Identity 18 - Cinta Yang Semakin Bertumbuh

1016 Words
Identity 18 - Cinta Yang Semakin Bertumbuh Amelia berharap Andre cepat terbangun dari komanya. Agar Amelia bisa bersatu dengan Remon dalam ikatan cinta yang lebih sakral. Bukannya Amelia tidak mau merasakan indahnya berpacaran. Menurut Amelia, berpacaran setelah menikah itu lebih indah dari pada harus berpacaran lama. Namun, pada akhirnya tidak jadi menikah. Kesedihan yang telah dialami oleh Amelia memang membuatnya terpukul. Namun, dengan kehadiran Remon disisinya membuat Amelia sedikit bangkit. Membuat hari-harinya yang penuh kesedihan sedikit berkurang. Karena Remon terus mencoba menghiburnya dengan cara apapun. Cintanya pada Remon membuat dirinya kuat untuk menjalani hidup tanpa seorang ibu. Amelia juga masih harus menemani ayahnya yang koma. Semua itu memang kesediaan yang mendalam bagi Amelia. Amelia memeluk Remon yang bersimbah keringat. Ternyata bermain basket bersama Remon sangat mengasikan. Remon cukup sabar dan pengertian. Cinta yang semakin bertumbuh di hati Amelia membuatnya tidak mau jauh-jauh dari Remon. Amelia tidak tahu saja kalau Remon ini sedang berkamuflase. "Aku sayang banget sama kamu, terus begini yah. Tetap di samping aku dan jangan pernah berubah," pinta Amelia pada Remon. Remon tersenyum kecut. Tidak ada getaran apapun yang di rasakan Remon saat Amelia mengucapkan kalimat itu. Karena memang tidak ada sedikitpun rasa cinta di hati Remon pada Amelia. Amelia hanyalah alat yang digunakan Remon untuk menjalankan rencananya. Meskipun muak bersikap manis pada Amelia. Namun, Remon harus bisa melalui semua ini. "Iya, Mel. Kamu juga harus tetap semangat ya. Aku juga sayang sama kamu. Aku harap kamu tetap tegar menjalani hidup kamu. Walau sekarang udah enggak ada mama kamu. Dan papa kamu terbaring koma. Kamu harus tetap bersemangat, karena kamu enggak sendirian. Masih ada aku di sini untuk menemani kamu," ucap Remon terdengar sangat tulus. Namun, sebetulnya Remon hanya bersilat lidah. Kata-kata yang Remon ucapkan adalah kepalsuan semata. Remon tidak mengucapkan semua itu dari hati. Hanya sebuah puisi yang tidak berharga. "Makasih ya, Remon. Maaf ya, karena kejadian ini. Pernikahan kita harus ditunda. Kalau saja papah sudah sadar dari komanya. Pasti papah akan kembali menjalankan rencana kita untuk menikah," sesal Amelia. "Santai aja, Mel. Kita kan bisa pacaran dulu. Kita bisa mengenal satu sama lain dulu," sahut Remon. Pandai sekali Remon dalam memainkan kata. "Iya, sih. Tapi aku kasian sama kamu. Kamu jadi bahan pembicaraan terus temen-temen di kampus. Apa kamu enggak malu pacaran sama orang jelek macam aku?" Remon menggeleng. "Apa kamu enggak malu pacaran sama orang miskin kayak aku? Mel, semua orang punya kekurangan dan kelebihan masing-masing. Kamu punya kekurangan dan aku pun punya kekurangan. Jadi, kenapa kita harus lihat kekuranga seseorang. Dan kenapa juga kita harus mendengarkan apa kata orang. Padahal orang itu belum tentu sempurna dari kita. Enggak ada orang yang sempurna, Mel. Semua orang punya kekurangan. Dan aku yakin, kamu juga punya kelebihan yang patut kamu banggakan," tutur Remon penuh arti. Amelia betul-betul tersihir oleh ucapannya. Rasanya ia seperti terbang ke langit. Amelia benar-benar sangat beruntung, karena sudah bertemu dengan Remon. Lelaki idaman yang selama ini dia nantikan. Pangeran dari negeri dongeng sudah datang. Ia tidak risih mekipun melihat sang putri yang buruk rupa. "Enggak semua orang melihat dari wajah yang cantik, Mel. Kecantikan fisik itu bisa hilang. Kecantikan hati yang enggak akan pernah hilang. Dan itu yang aku cari dari kamu. Kamu yang mempunyai kecantikan hati. Makanya aku mau jadi suami kamu. Karena kecantikan bisa hilang kapan saja. Aku enggak mau kehilangan kamu yang mempunyai kecantikan hati. Itu saja," tutur kata Remon yang sangat indah ini membuat degup jantung Amelia sangat kencang. Hari ini Amelia dibuat mabuk kepayang oleh kata-kata cinta yang merasuk ke hatinya. Remon memang paling bisa membuat hatinya berbunga-bunga. Amelia benar-benar merasa jadi wanita yang paling beruntung di dunia ini. "Aku sangat nyaman dengan kata-kata kamu, Remon. Kamu benar-benar sangat bisa membuat aku terbang. Jujur aku merasa malu saat kamu mau jadi pacar aku. Bahkan kamu melamar mau menjadi suami aku. Kamu itu tampan Remon. Sedangkan aku, banyak sekali yang tidak mau berteman dengan aku karena tanda lahir di wajahku ini. Menurut mereka ini menjijikkan. Tapi kamu justru melihat ini sebagai keindahan. Kamu bener-bener kayak malaikat yang diturunkan Tuhan. Untuk membuatku bahagia," puji Amelia dengan wajah yang berseri. Remon tersenyum pada Amelia. "Justru kamu bidadari yang diciptakan Tuhan. Untuk melengkapi hidup aku," goda Remon. Duh eneg banget gue ngomong-ngomong manis di depan dia. Kalau saja ini bukan bagian dari rencana gue. Gue pasti udah kabur duluan. Malas banget gombalin cewek jelek kayak dia, umpat Remon dalam hati. Kalau saja Amelia bisa mendengarkan u*****n hati Remon. Sudah pasti Amelia akan sangat kecewa dan kesal. Amelia pasti tidak akan menganggap Remon sebagai malaikat hatinya. Namun, Amelia akan menganggap Remon sebagai settan yang jahat. Yang bisa menipu daya Amelia, sampai jatuh hati pada Remon. "Nempel teruuuusss," goda Najla. Sontak Amelia melepaskan pelukannya dari Remon. "Elo, Najla. Ngagetin aja." Amelia manyun, ia merasa sedikit terganggu. Karena momen romantisnya dirusak oleh Najla. "Maaf, maaf. Nih gue cuma mau kasih buku catatan elo yang ketinggalan di perpus. Buru-buru mau ketemu Remon sih, sampe lupa sama buku," ujar Najla sambil memberikan buku catatan milik Amelia. Amelia nyengir kuda sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. "Baiklah, terimakasih sahabatku." Amelia mengambil buku catatannya dari Najla. "Jagain sahabat gue ya, dia itu limited edition. Kalau udah suka sama seseorang. Apalagi sayang, dia bakalan ngelakuin hal apapaun buat orang yang dia sayang. Gue harap elo enggak akan ngecewain Amelia," ucap Najla penuh harap. Remon tidak bergeming? Pikiran Remon malah bilang, kenapa Najla harus ikut campur? Remon tidak boleh lemah. Remon tidak boleh sampai jatuh cinta beneran sama Amelia. Sampai kapanpun Remon tidak boleh jatuh cinta sungguhan. Itu bukan bagian dari rencana Remon. Karena Amelia hanya alat untuk menjalankan rencananya. "Iya dong pasti. Elo tenang aja, Naj. Selama Amelia ada disamping gue. Dia akan terus bahagia. Gue jamin dia akan bahagia seumur hidupnya," ujar Remon dengan penuh kepalsuan. Najla ikut senang dengan ucapan palsunya Remon. Andai saja Najla tahu itu palsu. Tentu ia tidak akan mengizinkan sahabatnya berpacaran, dengan lelaki palsu yang penuh tipu muslihat itu. "Ya udah. Gue pamit dulu deh. Silahkan lanjutan mesra-mesraannya lagi," pamit Najla. Ia merasa sudah menjadi penganggu. Kalau lama-lama di situ dia akan menjadi obat nyamuk di antara Remon dan Amelia.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD