“Brengs3k!” Prima sepertinya tak terima melihat aku dipersilakan masuk. Aku mendengar dia mengumpat, bahkan setelah aku hampir masuk ke ruangan ini. “Apa-apaan ini, Pak?” tanya Prima dengan suara ngototnya yang khas kepada penjaga meja registrasi. “Maaf, Prima. Kenapa kamu masih ingin masuk? Sudah jelas perwakilan dari Tuan Dwipa Mulya telah datang. Dan kamu tidak ada tempat di sini, Prim.” Penjaga meja registrasi itu pun menjelaskan pada Prima agar dia tak mengotot untuk tetap masuk. “Pak, siapa yang perwakilan ayahku?” tanya Prima yang sepertinya masih belum bisa membaca situasi. “Prana Mulya, mahasiswa yang baru saja masuk tadi.” Penjaga itu menunjuk ke arah pintu di mana aku baru saja masuk. Aku belum benar-benar berjalan jauh dari tempat registrasi, sehingga aku masih bisa mendeng