06 - Berbagai Pertimbangan

1816 Words
Almira menyerit saat mendapati nomor asing yang meneleponnya malam-malam. Apalagi foto profil orang itu tidak terlalu jelas, hanya menampilkan pemandangan pantai biru yang indah. Almira jadi malas mengangkatnya. Ia kembali fokus pada pensil dan buku di hadapannya. Untuk mengisi waktu luang, ia memang senang bergelut dengan hobinya, membuat desain baru untuk koleksi butiknya. Tak berselang lama, ponselnya kembali menyala. Masih dengan orang yang sama, meneleponnya meski sebelumnya sudah diabaikan oleh Almira. “Siapa coba, malam-malam telepon?” gumam Almira. Penasaran, akhirnya Almira mengagkat telepon itu juga. “Halo, maaf ini siapa, ya?” tanya Almira to the point pada si penelepon. “Aku.” Almira menyerit mendengar suara itu. Tampaknya tidak asing. Tapi Almira tidak yakin dengan siapa pastinya orang itu. “Ya?” “Naga,” balas orang itu singkat. Ah Almira ingat. Benar, itu suara Naga. Bukannya senang, Almira malah menghela napas panjang sebelum kembali bersuara. “Ada apa kamu telepon malam-malam?” tanya Almira. “Memangnya tidak boleh?” Bukannya menjawab, Naga malah balik melempar pertanyaan. “Bukannya begitu. Aku cuma-” “Kamu di mana sekarang?” Naga memotong ucapan Almira. “Ya di rumah. Memang aku mau ke mana lagi malam-malam begini?” Terdengar helaan napas dari seberang sana, yang membuat Almira semakin tidak mengerti. “Jadi, ada perlu apa kamu menelepon malam-malam?” “Tidak ada. Sepertinya tadi kepencet, dan aku tidak enak jika harus memutuskan sambungan teleponnya begitu saja. Ya sudah, sampai jumpa besok.” Mata Almira menyipit. Kepencet? Tapi kok sampai dua kali? Baru saja Almira hendak kembali bertanya, ia sadar jika telepon sudah dimatikan secara sepihak. Gadis itu menghela napas kesal. Benar tidak sih, laki-laki ini yang mengajaknya menikah sejak beberapa hari lalu? Melihat sikap Naga yang terlalu dingin, aneh dan menyebalkan, Almira jadi ragu kalau keputusannya untuk menerima pinangan Naga adalah pilihan yang tepat. Apa sebaiknya ia ubah saja keputusannya itu, ya? Mumpung masih ada waktu, sebelum pertemuan keluarga mereka dilakukan. Meski entah bagaimana caranya ia nanti lari dari kejaran Naga yang pastinya tidak akan bisa melepaskannya dengan begitu mudah. “Rara, ada tamu di bawah,” ucap Ira, membuat kening Almira kembali melipat. “Siapa, Ma?” tanya Almira sembari menutup dan membereskan alat tulisnya. Setelah itu, Almira membuka pintu kamarnya, hingga ia bersitatap dengan ibunya. “Nasya. Dia datang sendirian,” jawab Ira. Seketika Almira teringat kembali dengan perbincangannya dengan Nasya yang belum sepenuhnya usai karena kedatangan Naga. “Oh, oke. Almira turun sekarang,” ucap Almira. “Kalian ada masalah? Kamu tidak akan ribut dengannya, kan?” tanya Ira khawatir. “Tidak akan, Ma. Aku sama Mbak Nasya baik-baik saja kok,” jawab Almira apa adanya. “Ya udah, aku ke bawah dulu ya, Ma. Mama langsung istirahat aja kalau capek. Biar nanti aku yang kunci pintunya,” imbuh gadis itu. “Ih enggak ah. Mama mau buatkan minum aja buat kalian, ya? Mama nggak tenang kalau ninggalin kamu sama Nasya bicara berdua. Mama takut nanti kalian berantem lagi,” tolak Ira. Almira terkekeh. Memang, di mata Ira, Almira sebar-bar itu apa? “Ya sudah terserah Mama aja. Aku mau menemui Mbak Nasya sekarang,” putus Almira. Ia segera bergegas menuruni tangga, karena tidak enak jika meminta Nasya menunggu terlalu lama. “Mbak Nasya,” sapa Almira saat ia sampai di ruang tamu. Dan benar saja, Nasya ada di sana, sendirian. Almira sampai harus mengecek pukul berapa sekarang. “Ini udah hampir jam sembilan loh, Mbak. Mbak Nasya beneran ke sini sendiri?” tanya Almira sedikit khawatir. “Iya, Mbak. Saya mau bicara sesuatu sama Mbak Rara. Sebenarnya, saya mau bicarakan ini saat siang, tapi... yah, sepertinya keadaannya kurang mendukung,” ucap Nasya. “Ya ampun, Mbak, kan bisa besok lagi,” heran Almira. “Rasanya saya tidak enak kalau kelamaan menahan ini lebih lama, Mbak. Saya merasa seperti orang jahat.” “Loh, kenapa Mbak Nasya bisa berpikir seperti itu? Apa ini masih soal hubungan Mbak dan Bara?” selidik Almira. Jujur, ia hanyalah gadis normal yang tentunya akan merasa sangat tersakiti saat lelaki yang ia cintai dan berstatus sebagai tunangannya meninggalkannya untuk gadis lain. Tapi ia juga tidak mau menyalahkan siapapun dalam hal ini. Terlebih, setelah ia tahu di antara Nasya dan Bara memang ada masa lalu yang belum usai. Almira tak pernah menganggap Nasya orang ketiga dalam hubungannya dengan Bara. Ia tak pernah menganggap Nasya merebut Bara darinya. Karena bagi Almira, yang terjadi justru sebaliknya. Ia lah yang masuk begitu saja dalam kisah mereka yang belum usai. Meski dulu ia sendiri pun tidak tahu kalau Bara sudah memiliki gadis lain di masa lalunya yang masih ia cintai hingga kini. “Maaf, Mbak,” ungkap Nasya, mebuat Almira menghela napas lelah. “Mbak Nasya kan tahu, saya nggak pernah nyalahin Mbak. Memangnya apa sih yang membuat Mbak Nasya masih terus merasa bersalah pada saya? Kan semuanya juga sudah diluruskan oleh Bara. Dan Tante Tari pun juga sudah menerima Mbak Nasya dengan baik, kan?” balas Almira. “Tapi tetap saja, kan, Mbak Rara terluka karena saya. Padahal selama ini Mbak Rara baik sama saya.” “Mbak...” “Nak Nasya tidak perlu menjadikan urusan Almira menjadi beban Nak Nasya. Mungkin memang Bara itu jodohnya Nak Nasya. Kita semua tidak bisa melawan takdir, kan?” sambung Ira yang baru saja muncul dari arah dapur. “Oh iya. Ini silakan diminum!” “Makasih, Bu. Saya-” “Panggil Tante saja! Kamu kan sudah tidak bekerja di butik kami. Kami bukan bos kamu lagi. Jadi Tante di sini menganggap kamu sebagai tamu, temannya Almira,” potong Ira dengan nada ramahnya yang khas. Nasya tersenyum. Ia senang kedatangannya di sini disambut hangat oleh ibu dan anak itu. “Terima kasih, Tante.” Sejenak, suasana menjadi hening, hingga Ira yang kembali bersuara, mempersilakan Nasya untuk meminum teh buatannya. “Soal Almira, ia memang pernah terluka. Tapi Tante tahu betul jika anak Tante tidak pernah menyalahkan kamu ataupun Nak Bara. Semua terjadi karena takdir yang tidak bisa kami lawan. Bahkan, mau sekeras apapun Nak Nasya menolak Nak Bara demi Almira, pada akhirnya Almira memang tidak akan pernah bahagia bersama Nak Bara, jika memang bukan dia jodohnya,” terang Ira. “Namun saya tetap selalu dihantui rasa bersalah, Tante. Bahkan rasanya saya seperti ingin kabur agar bisa terhindar dari pernikahan saya dan Bara. Saya-” “Mbak Nasya tidak boleh seperti itu! Saya sudah benar-benar melepas Bara kok. Saya sudah tidak berharap untuk bisa bersamanya lagi. Saya sudah bisa menerima dengan lapang d**a, jika Bara bukan jodoh saya. Jadi, tolong jangan khawatirkan saya lagi untuk masalah ini. Mbak Nasya dan Bara juga layak bahagia, dan saya nggak mau jadi penghalang kalian,” potong Almira. “Tapi saya-” “Lagi pula Almira sudah menemukan pengganti Bara kok, Nak Nasya.” “Maksud Tante Pak Naga? Jadi benar kalau sekarang Mbak Rara dan Pak Naga sedang menjalin hubungan?” Tampak sebuah binar di mata Nasya saat mengatakan hal itu. Seakan ia akan ikut senang jika Almira berhasil menemukan kebahagiaannya di luar sana. Ragu, Almira mengangguk. Ia jadi teringat kembali tentang ucapan Naga tentang Nasya yang terus merasa bersalah padanya, dan juga ucapan soal laki-laki itu yang tahu cara agar Nasya yang lagi mencemaskan Almira. Pernikahan. Itu kah yang Naga maksud? “Iya, Mbak. Saya sudah mempertimbangkan matang-matang soal keputusan saya ini. Dan saya sudah memutuskan untuk memulai lembaran baru saya bersama Naga,” jawab Almira pada akhirnya. “Mbak Rara serius? Ini bukan kebohongan hanya agar saya tidak merasa bersalah lagi pada Mbak, kan?” tanya Nasya curiga. “Kalau Mbak tidak percaya, Mbak bisa tanyakan langsung hal ini pada Naga. Dia sendiri yang meminang saya. Dan atas berbagai pertimbangan, akhirnya saya setuju untuk menjalin hubungan dengannya. Tunggu sebentar!” Almira ingin membuat Nasya benar-benar yakin dengan ucapannya. Ia benar-benar tidak mau menjadi beban pikiran orang lain. Terlebih, bahkan ia sendiri pun memang tidak pernah menyalahkan Nasya. Beberapa saat kemudian, Almira kembali ke ruang tamu dengan ponselnya di tangannya. Sebelum menjalankan rencananya, ia lebih dulu menyimpan kontak Naga. Untung saja lelaki itu meneleponnya tadi, sehingga Almira bisa menjalankan rencananya ini untuk membuat Nasya percaya. “Mbak Rara mau papa?” bingung Nasya. “Mari kita dengarkan sendiri dari Naga, tanpa adanya rekayasa!” ajak Almira. Gadis itu segera melakukan panggilan suara dengan Naga. Dan tanpa menunggu lama, Naga langsung mengangkat teleponnya. Tak lupa, Almira sengaja menyalakan loudspeaker agar Nasya bisa mendengar percakapannya dengan Naga. “Apa terjadi sesuatu?” tanya lelaki itu dengan nada khawatir. “Tidak. Aku hanya mau mengabarkan sesuatu padamu,” balas Almira cepat. “Soal apa?” “Pertemuan keluarga kita,” ucap Almira, membuat Nasya menganga tidak percaya. Namun, terbesit kebahagiaan dari tatapan mata gadis itu. “Oh, jadi mama kamu sudah setuju?” “Iya. Aku hanya mau mengabarkan itu. Sisanya, kita bahas besok saat kamu menjemputku untuk ke butik, ya!” ucap Almira. “Baiklah. Aku akan datang lebih awal agar punya waktu untuk bicara dengan Tante Ira,” balas Naga. Setelah itu, sambungan telepon keduanya terputus. Almira melihat Nasya tersenyum cerah ke arahnya. “Serius, Mbak? Secepat ini? Ini bukan rekayasa, kan?” “Sayang sekali Naga bukan lelaki yang mudah untuk saya mintai tolong untuk berakting. Jadi, apapun yang berhubungan dengan dia, pasti serius.” “Ya. Saya tahu Pak Naga Mahawira memang orang yang seperti itu. Tapi apapun itu, saya senang mendengarnya. Saya rasa Pak Naga memang sangat cocok dengan Anda. Kalian sama-sama punya selera dan andil yang besar dalam dunia fashion. Saya tidak mengatakannya karena sesuatu yang telah terjadi pada kita ya, Mbak. Tapi saya pikir-” “Ya. Dia memang sebaik itu. Bahkan saya sendiri pun sampai kaget jika dia bisa secepat itu membicarakan hal yang serius tentang kami,” potong Almira, melihat Nasya yang terlalu heboh menyambut kabar baik darinya itu. “Ah ya. Saya pasti juga akan mengundang Pak Naga secara pribadi. Bisakah kalian datang bersama di pesta kami nanti?” pinta Nasya dengan penuh harap. “Kami memang berencana begitu,” jawab Almira. “Woah! Sepertinya pesta ini akan sangat spesial karena bisa menghadirkan King and Queen dalam dunia fashion Indonesia sekaligus,” heboh Nasya. Almira senang, melihat binar bahagia milik Nasya sudah pulih kembali. Sepertinya memang benar. Almira tidak boleh ragu lagi dalam melangkah. Pernikahannya dan Naga adalah hal yang akan sangat membahagiakan juga bagi orang-orang terdekat mereka. Selain untuk menghapus rasa bersalah Nasya dan Bara atas cinta segitiga mereka dulu, pernikahan Almira dan Naga juga tentunya akan menjadi kebahagiaan besar bagi dua wanita yang telah melahirkan mereka itu. `Oke, mulai sekarang aku benar-benar akan serius dengan keputusanku. Lagi pula, sepertinya sosok seperti Naga juga tidak sulit untuk membuatku jatuh cinta. Mungkin inilah yang disebut rahasia jodoh. Sebelumnya aku tak pernah menyangka jika akan bersanding dengan orang sepertinya. Tapi takdir menuntun kami untuk bertemu di waktu yang tak terduga dan membuat kami bersama` batin Almira. Kini, ia telah benar-benar siap memulai lembaran baru di hidupnya bersama lelaki bernama Naga Mahawira itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD