Berubah Seratus Delapan Puluh Derajat

1003 Words
"Terus, kenapa kamu ada di sini?" Tanya Vano menatap Ayra dengan tatapan tak suka. "Mulai hari ini saya akan menjadi pengasuh kamu," jawab Ayra jujur. "Oh jadi kamu ini pengasuhku yang baru?" Tanya Vano seakan tak suka dengan kehadiran Ayra di sana. Ayra pun menganggukan kepalanya membenarkan apa yang menjadi pertanyaan anak kecil itu. Vano yang semula duduk di atas ranjang pun mulai menurunkan kakinya, lalu berdiri dan dengan santainya ia melipat tangan di dadanya. Anak yang masih duduk dibangku sekolah TK dan masih mengenakan seragam itu menatap Ayra dengan penuh percaya diri. "Kita lihat saja berapa lama kamu akan bertahan menjadi pengasuhku," ujar Vano seakan menantang Ayra. "Selama ini tak ada pengasuh yang bertahan lebih dari satu bulan," lanjutnya. Ayra yang tahu kenyataan itu dan mendengar ucapan Vano merasa tertantang. 'Anak ini ternyata menantang aku, aku harus bisa bertahan menjadi pengasuhnya. Ini juga untukku sendiri,' batin Ayra. Meskipun Ayra tidak mempunyai pengalaman sama sekali dalam mengasuh anak kecil, tapi Ayra semakin bersemangat setelah mendengar ucapan Vano. Ayra tersenyum pada Vano dan Vano mengangkat alisnya. "Kenapa tersenyum?" Tanya Vano sinis. "Tidak apa-apa. Saya hanya ingin menyampaikan kalau saya akan bertahan hidup berdampingan dengan Tuan Muda," ucap Ayra dengan yakin. Vano memutar bola matanya. "Hah! Seyakin itu?" Tanya Vano. Ayra pun mengangguk. Ayra melihat wajah Vano yang tampak tak menyukainya. Vano melihat ke sekeliling kamarnya yang kini sudah rapi. Setelah itu matanya kembali melihat ke arah Ayra yang berdiri di hadapannya. "Mana ponselku?" Tanya Vano. Ayra pun langsung menyerahkan ponsel milik Vano dan Vano langsung mengambilnya. "Jangan pernah mengambil ponsel milikku!" Seru Vano menatap Ayra. Ayra tak berkutik. Ia melihat Vano berjalan ke arah kotak mainan yang sudah Ayra rapikan dengan susah payah. Dan dalam hitungan detik mainan itu ditumpahkan kembali oleh Vano dan anak itu membuat mainan itu berserakan kembali. Ayra hanya bisa menarik nafasnya dan membuang nafasnya secara perlahan. Vano duduk di karpet bulu dan mulai memainkan ponselnya di tengah-tengah mainan sementara Ayra masih berdiri di tempatnya. "Aku mau makan!" Seru Vano tanpa melihat ke arah Ayra. Mata Vano sudah fokus ke ponsel yang ia pegang. "Baik Tuan Muda," jawab Ayra lembut. "Tuan Muda ingin makan dengan apa?" Tanya Ayra. Vano langsung menatap Ayra dengan sinis. "Tanya ke bi Minah apa menu makan saya sekarang," ujar Vano. Setelah itu ia kembali menatap layar ponsel. Ayra benar-benar dibuat takjub oleh sikap Vano yang sangat berani dan tidak sopan terhadapnya. "Kenapa masih diam di sana sih! Saya sudah lapar!" Teriak Vano sambil melebarkan matanya. "Baik Tuan Muda," jawab Ayra cepat. Setelah itu Ayra bergegas keluar dari kamar Vano. Setelah keluar dari kamar Vano, Ayra berdiri di depan pintu kamar dan menggelengkan kepalanya. "Sepertinya aku harus kuat mental menghadapi Vano." "Aku harus bertahan. Aku pasti bisa meluluhkan anak itu," ucap Ayra penuh percaya diri. Setelah itu Ayra berjalan menjauhi kamar Vano. Sementara yang terjadi di kamar Vano. Vano meletakan ponsel yang ia pegang ke atas karpet yang sedang ia duduki. Lalu ia melihat ke arah langit-langit kamarnya. "Aku rasa pengasuh yang ini juga tak akan bertahan lama." "Aku kan maunya ibuku, bukan pengasuh. Aku mau seperti temanku yang lain. Punya ibu, diantar sekolah oleh ibu," lirih Vano. "Aku tidak tahu ibuku siapa, dimana dan kenapa tidak ada disampingku. Setiap aku bertanya pada ayah, ayah tak menjawab," ucap Vano pelan. Vano adalah anak yang membutuhkan sosok seorang ibu. Tapi ia tak berani mengatakan keinginannya pada ayahnya. Sejak kecil Vano tak pernah tahu siapa ibunya. Di saat Vano memikirkan siapa sebenarnya ibu kandungnya pintu kamar Vano tiba-tiba terbuka. Vano melihat ke arah pintu dan ternyata yang masuk adalah Ayra saat itu Ayra sudah memegang nampan. Ia membawa makan siang untuk Vano lengkap dengan minumnya. "Makanan datang," ucap Ayra setelah menutup pintu kamar Vano. Ayra berjalan ke arah Vano dengan senyuman di wajahnya. Vano mendelik, anak itu sangat memperlihatkan ketidaksukaannya pada Ayra. "Jangan sok manis," ujar Vano saat Ayra sudah mulai duduk di hadapannya. "Maaf tuan muda, saya hanya berusaha ramah,"ucap Ayra. "Ini makanannya tuan," ujar Ayra sambil meletakan nampan. Di atas nampan itu terdapat piring yang berisi nasi, nugget dan sayur capcay yang berwarna warni. Ada juga segelas air mineral dan segelas s**u. Vano diam. Ayra memperhatikan Vano yang sama sekali tak menyentuh makanannya. "Kenapa tak di makan?" Tanya Ayra. "Aku tak bisa makan sendiri. Aku terbiasa disuapi," ucap Vano sambil menatap Ayra. Ayra pun langsung mengerti dan ia pun langsung mengambil segelas air mineral dan menyerahkannya pada Vano. "Minum dulu ya," pinta Ayra lembut. Vano mengambil gelas dari tangan Ayra dan meneguk air itu satu tegukan setelah itu ia memberikannya kembali pada Ayra. Setelah itu Ayra pun mulai menyuapi Vano dengan telaten. Vano terlihat sangat tak menyukai Ayra tapi Ayra terus menunjukan sikap ramahnya pada Vano. Selesai makan Vano menghabiskan segelas s**u yang ada di sana. Ayra tersenyum karena makanan yang ia bawa habis tak bersisa. "Saya ke dapur dulu ya Tuan Muda, apa ada yang anda inginkan lagi?" Tanya Ayra. "Tidak ada. Setelah dari dapur, kembali lagi kemari dan rapikan kamar ini," perintah Vano sambil berdiri. "Baik Tuan Muda," jawab Ayra. Ayra pun keluar dari kamar Vano. Setelah di depan kamar Ayra mengelus dadanya. "Sabar-sabar…" "Aku sungguh seperti pembantu," ucap Ayra. Kehidupan Ayra dalam satu hari langsung berubah seratus delapan puluh derajat. Ayra seorang anak tunggal seorang pengusaha dan segala hal yang ia butuhkan disediakan, kini ia hanya seorang pengasuh anak laki-laki lima tahun dan harus memenuhi kebutuhan anak itu. Setelah Ayra keluar dari kamarnya, Vano mengacak-acak kamarnya yang tadi sudah dirapikan oleh Ayra. Anak itu benar-benar membuat kamarnya seperti kapal pecah. Sementara saat itu Vano masih menggunakan pakaian seragam sekolahnya. Vano tersenyum melihat kamarnya yang berantakan. "Aku yakin pengasuh itu tidak akan betah menjadi pengasuh ku," ucap Vano sambil menyunggingkan senyumnya. Setelah membuat kamarnya berantakan Vano pun menyalakan televisi dan ia menonton kartun kesukaannya di tempat tidurnya. Ayra berjalan kembali ke kamar Vano. "Semangat Ayra!" "Vano hanya anak kecil. Kamu harus bisa bertahan!" Seru Ayra menyemangati dirinya sendiri. Ayra membuka pintu kamar Vano dan Ayra mengusap kasar wajahnya sesaat setelah melihat keadaan kamar Vano
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD