Pagi itu, seisi rumah tetap berjalan seperti biasa. Namun suasananya lebih canggung dan lebih sulit untuk dicerna. Fatimah tak ingin keluar dari kamar asisten, dia mengurung diri di sana dan menangis seolah menghadapi trauma. “Dia masih begitu ...?” tanya Sonya pada Yunita. Sang majikan tersebut mengunjungi ruang kerja asisten dan lewat di depan kamar tempat Fatimah mengurung diri. “Iya, Nyonya!” jawab Yunita. Sonya terdiam, dia berdiri di sana sambil meremas tongkatnya. Seakan menyalurkan seluruh kekesalan dan menganggap tongkat itu bagai leher milik Hardi. “Anu ..., Nyonya,” bisik Yunita sambil mendekat pada majikannya tersebut. “Hmmm!” “Itu artinya ... Nyonya sudah melihat apa yang terjadi tadi pagi itu?” tanya Yunita sambil berbisik di telinga Sonya. Sonya mengangguk, d