"Iya, Pa?" ujar Jorge menyempatkan diri untuk mengangkat telepon dari sang Ayah sebelum naik ke pesawat.
"Kamu beneran pergi ke Singapura pakai kelas bisnis? Kenapa nggak pakai jet pribadi Perusahaan aja, Ge?"
"Singapura deket, Pa. Kecuali kita goes ke kampung Papa di Spain. Bisa jetlag Gege kalau naik pesawat komersil, tempat tidur kelas bisnisnya aja sempit gitu," jawab Gege asal.
"Astaga anak ini! Maksud Papa itu--"
"Udahlah, Pap. Biarin aja Gege naik pesawat komersil. Lebih irit budget dari pada ngisi bahan bakar, egh yang nikmati malah karyawan nggak jelas, bukannya kita," celetuk Liely merebut handphone Juan, Suaminya.
"Mam! Papa belum selesai ngomong tau!"
"Alah! Biar Mama yang ngomong!" ketus Liely berpindah duduk dari sebelah Suaminya, "Ge, barusan Papa bilang kamu bangun klinik di sekitar area Pabrik yang di Sidoarjo, ya? Tumben kamu punya pikiran kayak gitu, jadi biaya pengobatan buruh di pabrik bisa irit tanpa harus ke dokter luar dan kita nggak harus lagi ganti uang mereka dengan lembar tagihan yang mereka bawa, kan?" Juan mulai menarik nafasnya dalam-dalam efek Istri dan putranya.
"Hem. Tujuan Gege itu sih, Ma. Karena selama Papa memimpin Perusahaan tuh kayaknya uang sakit yang selalu kita ganti seratus persen itu malah jadi di ajang perlombaan gitu, Ma. Kemarin-kemarin kan Gege sempet suruh Jimmy selidiki Manager pemasaran yang katanya berobat ke Singapura sini kan, Ma. Egh, kata si Jimmy dia berobat di Jakarta kok bukan di Mount Elizabeth Singapura. Tuh, tekor 'kan kita? Berapa puluh juta tuh tagihan nggak masuk akal yang dia lampirkan. Makanya Gege berinisiatif bangun klinik itu. Juga kalau ada yang perlu di rujuk ke rumah sakit, Gege sudah kerja sama dengan PT. Jamsostek untuk menangani semua masalah biaya kesehatan mereka, Ma. Sehingga setiap bulan sistemnya kredit gitu. Setiap satu jiwa sebulan nggak sampai lima puluh ribu lah, Ma. Masih aman itu gaji mereka," jelas Jorge berharap Liely akan menjelaskan pada Juan, tentang kebijakan barunya dalam memimpin perusahaan.
"Tuh, Pap. Denger sendiri 'kan apa kata anak mu tadi?"
"Lho, Ma! Papa denger?" jantung Jorge sedikit berdegup lebih dari biasanya.
"Iya dong. Mama kasih louspeaker soalnya handphone Papa mu ini," kekeh Liely.
"Papa setuju 'kan, Pa? Gege nggak lagi pengen berdebat masalah kerjaan sama Papa. Soalnya Perusahaannya si Acong yang sudah di ambil alih orang Singapura itu lagi aneh karena minta meeting mendadak, Pa. Ini Gege udah di pintu pesawat. Jadi nanti lagi kita bicaranya ya, Pa?" ujar Jorge berpamitan dengan kedua orang tuanya.
Sambungan telepon pun di putus secara sepihak, tentu saja Jorge lah yang melakukannya.
Ia lekas naik ke atas pesawat dan secara tidak sengaja melihat wanita yang pernah meluluhlantakkan hatinya.
"Gege!"
"Noni!"
Sahut-sahutan itu terdengar secara bersamaan.
"Kamu--"
"Iya, Ge. Aku sudah berpisah dari Thomas dan kembali bekerja menjadi pramugari seperti dulu," potong Noni tersenyum penuh arti.
Hati janda Dokter spesialis anak itu begitu meletup-letup melihat mantan terindahnya berada tepat di depan mata, namun itu tak berlangsung lama.
"Terus anak lo? Sama Bapaknya?"
Damn it!
Itu merupakan pertanyaan paling menyakitkan nomor satu baginya setelah menjadi janda, karena pada kenyataannya hal tersebutlah yang membuat sang Dokter menceraikannya.
"Aku... Em... Aku sudah nggak bisa punya anak, Ge. Rahim aku terpaksa di angkat karena Myob yang--"
"Heh, bagus kalau begitu! Itu karma buat lo karena sudah selingkuh dari gue dan bersikap seperti jalang dengan tidur sama laki-laki di saat gue berusaha mati-matian jagain lo, juga berusaha cari restu dari Mama! Lo emang pantes di kasih hukuman kayak gitu!" ejek Jorge, meninggalkan Noni yang tiba-tiba saja sudah terisak di pintu bagian belakang pesawat.
Sang CEO terus melangkah menuju ke tempat duduknya, sementara Nindi yang mendengar semua perkataan Jorge karena berada tepat di belakang bosnya itu pun hanya bisa bergidik ngeri mendengar betapa tajamnya mulut Jorge.
"Sorry, calon Suami gue emang kayak gitu. Maaf ya, Mbak?" ujar Nindi memberi selembar tisu lalu ikut melangkah lebar menuju ke tempat duduknya.
Wanita super genit itu memang bersedih, saat membayangkan jika dia berada di posisi Noni. Namun alih-alih menenangkan mantan kekasih Jorge, ia malah semakin membuat Noni merasa bersalah karena mengaku-ngaku sebagai calon Istri Jorge.
"Lho, Pak. Harusnya 'kan Bapak duduk di sini sama sa--"
"Gue tukaran tiket sama si Badrun! Kenapa emangnya? Nggak boleh saya duduk di sini?" sengit Jorge.
"Ya-Iya, Boleh. Maksud saya--"
"Sssttt... Berisik! Lo mau masuk nggak sih, Nin? Pegel nih gue berdiri terus," celetuk Badrun membuat Nindi semakin kesal.
Sekretaris yang hobi memakai berbagai pakaian ketat dan kurang bahan itu pun masuk ke tempat duduknya, sementara Jorge lekas mengambil head voice, lalu mengutak atik layar sepuluh inci di depannya.
Ia memilih mendengarkan musik dari boy band manca negara favoritnya. Sayangnya ternyata saat pesawat lepas landas, suara seorang pramugari terdengar memberi petunjuk keselamatan apabila pesawat dalam keadaan gawat darurat.
"Sialan! Kenapa sih harus dia yang ngasih peragaannya? Mana berdirinya depan mata gue lagi! Nggak fokus gue mikirin si Vella jadinya, kan?" gerutu Jorge dalam hati.
Sang CEO tampan itu pun memilih menutup mata rapat-rapat dan tanpa ia sadari, pelan tapi pasti rasa kantuk pun datang melanda dirinya.
???
"Bagaimana bisa anda memakai baja dengan kualitas nomor dua sementara dalam proposal yang anda berikan kemarin, tertulis jelas saya akan menerima mesin diesel buatan De Olmo Corporation dengan baja nomor satu?! Sangat-sangat tidak berkualitas karena ternyata seluruh mesin buatan anda tidak dapat berfungsi dengan baik, Mr. Jorge!" amuk Michael Chang saat meeting baru saja di mulai, "Anda lihat sekarang apa hasilnya?! Di pabrik saya, keadaan stop produksi terjadi hampir enam jam akibat kerusakan ribuan mesin diesel yang kami order dari anda! Dan ini lah alasan mengapa sampai saya menginginkan meeting mendadak ini segera terlaksana. Jelaskan! Tim yang anda bawa semua dari Jakarta ini salah satunya pasti sudah mengetahuinya, bukan?!" lanjut Michael yang sungguh membuat Jorge tak dapat menutupi amarahnya.
"b******k! Jelaskan ini semua pada ku! Katakan siapa pelakunya, Badrun!" Jorge berdiri, dan langsung menarik kerah kemeja Manager Produksi di sampingnya.
"Sa-saya... Saya tidak ta-tahu, Pak!" gugup Badrun yang langsung terduduk kembali di tempatnya, akibat Jorge dengan kasar melepaskan cengkeramannya.
"Anda harusnya mencobanya terlebih dahulu sebelum di kirim ke kami, Pak Jorge. Dan juga pencarian awal sabotase ini jelas berasal dari bagian engineering di pabrik anda yang memproduksi mesin-mesin diesel ini!" Manager produksi Perusahaan Adara akhirnya angkat bicara setelah dipersilahkan berbicara oleh Tuannya--Michael Chang.
"Baiklah, Mr. Michael apa yang harus saya lakukan agar kerja sama kita ini tetap dapat berjalan dengan baik?" tanya Jorge menyikut lengan Nindi, seolah memberi kode agar semua perkataan Rekanan bisnisnya itu di catat ke dalam notulen rapat.
"Lima ribu mesin diesel baru yang benar-benar di buat sesuai kontrak kerja sama, Mr. Jorge. Dan tolong uji kelayakan mesin anda sebelum di kirim ke mari. Saya sendiri yang akan menyediakan kapal dan peti kemasnya agar tidak terjadi kecurangan lagi!" tegas Michael menekan suaranya.
Jorge hanya bisa menghela nafas gusar dan itu berarti budged di bagian produksi akan kembali membengkak akibat kecurangan yang belum ia ketahui, karena pabrik tersebut berada di Sidoarjo.
"Baiklah, Mr. Michael. Tolong beri kami waktu untuk menyelesaikan permintaan anda. Dan juga jika diizinkan, apakah kami boleh mengambil kembali produk yang gagal itu?"
"Tentu, Mr. Jorge. Maka itu saya katakan tadi, bahwa saya sendirilah yang akan menyiapkan Kapal tongkang dan juga peti kemasnya. Karena kapal itu akan berangkat dari Singapura menuju ke Jakarta, membawa barang-barang gagal produksi dari perusahaan anda. Saya beri fasilitas ini secara gratis! Anda tak perlu membayar sewanya, karena Istri saya tidak mau Adiknya saya teror!" sahut Michael menarik satu sudut bibirnya.
"Adik?!" tanya Jorge ikut terbelalak.
"Jaquelin Merry Chang adalah keponakan Ibu anda, bukan?"
"Kau Suaminya, Jakky?" Jorge terlihat seperti orang t***l di tengah banyak pasang mata yang menatapnya.
"Tentu saja! Kau pikir aku mau bekerja sama dengan playboy seperti mu jika bukan karena Jakky? Lihat 'kan apa yang terjadi di perusahaan ku? Cepat kau ganti barang tidak berkualitas milik mu dan cepat pula kau penjarakan Manager Engineering yang bekerja dari jaman Uncle Juan masih memimpin itu! Orang ku sudah lebih dulu tau dia lah pelakunya!" jawab Michael membongkar hasil penyelidikan yang sudah lebih dulu ia lakukan pada akhirnya.
"Kau yakin?"
"Kau telepon Jakky dan tanyakan padanya saja, harusnya kau itu ikut bekerja lebih dulu sebelum mengambil alih perusahaan Papa mu! Bukan hanya sibuk menjadi penjahat kelamin. Huhhh... Adik Ipar yang payah!"
"Apa kau bilang?!" pekik Jorge menahan malu di depan para peserta meeting.
"Ck! Sudahlah. Kita lanjutkan besok pagi lagi meetingnya. Sekalian aku akan bawa bukti yang akurat tentang perkataan ku tadi. Ingat! Jakky sebulan lagi akan melahirkan anak pertama ku. Jadi jangan bekerja terlalu lama! Aku adalah pribadi yang sangat tidak bisa jika di suruh menunggu!" sahut Michael, berdiri dan melenggang pergi dari ruangan rapat.
Jorge pun mengacak rambutnya dengan kasar, dan helaan nafas berat ikut terdengar di sana.
"Aku akan memotong setengah gaji kalian, jika dalam sebulan lima ribu mesin diesel baru dengan bahan yang sesuai standart produksi kita itu tidak segera selesai!"
"Yah, Bos?" seru beberapa karyawan dari tergabung dalam Tim untuk perusahaan Adara itu serempak.
"Aku tidak main-main! Kalian dengar yang Mr. Michael katakan tadi? Awasi dan tangkap si pengacau itu, sebelum dia kabur dan membawa lari uang ku!" ucap Jorge meninggikan suaranya.