membereskan pekerjaannya. Sementara Sonya malah tersenyum dalam hati. “Kau tidak salah dengar, Fat! Mereka pasti mencari sertifikat itu! Kurang ajar, sudah sejauh ini permainan mereka!” Lantas, setelah tahu apa yang mereka cari, Sonya pun baru menyadari sesuatu. “Fatimah, di mana Pluffy? Terakhir sebelum aku mendaki, dia dibawa ke Pet Shop, kan?” “Oh, kucing milik Nyonya? Saya kurang tahu! Bu Ririn yang membawa ke Pet Shop, Nyonya!” Sonya pun duduk di tepi ranjang dengan seprai baru. “Jangan sampai mereka tahu, jika di dalam bandul milik Pluffy, ada sidik jari mendiang papa untuk membuka brankas tempat sertifikat itu semua disimpan!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD