Bagian 4

1553 Words
BRUUKK "Awh..." ringis Savanna dan orang yang menabraknya. Savanna tertimpa rangkaian bunga yang di pegangnya sedangkan orang yang menabraknya hampir terhuyung kebelakang. "Maaf aku--," ucapan maaf Niel terputus oleh seruan Savanna. "Tuan tak bisakah anda berhati-hati? Tidakkah anda lihat aku sedang kesusahan!" seru Savanna kesal. Mereka saling memandang dengan posisi Savanna masih tertimpa rangkaian bunga besar, sedangkan Niel melihat Savanna tanpa berkedip, tak disangka orang yang tadi malam lewat di ingatannya kembali lagi. Oh iya si pengantar bunga. "Ehm...kau tak apa-apa?" tanya Niel. Savanna dongkol setengah mati. "Apanya yang tidak apa-apa? Apakah orang yang tertimpa rangkaian bunga besar begini bisa dikatakan tak apa-apa?" hardik Savanna. Niel tahu dia yang salah disini, sebab dia terlalu terburu-buru alhasil dia menabrak orang lain. "Saya terburu-buru, maaf." Sesal Niel. Savanna tertegun mendengar ucapan maaf Niel. "Baiklah...tapi maaf saja tidak bisa menyelesaikan masalah." Ucap Savanna. Niel mengerutkan keningnya. "Lalu?" tanya Niel. "Bantulah saya tuan...tanggung jawab atas perbuatan anda jika memang anda itu laki-laki tulen." Cibir Savanna. Niel dibuat kesal dengan cibiran Savanna. "Kau pikir aku tak bertanggung jawab apa? Baik sini..." ucap Niel sambil membantu Savanna berdiri, tak lupa juga menyingkirkan karangan bunga yang menimpa Savanna. Sesaat setelah Savanna berdiri di hadapannya, Niel ingin membalas ucapan pedas Savanna namun dia tertegun melihat wajah Savanna yang lebam kebiruan di rahang bawahnya. "Kenapa dengan wajahmu? Apakah karena tadi ku tabrak wajahmu jadi lebam begitu?" tanya Niel spontan. Pertanyaannya itu menuai banyak perhatian dari banyak karyawan dan bawahannya, bahkan OG dan OB pun sempat berhenti sesaat setelah mendengar ucapan bos mereka. Menyadari situasi yang dialaminya dan takut akan prasangka buruk dari karyawan yang akan mencibir kelakuannya karena menabrak seorang pengantar bunga wanita sampai lebam, Niel mengambil tindakan. "Mari ikut saya!" pinta Niel. Savanna memandang tajam ke arah Niel. "Mau ngapain pak? Bapak tidak lihat saya lagi kerja mau ngantar bunga pesanan?" tanya Savanna tajam. "Sejak kapan aku menikah dengan ibumu?" cibir Niel. Savanna dibuat dongkol dengan omongan Niel. "Memang anda pikir saya mau punya ayah tiri seperti anda? Dan ngapain juga ibu saya mau menikah dengan anda? Seperti tidak ada kerjaan saja." Balas Savanna. "Kau benar-benar cari ribut ya...tidak usah membahas ibumu memangnya aku peduli." Balas Niel dengan sengit. "Iya untuk apa anda peduli ibu saya...tenang saja ibu saya sudah tenang di surga." Jawab Savanna lirih lalu matanya tampak berkaca-kaca. Sekarang penampilan Savanna bisa dibilang gadis yang ditindas seorang bos, dengan mimik sedih dan wajah yang kebiruan bekas lebam serta mata yang merah berair. Niel tercekat mendengar ucapan Savanna, niatnya ingin membalas tapi tak disangka ucapan terakhir gadis ini menyentak dan menyentuh hatinya. Lalu dia merasa bersalah, dia sudah melukai hati dan perasaan gadis didepannya ini. "Astaga apa yang baru ku katakan sih, kasihan dia aku sudah menyakiti perasaan dan wajahnya lebam begini, bagaimana penilaian orang-orang nanti." Batin Niel. "Taruh saja bunganya di situ dan kau ikut bersamaku!" pinta Niel. "Untuk apa aku--," ucap Savanna terputus. "Jangan membantah mau ku bayar atau tidak bunganya?" tanya Niel. Savanna mengangguk. "Yah maulah...enak aja tidak di bayar," jawab Savanna berjalan sambil mengekori Niel ke ruangan lelaki itu. TING Lantai 17 ruangan Direktur Utama Sandawa. "Selamat pagi pak," sapa Sanora. Lalu Sanora mengerjapkan matanya melihat orang di belakang bosnya. "Apa memang perasaanku saja atau memang ini nyata? Kenapa dia ada disini?" batin Sanora melihat Savanna muncul mengekori Niel. "Hem...pagi," sahut Niel. "Nora, tolong kamu undur meeting jam delapan menjadi setengah sembilan saya ada urusan yang harus diselesaikan." Ucap Niel. Yang di beri perintah hanya diam dan termenung memikirkan sesuatu. "Kamu dengar tidak?" tanya Niel. Namun ekspresi sekretarisnya masih sama. "SANORA ALFARIA MAU SAYA PECAT?!" teriak Niel dongkol. Sanora berjinggat kaget dan memengang jantungnya. "Astaga! iya pak...eh apa tad-di pak?" tanya Sanora takut-takut. "Bosmu bilang tolong bersihkan toiletnya katanya sedang ada kerusakan pada selangnya," serobot Savanna asal. Sanora mengerjabkan matanya dan melongo. "Ppffttt..." Savanna menahan tawa. Niel hanya mendelik dan melirik ke arah Savanna dan menggelengkan kepalanya. "Tapi pak itu...kan tu-tugas OB?" respon Sanora takut-takut. "Yah kalau kamu tahu itu tugas OB ngapaian kamu tanya lagi ke saya?" tanya Niel. "Tapi tadi mbak ini bilang--," ucapanya terputus. "Memangnya dia ini atasan kamu?" tanya Niel. Sanora menggeleng. "Hem...undur meetingnya setengah jam lagi," ucap Niel. "Baik pak," sahut Sanora. Niel dan Savanna berlanjut ke ruangan Niel. Ceklek Ruangan Niel terbuka. Niel masuk disusul Savanna. "Duduk dan tunggu sebentar! " perintah Niel. Lalu Niel pergi mengambil kotak obat sedangkan Savanna duduk di lantai marmer di ruangan itu. Sekembalinya Niel, ia dibuat bingung oleh sikap Savanna. "Kenapa duduk disitu?" tanya Niel. "Tadi anda bilang sendiri ke saya duduk yah saya kan sedang duduk." Jawab Savanna. "Maksudku bukan di lantai tapi di sofa itu," balas Niel. "Nanti kotor," sahut Savanna Santai. "Duduk saja," balas Niel. "Tadi kan saya sempat duduk di tanah, lagian sofa bapak bersih kinclong lagi kalau saya duduk nanti kotor lagian saya udah biasa kok duduk di lantai, di trotoar juga," ucap Savanna. Nathaniel di buat terkejut atas ucapan Savanna. "Apa aku sekejam itu? Astaga gadis seperti apa dia ini." Batin Niel. "Kalau kotor urusan saya, yang punya sofa saya bukan kamu, jadi duduk saja," ucap Niel. Savanna berdiri dan duduk di sofa yang di maksud. "Wah empuk banget yah ...wih sofa orang kaya mah hebat." Batin Savanna memuji sofa Niel. "Sini wajah kamu!" pinta Niel. "Bapak mau apa? Jangan macem-macem deh pak nanti saya teriak nih," ancam Savanna. "Saya nggak macam-macam, cuma mau satu macam, nih cepetan lebam kamu biru keungu-unguan," ucap Niel. Savanna memajukan wajahnya lebih dekat ke arah Niel. "Kenapa bisa begini? Kamu nggak hati-hati yah?" tanya Niel sambil mengoleskan salep di wajah Savanna. "Bukan urusan bapak," ucap Savanna. "Yah udah..." sahut Niel sambil sedikit menekan lebam di rahang Savanna. "Aw...bapak niat ngobatin nggak sih? Kalau nggak yah nggak usah...tambah parah nanti nih..." kesal Savanna. "Iya iya deh...saya ngobatin kok...nih lagi ngolesin salep," ucap Niel. "Humm," dengus Savanna. Niel menelusuri wajah Savanna dengan teliti seakan-akan tidak ada yang tertinggal. "Mirip sekali dengan Serafina, tidak mungkin kebetulan, mata itu...kelabu...indah, bibirnya...ehmm aduh mikir apa aku." Rutuk Niel sambil tersenyum. Savanna yang melihat Niel tersenyum terpana. "Lumayan ganteng..." ucap Savanna tanpa sadar. "Saya tahu saya ganteng jadi nggak usah lihatin gitu...merinding tahu," ucap Niel. Savanna memandang Niel tajam. "Ngapain bapak senyum-senyum? Pasti punya pikiran kotor yah?" tebak Savanna dan Niel tercekat. "Ehmm...sembarangan aja..." elak Niel. "Yah siapa tahu aja kan," sahut Savanna. "Nama kamu siapa?" tanya Niel. "Ngapain nanyain nama saya?" tanya Savanna. "Yah cuma pengen tahu, supaya nanti kalau saya pesen bunga, kamu yang bawa kan saya kenal." Jawab Niel. "Oh kirain mau pelet...aw...bapak ini sakit tahu," kesal Savanna. "Maaf nggak sengaja." Ucap Niel. "Kapan sih nih perempuan nggak bikin dongkol? Hum biar tahu rasa tuh." Batin niel. "Savanna Ramadhani," jawab Savanna. "Nama yang indah," puji Niel. Savanna tersenyum tulus. "Terima kasih," ucap Savanna. "Tak masalah, err hanya itu?" tanya Niel. Savanna menggeleng. "Melbrock." Sambung Savanna. Niel manggut-manggut. "Savanna Ramadhani Melbrock?!" seru Niel. "Yah," sahut Savanna. "Amerika? Tapi wajah kamu Asia banget," ucap Niel. "Marga nenek dari ibu saya, beliau orang Amerika asli dan menikah dengan kakek yang orang Indonesia," jelas Savanna. Niel mengangguk. "Kenapa tidak dengan marga ayahmu?" tanya Niel. Mata Savanna memerah dan air matanya hampir tumpah. Niel tersadar dia salah bertanya. "Maafkan saya...saya mengerti," ucap Niel. Savanna mengagguk paham dan diam. "Beliau menikah lagi, dari aku lahir tidak pernah bertemu." Ucap Savanna menahan isakannya. Niel seolah dihantam palu mendengar ucapan Savanna. "Aku mengerti...maaf atas keterlaluanku." Ucap Niel. Savanna kembali mengangguk. "Yah tak apa, beliau sudah menikah dan bahagia bersama anak-anak yang diharapkannya." Ucap Savanna. Niel tertegun.  "Sangat terluka." Batin Niel. "Baiklah terima kasih atas obatnya," ucap Savanna. Niel mengangguk. "Tak masalah," sahut Niel. "Boleh untukku? Anda kan punya banyak uang untuk membeli obat ini," ucap Savanna asal. Niel melonggo. "Baru kali ini aku bertemu perempuan tak tahu malu mungkin? Eh...ceplos..." batin Niel. "Tentu saja boleh...aku masih punya stok satu lusin lagi," jawab Niel. "Benarkah?" tanya Savanna. Niel mengangguk. "Anda tidak keberatan?" tanya Savanna lagi. Niel mengangguk. "Satu lusin obat itu untukku?" tanya Savanna lagi. Niel mengangguk. "Yes...dimana obat itu?" tanya Savanna girang. "Dibelakangmu," jawab Niel. "Ok," sahut Savanna berjalan sambil mengambil selusin obat salep lalu di isikannya pada jaket jeansnya. "Apa yang kau lakukan?" tanya Niel. "Anda tidak lihat? Tentu saja aku sedang mengambil obat ini." Jawab Savanna. "Hah sebanyak itu? Memangnya untuk apa?" tanya Niel bingung. "Untuk makan..." jawab Savanna asal. "Hah?" cengo Niel. Savanna mendengus. "Dasar lemot." Batin Savanna kesal. "Untuk apalagi kalau bukan untuk mengobati sakit? Ck tak ku sangka direktur seperti anda lemot sekali," cibir Savanna. "Bukan begitu...tapi itu terlalu banyak," ucap Niel. "Oh bilang saja anda mau menarik ucapan anda lagi...tidak konsisten." Savanna mencibir. "Bu-bukan...kupikir kau hanya ingin satu saja padahal semuanya...yah sudah ambil saja," elak Niel. "Kalau satu terlalu sedikit, lagian saya sering banget dapet lebam," ucap Savanna. "Apa? Jadi kamu sering disiksa? Siapa yang menyiksamu? Bilang padaku," tanya Niel bertubi-tubi. "Memangnya siapa yang bilang kalau saya sering disiksa?" tanya  Savanna. "Tadi kan kamu bilang...." jawab Niel. "Ck! Tidak seperti itu...misalnya saja saya jatuh...terpeleset, tertimpa sesuatu lalu lebam, saya kan bisa pakai obat ini," jelas Savanna. "Oh...ya sudah..." sahut Niel. "Terima kasih atas salepnya...tapi sayang cuma muat 6  saja...saku saya tidak muat lagi...saya permisi...dan terimah kasih..." ucap Savanna dan berlalu pergi. Niel mengangguk. Ceklek Bunyi suara pintu tertutup. Niel tersenyum. "Savanna...manis...Savanna...hmm kelabu, Savanna....” lamuman Niel terhenti. Ceklek Bunyi suara pintunya lagi. Savanna balik dan berniat meminta harga bunga yang lupa ia minta. "Pak..." panggil Savanna. "Savanna...astaga...kesini lagi?" kaget Niel. Savanna mengangguk. Niel berdehem. "Ehm...ada apa ?" tanya Niel. "Err...itu pak...saya lupa minta harga bunganya hehehe," ucap Savanna tercengir. "Hah harga bunga?" Niel menaikkan sebelah alisnya. Savanna mengangguk. "Ku pikir kau sudah menukar harga bunga dengan salep yang kau bawa itu." Celutuk Niel. "Oh tidak bisa pak, masa samakan harga bunga saya yang satu rangkai seratus ribu dengan salep sepuluh ribu ini sih pak? Mana bisa begitu," cibir Savanna. "Kau yakin harga salep itu Sepuluh ribu, hm?" tanya Niel. Savanna mengangguk "Ck! Harganya bahkan hampir sama dengan harga bungamu itu," cibir Niel. "Hah...bapak bercanda..." elak Savanna. "Yah sudah kalau tidak percaya," tukas Niel sambil memberikan uang lembaran seratus ribuan empat lembar pada Savanna. "Terima kasih," ucap Savanna. "Hem..." sahut Niel. Savanna berjalan keluar ruangan Niel. Ceklek Niel hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Disusul tawanya yang menggelegar. "Hahahahahahahah!"  ................. "Itu pasti putriku...yah pasti putriku..." ucap Gusaf yang berada di dalam kamarnya. Roselina istrinya sedang menyiapkan sarapan untuk sang suami. "kacamata? Lensa tebal?" gumam Gusaf. "Pengantar bunga? Akhh yang benar saja...astaga...aku bisa gila...aku harus mencarinya," frustasi Gusaf. "Tidak mungkin kubiarkan dia sengsara...Sacha...maafkan aku." Gusaf turun dari ranjang dan ingin keluar kamarnya. "Mas!" ...........
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD