Bab 7. Pendengaran Orang Buta

1249 Words
Pendengaran Orang Buta “Kalau kau melihatku, memang apa maumu? Aku juga sudah tahu, jika selama ini kau dan pelayan lain mengkhianatiku! Bukankah kau adalah teman Aminah dulu? Namamu Yunita, kan?” Sonya tak ingin merasa terintimidasi walau posisinya kini sedang tersudut. “Saya bersyukur nyonya masih mengingat saya walau sudah lama tak melihat wajah saya!” “Sekarang apa maumu? Aku bisa memberimu uang lebih dari yang Hardi berikan untuk menutup mulut!” Pelayan tersebut tampak ketus. Dia terdiam sejenak, lalu kembali menatap pada Sonya. “Saya tidak ingin mengambil keuntungan dalam satu kali. Karena di setiap kesempatan, saya bisa mengadukan Anda!” “Jadi maksudmu, kau ingin memerasku setiap kali butuh uang?” “Kalau memeras, mungkin itu sangat kasar. Saya hanya meminta sedikit uang dari Anda!” Sonya tersenyum miring. Memang, tak akan berbeda jauh, antara majikan dan pelayannya. Orang di depan Sonya ini memilih untuk setia pada para pengkhianat, maka sifat penjilatnya pun juga akan sama. “Jangan banyak basa-basi! Aku juga bisa mengusirmu dari sini!” timpal Sonya. “Usir saja, maka di hari saat aku pergi, semua akan terbongkar!” Kali ini Sonya pun menatap dengan percaya diri. “Bongkarlah! Maka tak akan ada yang percaya!” “Saya minta uang dua puluh juta! Tunai! Besok!” Sonya terdiam, uangnya memang banyak! Tapi ia sendiri tak memegang uang tunai sebanyak itu saat ini. “Kau memerasku dengan cara yang salah!” timpal Sonya yang langsung berbalik dan meninggalkan Yunita. Si pelayan yang mencoba untuk memerasnya. Wanita itu tak peduli meski suatu saat nanti, pelayan tersebut mencoba untuk membongkar penyamaran selama ini. “Nyonya ....” Tiba-tiba saja, wanita yang tadi pagi membuat masalah dengan Sonya memunculkan batang hidungnya. “Saya mencari Nyonya Sonya sejak tadi!” “Untuk apa?” jawab Sonya. “Itu ... saya berniat minta maaf pada Anda!” Ririn mendekat dan berdiri tepat di depan Sonya, sambil memegangi tangan wanita buta itu. Sonya dengan segera menarik tangannya dari Ririn. Dia merasa risi untuk bersentuhan langsung seperti itu. “Maaf? Untuk apa? Tidak ada jaminan kau tidak akan mengulang perbuatanmu!” timpal Sonya dengan terus terang. Karena jujur saja, ekspresi wajah Ririn saat ini tidak menunjukkan sebuah penyesalan. “Saya tulus, Nyonya. Mari ikut saya, saya ingin bicara!” ucapnya sambil menuntun tangan Sonya, lalu dia juga mengambil tongkat yang dipegang oleh wanita tersebut. “Ke mana tongkatku?” Sonya meraba-raba ke depan. “Nyonya berpegangan saja dengan tangan saya, percayalah!” timpal Ririn. Jika diibaratkan ular kobra, maka saat ini Sonya sudah merentangkan tudungnya dan bersiap untuk menyerang. Hanya saja, Ririn terlalu menganggap jika Sonya hanyalah kelinci yang bisa sembelih dan permainkan. “Baiklah!” jawab Sonya yang mencoba terlihat bodoh untuk percaya. Pura-puranya Sonya tak tahu, Ririn membawa majikannya tersebut ke belakang rumah. Di sana ada kolam renang dengan air mancur dan kini mereka berada di depan kolam tersebut. Dapat dilihat, jika aliran air mancur saat ini sedang dihentikan. Mungkin Ririn pikir, agar Sonya tak bisa mendengar suara aliran air dan tak sadar jika mereka kini sedang berada di dekat kolam. “Kau sedang membawa aku ke mana?” tanya Sonya sambil memegangi pundak Ririn dengan erat. “Ah, kita sedang melihat pemandangan di taman belakang. Saya ingin Nyonya merasakan pemandangan langit malam bersama saya. Di depan ada bangku kesukaan Tuan Hardi, mungkin Nyonya Sonya masih ingat!” tutur Ririn. Sonya tersenyum, dia tahu jika beberapa meter di depannya adalah kolam renang. Sementara bangku yang dimaksud ada di arah yang berlawanan dengan posisi mereka. “Ah, begitu? Kau ingin kita duduk di sana?” tanya Sonya. “Iya! Nyonya berjalan saja duluan untuk duduk di sana! Saya akan mengambil minum!” Demi mendalami peran yang ia lakukan, maka Sonya mencoba untuk percaya. “Baiklah!” Dia tersenyum dengan santai dan berjalan lurus seperti yang diinginkan oleh Ririn. Hingga kaki Sonya juga sadar jika sebenarnya dia sudah berada di tepi kolam. Perempuan itu menginjakkan kaki di atas air dan kemudian menenggelamkan diri begitu saja. “Ririn! Aaaah! Ririn ...!” Seakan dia kehilangan napas, Sonya yang sebenarnya sangat ahli berenang sebelum dia buta tersebut sengaja tak menapak di lantai dasar kolam. Dia menenggelamkan dan memunculkan lagi kepalanya secara berulang. “Ririn! Tolong ....” Usai meminta tolong selama beberapa menit dan tak digubris, dia pun mengapungkan tubuh di atas air. Membiarkan air membawa tubuhnya ke tepi kolam. “Hahaha! Akhirnya! Kalau dibiarkan satu atau dua jam, kira-kira dia masih hidup?” ujar Ririn sambil berjalan ke arah kolam. “Apa ... dia masih sadar, Bu?” Ririn ternyata sedang bersama ibu mertua. “Ah, kau gila! Kalau Hardi tahu, bisa jadi dia akan marah lagi padamu!” timpal ibu mertua yang terdengar oleh Sonya. “Ibu ini bagaimana? Mas Hardi juga sudah lama menginginkan kematian Sonya! Kalau tidak, kenapa dia memindahkan semua harta warisan Sofia pada Sonya. Agar jika Sonya mati, kita bisa menguasai harta mereka berdua!” “Hik!” Sonya terperanjat mendengar nama mendiang adiknya, Sofia, disebut. Tapi dia segera menahan diri agar tetap diam dan mendengar perkataan mereka. “Heh! Dia masih bergerak!” “Ah, iya!” ujar Ririn sambil mendekat ke tepi kolam. Tangannya terulur untuk memegang tubuh Sonya dan berniat untuk memeriksa, apakah Sonya masih sadar atau tidak. Tapi, Sonya tidak sebodoh itu. Dia memanfaatkan momen tersebut dengan baik! Tangan Ririn yang sedang terulur itu segera dia tarik! “Ririn ...! Apakah ini kau?” ujar Sonya sambil menceburkan Ririn ke kolam juga. “Aaaaah, ibu!” jerit Ririn gelagapan. Sonya mengangkat bahu Ririn, tapi kemudian mencelupkan lagi kepala wanita tersebut. “Ririn? Apa ini kamu?” ujarnya berpura-pura. “Aaaah!” Ririn menjerit setiap Sonya mengangkat kepalanya, tapi kemudian ditenggelamkan lagi oleh Sonya. “Ririn, apa ini kau?” tanya Sonya lagi sambil pura-pura tak tahu jika yang ia celupkan tersebut adalah kepala seseorang. “Eh, tolong! Tolong!” teriak sang ibu mertua memanggil pada orang lain. Sehingga setelah itu, para pelayan datang dan menolong mereka berdua. “Apa yang terjadi?” Hardi yang sejak tadi berada di ruang kerjanya pun keluar dan melihat keributan yang terjadi. “Sayang?” Sonya segera menghampiri Hardi dalam keadaan basah. “Kenapa kau basah malam-malam begini?” tanya Hardi sambil melihat Sonya. Namun belum selesai rasa penasarannya, dia malah melihat lagi satu orang lain yang juga sama basahnya, yakni Ririn. “Apa yang kalian berdua lakukan?” Ririn gelagapan, sepertinya ada banyak air yang terminum olehnya sehingga ia tak bisa menjawab. Sementara para pelayan lain memberikan handuk untuknya. “Aku terpeleset dan jatuh ke kolam, Ririn mencoba menolongku, tapi dia sepertinya tak bisa berenang. Jadi akhirnya dia tenggelam.” Sonya mencoba menjelaskan. Hardi menggelengkan kepala saat mendengar jawaban tersebut. Sementara Sonya dibantu oleh Fatimah untuk masuk kembali ke rumah. Lalu saat mereka berjalan, dia berpapasan dengan Yunita. “Fat, tolong buatkan aku minuman hangat!” timpal Sonya dengan sengaja. “Oh, baiklah! Yun, tolong antar Bu Sonya menuju ke kamarnya! Aku akan menyusul setelah membuat minum!” pinta Fatimah pada pelayan lain. Karena mereka sedang berpapasan dengan Yunita, maka kepadanyalah Fatimah meminta tolong. Dengan segera, Yunita membantu menggandeng tangan Sonya. “Kautahu aku tidak buta, kan? Kenapa tetap menggandeng tanganku?” bisik Sonya pada pelayan tersebut. Namun Yunita terdiam, dia tetap menggandeng lengan Sonya seperti yang dilakukan Fatimah tadi. Hingga akhirnya mereka tiba di depan kamar Sonya, lalu perempuan itu pun membisiki Yunita dengan kalimat yang tegas! “Apa yang terjadi pada Ririn, bisa berkali lipat terjadi padamu, jika kau memiliki niat buruk padaku!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD