PROLOG
Tok! Tok! Tok!
Gadis berkuncir kuda dengan kaus oblong dan celana pendek yang awalnya duduk di lantai dengan meja rendah di depannya itu beranjak untuk membuka pintu.
“Bang Mada?” Tanyanya heran saat melihat pemuda yang lebih tua empat tahun darinya itu ada di depan pintu kamarnya. “Bang Mada salah kamar, ya? Kamar Kak Manda di sebelah loh.”
Sebenarnya dia agak gugup. Nggak heran. Dia selalu gugup kalau berhadapan dengan pemuda di depannya ini. Bahkan setelah pemuda ini dan Kakak tirinya berpacaran selama dua tahun… bukannya seharusnya dia sudah terbiasa dengan keberadaannya?
Rumahnya memang nggak seperti rumah kebanyakan. Mereka punya deretan kamar - kamar di area belakang rumahnya. Kamarnya ada di deretan paling ujung, paling dekat dengan dapur, karena biasanya memang dia yang paling sering menggunakan area itu. Di Tengah, kamar yang paling luas dan bagus, adalah kamar Kakak tirinya, Amanda, dan di ujung lainnya adalah kamar orang tuanya, Mamanya dan tirinya.
“Yura…”
Dia mengernyitkan dahinya. Kok suara pacar Kakaknya ini… agak aneh? “Eh eh bentar. Ini bukan kamar Kak Manda,” Dia menahan tubuh besar pemuda itu dan berniat membawanya ke kamar Kakaknya. “Eh, tapi Kak Manda kan pergi sama Mama sama Papa? Udah pulang emang?” Dia bergumam sendiri.
Saat dia nggak terlalu fokus, pemuda tersebut mendorong tubuhnya masuk lagi ke dalam, hingga pintu kamarnya terbanting menutup.
“Bang Mada?!”
Protes yang sudah di ujung lidahnya tertelan lagi saat bibir mereka bertemu. Nggak hanya itu saja, karena pemuda tersebut terus saja mendorongnya hingga mereka berdua terjatuh di atas tempat tidurnya. Rengekan keberatannya terus ditahan oleh mulut Mada. Tangan pria itu terasa di manapun di sekujur tubuhnya.
Dia semakin panik saat dirasakannya baju dan celananya mulai terlepas dari tubuhnya. Dia berusaha menahan tangan Mada tapi sia - sia, dia kalah tenaga. Ingin menendang pun nggak bisa karena Mada menahan kedua kaki Yura dengan kakinya sendiri.
“Bang Mada… Jangan Bang! Bang Ramada ini Yura Bang… Please, Bang… Oh! Ampun Bang! Please… Please… Jangan Bang! Nggak mau!!”
Bagi Yura, semua berlangsung lambat dan cepat sekaligus. Gerakan bibir dan sentuhan yang semakin intens, gerakan – gerakan yang tidak familiar hingga sensasi dan perasaan asing yang baru kali ini dia rasakan. Takut!
Dia nggak selugu itu hingga gagal untuk menyadari apa yang mereka lakukan saat ini nantinya akan mengarah kemana. Tapi dia masih ingin mencegahnya. Tidak boleh! Otak dan hatinya amat tahu perbuatan ini salah. Pemuda yang sekarang sedang mengungkungnya ini adalah kekasih Kakak tirinya.
Dan hal yang ditakutkan Yura pun akhirnya terjadi. Membuatnya menjerit bisu, masih sambil meronta melakukan perlawanan yang semakin terasa sia – sia.
“Abang!! It’s hurt! Nggak mau, Bang! Lepasin Yura! Abang!!!”
Dia terus menjerit, mencoba menyadarkan Ramada. Tapi semua terlambat. Air mata kesakitan dan kekecewaaan kini bercampur menjadi satu, meleleh dari sudut matanya.
***
“Hai, Yura. Baru pulang sekolah?”
Gadis berkuncir kuda dengan seragam putih abu - abu yang baru masuk ke rumah itu tersentak saat melihat Kakaknya bersama pacarnya sedang duduk di ruang makan rumahnya yang ada di depan deretan kamar mereka.
“Makan, Dek.” Kakaknya ikutan menyapa.
Senyum cerianya mendadaksirna, tubuhnya mengejang kaku dan keringat dingin mulai merambat menuruni pelipisnya.
“Yura masuk dulu, Kak.” Pamitnya, lalu berjalan cepat ke kamarnya. Tak peduli lagi pada kernyitan heran dua orang yang ada di sana.
“Dia kenapa?” Suara berat yang amat dikenalnya itu bertanya.
“Entah. Badmood kali. Maklum, remaja labil.” Kakaknya menjawab dengan nada tak acuh.
Suara - suara tersebut masih bisa di dengarnya dari dalam kamarnya. Tubuhnya merosot turun di balik pintu, tangannya menggenggam saku rok sekolahnya erat - erat, seakan tak rela jika yang ada di sana tercecetr atau diketahui orang lain. Nggak boleh! Dia nggak siap untuk ini. Kenapa harus terjadi padanya?!
Upacara kelulusannya tinggal menghiung hari. Dia juga sudah menerima surat balasan positifdari lamaran beasiswa yang dia kirimkan ke sejumlah kampus ternama.
Tapi ternyata yang positif dalam hidupnya bukan hanya itu saja.
"Ya Tuhan… aku harus gimana?"