Tidak ada yang berani membantah, Ara sendiri cemberut mendapat sindiran seperti itu dari pria yang sebentar lagi menjadi kakek mertuanya.
’Dasar tua bangka! Lihat saja nanti kalau aku sudah menikah dengan cucu kesayangan kamu!’ ancam Ara dalam hatinya, entah rencana apa lagi yang hinggap di benaknya kini.
"Semua sudah siap, Tuan." Salah satu orang kepercayaan keluarga Takizaki datang dan menyampaikan pada Alfredo kalau semua persiapan acara pernikahan Hugo dan Ara sudah siap.
Aflredo menganggu tipis, ajudan tersebut langsung undur diri.
"Baiklah, kalian sudah mendengar tadi, kita berangkat sekarang." Alfredo menghela napas panjang.
Semua bersiap untuk pergi, tapi seorang gadis masih terduduk sendiri di sudut ruangan sembari menatap luar jendela.
Alfredo datang mendekat, "Apa kamu tidak ikut, Likha?” tanyanya.
Zalikha menoleh, menatap lawan bicaranya dengan mata yang masih sembab. "Aku merasa tidak enak badan, Kakek. Apa bisa aku tidak datang di acara pemberkatan mereka?"
"Baiklah, tapi kamu harus datang ke acara pesta nanti malam. Aku sudah meminta putra bungsu ku menjemput kamu. Kebetulan dia masih dalam penerbangan dari Jepang, sepertinya dia juga tidak akan bisa hadir pagi ini. Kalian berdua bisa datang malam ini."
"Tapi, Kakek. Aku tidak mengenal —”
"Daylon, namanya Ernest Daylon Takizaki. Dia adik kandung dari ayahnya Hugo. Orangnya agak sedikit Introvert, jarang tersorot public. Saya harap kamu tidak kesulitan bersamanya," potong Alfredo berujar.
"Tuan, semua sudah siap untuk berangkat." Sang ajudan mengingatkan Alfredo karena semua keluarga sudah di dalam kendaraannya masing-masing. Hanya tinggal Alfredo yang masih berbincang dengan Zalikha.
Alfredo mengusap pipi Zalikha seraya mengulas senyum dengan garis halus di sekitar bibirnya.
***
Daylon menghela napas panjang, lega rasanya karena akhirnya dia tiba di tanah air kelahiran sang ibu setelah berpuluh tahun tidak dia injak. Tidak banyak koper yang dia bawa tapi para pengawalnya yang mengantar dan menjemputnya cukup banyak.
"Sudah saya katakan tidak perlu berlebihan seperti ini," gumam Daylon ketika melihat deretan mobil hitam dan para pengawal berpakaian serba rapih menyambutnya. Putra bungsu keluarga Takizaki satu ini paling malas berurusan dengan hal seperti ini. Dia ingin hidup sebagian manusia biasa, rakyat jelata yang bebas ke sana sini tanpa adanya pengawalan ketat. Tapi hal itu sulit dia rasa karena bisnis besar yang keluarganya miliki tentu saja akan banyak musuh yang menguntai anggota keluarganya, maka dari itu Alfredo selalu memakai pengawalan ketat untuk anggota keluarganya.
Daylon mendengus kesal saat membaca pesan yang masuk ke dalam ponselnya. Belum sampai di Hotel tempat dia menginap tapi ayahnya sudah meminta dia menjemput seorang gadis di rumah keluarga besannya.
"Kenapa harus saya yang jemput?" monolognya, tanpa membalas pesan ayahnya tapi dia menurut dan meminta supirnya menuju rumah keluarga Abimana terlebih dahulu sebelum ke Hotel.
***
Daylon tiba di kediaman keluarga Abimana. Terlihat rumah mewah itu sudah sangat sepi, semua anggota keluarga sudah pergi. Hanya ada beberapa pekerja yang sedang membersihkan perkarangan rumah tersebut.
Kedatangan Daylon sudah di tunggu. Kepala pelayan yang membuka pintu langsung menyambut.
"Selamat datang, Tuan muda Daylon." Kepala pelayan tersebut sedikit membungkuk memberi hormat pada tamu majikannya.
"Terimakasih, apa nona Zalikha ada?” balas Daylon ramah.
"Tunggu sebentar, Tuan muda, baru saja nona naik ke kamarnya. Katanya ada sesuatu yang tertinggal," jawab sang Kepala pelayan.
Beberapa saat kemudian ...
Zalikha menuruni anak tangga tanpa melihat tamu yang dia tunggu karena terhalang oleh guci besar.
Ketika sampai di bawah gadis itu terpaku di tempat saat beradu pandang dengan Daylon. Sungguh dia tidak menyangka putra bungsu keluarga Takizaki tidak seperti yang ada di benaknya. Daylon terlihat tidak beda jauh dari Hugo, bahkan lebih terlihat tampan dan gagah karena lebih sedikit matang.
Daylon pun sama terpukaunya. Untuk beberapa saat kedua mata mereka saling mengunci satu sama lain.
"Nona Zalikha, Tuan muda Daylon sudah datang untuk menjemput Anda." Suara kepala pelayan menyentak keduanya.
"O-oh, iya, Pak Tanto. Terimakasih," balas Zalikha dengan suara lembutnya terdengar merdu di telinga Daylon.
"Selamat siang, Uncle Daylon," sapa Zalikha seraya mengulas senyum.
Daylon mengangkat satu alisnya ketika Zalikha memanggilnya dengan sebutan 'Uncle'.
'Apa saya setua itu sampai di panggil uncle?' bathin Daylon.
"Saya sudah siap, kita berangkat sekarang?”
"Heum," sahut Daylon dengan gumaman saja kemudian dia pergi begitu saja, meninggalkan Zalikha yang tengah terpaku tidak percaya dengan sikap dingin putra bungsu keluarga Takizaki.
Akan tetapi, meski terlihat cuek ternyata Daylon masih bersikap lembut ketika dia menunggu di depan pintu mobil yang sudah terbuka, mengijinkan Zalikha masuk terlebih dahulu baru dia menyusul.
"Jalan! Kita langsung ke hotel," titah Daylon pada supir pribadinya setelah dia memastikan Zalikha duduk dengan baik.
Hening menyelimuti mobil mewah yang saat ini sedang melaju cepat menuju sebuah Hotel milik keluarga Takizaki.
Tidak ada obrolan sama sekali karena Zalikha lebih memilih menatap keluar dan Daylon sibuk dengan ponsel mahalnya. Meski sesekali pria matang itu melirik dan mencuri pandang kesamping di mana Zalikha sedang duduk dan melamun.
Sesampainya di Hotel, keduanya masuk bersamaan. Hotel tersebut terlihat sangat sepi karena memang khusus hari ini sudah di pesan hanya untuk acara pernikahan cucu kesayangan Alfredo Takizaki sang pemilik Hotel.
Daylon menatap wajah sendu Zalikha yang tengah menatap papan besar yang menampilkan foto kedua pengantin—Hugo dan Ara. Secepat itu mereka mengganti semuanya, seperti sudah di rencanakan.
"Mereka pasangan yang cocok bukan?” bisik Daylon dari belakang Zalikha. Membuat gadis itu tersentak.
Buru-buru putri Aksa itu mengusap air mata yang sempet menetes di pipinya kemudian dia berjalan meninggalkan Daylon, menuju lift yang tidak jauh dari sana.
"Dia kenapa?" Daylon menggedikkan kedua pundaknya lalu menyusul Zalikha masuk ke dalam lift.
Daylon menekan tombol di mana kamarnya berada.
"Kenapa ke lantai 8?" tanya Zalikha tanpa menatap pria yang berdiri disebelahnya.
"Kamar saya ada di sana."
Zalikha melempar lirikan tajam. Lirikan itu dapat Daylon artikan kalau gadis itu khawatir, takut dia berbuat sesuatu yang merugikannya.
"Saya tidak akan berbuat macam-macam, hanya butuh istirahat sebentar. Waktu kita masih lama bukan?!" ucap Daylon.
Zalikha menghela napas singkat, dia tidak punya pilihan selain mengikuti Daylon.
Beruntung kamar yang Daylon dapat begitu besar sudah seperti panthouse, kamar hotel yang ada ruang tamu, ruang makan, mini bar, dapur dan kamar yang besar. Kelas kamar hotel yang paling mewah, tentu saja dia bisa menempati itu semua, anak dari pemilik hotel.
"Kamu istirahat saja dulu," titah Daylon sambil menunjuk sofa yang ada di ruang tengah.
"Saya mau mandi dulu dan bersiap," sambungnya.