Ketenangan yang kuharapkan sembari kuliah kini sudah hilang. Mengamati Si Prima dan juga Neng Mawar secara diam-diam pun kini tak bisa kulakukan. Karena kini, bukan aku yang bisa mengamati orang lain, melainkan orang lain yang akan selalu mengamati gaerak-gerikku. Bukan ketenangan lagi yang kudapatkan, melainkan kejaran dari orang-orang tidak jelas yang ingin disebut kawan akrab. Entahlah, bukannya aku tidak meu berteman, tapi orang yang sudah kuanggap benar-benar temanku di kampus ini … hanya Adrian. “Hai, Prana, bisa nggak aku duduk di sebelah kamu?” “Prana …? Ada buku yang ketinggalan nggak? Kamu boleh pinjem punya aku.” “Pran, nanti ke kantin bareng aku yuk.” Mendadak, di sekelilingku dipenuhi oleh wanita-wanita aneh yang menawariku segala macam. Sekarang aku tahu, kenapa banyak bu