“Ta ...?” Arkana menyerah, benar-benar tak tahan. Menatap wajah Lita yang sedang tidur layaknya sekarang, serasa menatap bidadari berhati malaikat, meski Arkana sendiri tidak yakin apakah malaikat maupun bidadari juga memiliki hati layaknya manusia? Lita sangat cantik, tak ada kata-kata yang mampu mengungkapkannya.
Arkana tetap tidak bisa tidur padahal waktu sudah pukul setengah empat pagi di layar ponsel yang segera ia taruh asal kembali ke nakas. Kegelisahannya lebih parah dari wanita hamil yang sedang merasakan kontraksi. Ia kembali mengungkung tubuh Lita walau istrinya itu tetap terpejam damai tanpa terusik sedikit pun kepadanya yang nyaris kurang waras karena terus menahan hasrat kuat dari libidonya.
Lita hanya menggeliat, mendesah kesal dan malah memunggungi Arkana.
“Ta ...?” Arkana membenamkan wajahnya di pipi kiri Lita, ia sibuk merintih memanggil Lita tepat di telinga kiri istrinya itu. Tak peduli meski yang Lita lakukan malah menghantam asal kepalanya atau malah menjewernya agar segera menyudahi ulahnya.
“Alarmku belum bunyi, Kana.”
“Sejak nikah kan aku jadi alarm wajib kamu.”
“Dari tadi aku juga enggak nyaman banget gara-gara kamu kayak ayam mau bertelur mondar-mandir enggak jelas!”
“Ya makanya bantu please, bentar!”
“Sudah, kamu tidur saja. Pukul delapan nanti kamu ada rapat, kan?”
“Kalau tidur segampang itu, pasti aku enggak nikahin kamu!”
“Apa hubungannya?!” Lita terduduk dan menatap kesal Arkana. Namun, itu bertahan sebentar karena ia merasa ada yang aneh dengan tubuhnya yang langsung kedinginan seolah tak terbalut pakaian bahkan pakaian tipis sekalipun. Tentu saja, itu ulah suaminya hingga tubuhnya tak lagi tertutup piama mengingat talinya sudah dilepas, tanpa terkecuali bra merah yang sudah tak bertautan. Gunung kembar miliknya yang berukuran mungil tapi kencang, sudah terbebas dari pelindungnya dan kenyataan tersebut benar-benar membuatnya syok. “Ihhh!” lirih Lita mendelik kepada Arkana. Ia nyaris meledak menerkam hidup-hidup sang suami.
Kemudian, Lita menarik kasar selimutnya, menutupkannya serapat mungkin hingga membungkus kepala, tapi Arkana tak tinggal diam dan malah menyelusup masuk menerjang tubuh bagian depannya.
Ya Tuhan, ... iya, iya, Arkana suamiku. Ya ya ... semoga aku enggak khilaf dan malah melakukan KDRT! Sudah sabar, ... nantinya, aku pasti kangen masa-masa Kana begini. Ih, jangan kangen dong. Kalau kangen berarti Kana berubah dan enggak bucin lagi ke aku. Bucin? Iya, kan, Kana bucin ke aku? Batin Lita pasrah membiarkan Arkana mencium bahkan menghisap setiap area sensitifnya sekalipun ketika bibir Arkana sampai di pangkal perutnya, ia refleks menjewer Arkana.
“Kana, aku masih mens!” Andai di sebelah tidak ada Mahesa, Lita pasti sudah berteriak memarahi Arkana.
Dengan cepat Arkana merayap menelusuri tubuh Lita tak ubahnya seekor komodo yang sedang mengincar mangsanya.
“Mirip komodo ih kamu!” Lita sampai menyamakannya dengan komodo.
“K-komodo? Kamu sudah biasa begini dengan komodo?” Arkana memelotot syok.
“Heh! Dikiranya aku penganut pesugihan misteri ilahi!”
Arkana tersenyum geli kemudian membenamkan wajahnya di lekuk leher Lita, bagian yang sudah menjadi favoritnya. Kedua tangannya mendekap tubuh ramping Lita dan ia yakini, istrinya sampai langsung sesak napas. “Sebentar yuk, ke kamar mandi. Sebentar, ini sudah di ujung.”
Tanpa dijelaskan, Lita sudah paham. Di bawah sana saja sudah ada yang sangat tegang dan sukses membuat tubuhnya ikut meremang tak beda dengan tubuh Arkana yang sudah sangat panas bahkan mulai berkeringat. Arkana terlihat sangat tersiksa, dan memang hanya Lita yang bisa menyudahinya.
“Ya sudah, ayo.” Lita agak mendorong tubuh Arkana, tapi Arkana yang langsung sigap tak mengizinkannya berjalan. Arkana membopongnya, mengikat kebersamaan mereka dengan ciuman mesra sekaligus intens nyaris tanpa jeda hingga Lita merasa jauh lebih siap dengan apa yang harus ia lakukan karena biar bagaimanapun, ini akan menjadi yang pertama kali bagi Lita.
***
“Sudah sana tidur,” ucap Lita yang tengah gosok gigi dan sudah sampai mandi.
Arkana yang sudah terlihat jauh lebih segar karena pemuda itu juga sudah mandi, bahkan kepalanya saja masih setengah basah, tetap menghampiri Lita. Ia mendekap Lita dari belakang, kemudian membenamkan wajahnya di kepala Lita yang masih terbungkus handuk.
“Kana, tenggorokanku sudah sakit gara-gara teriak-teriak ke kamu.” Lita bergegas kumur.
“Duh, bangun lagi!” lirih Arkana yang kemudian mendesah dan malah mendapat hantaman asal di pahanya oleh Lita.
“Kamu, ya ... hobi banget bikin aku kesal!” omel Lita lantaran Arkana yang masih bertahan memeluknya dari belakang malah sibuk cekikikan. “Sudah sana kamu tidur, aku enggak mau kamu linglung di rapat gara-gara kurang tidur.” Lita meraih handuk wajah kemudian mengelap wajahnya yang memang masih setengah basah.
“Ya sudah, kamu juga keringkan rambut kamu. Lagian andai aku langsung tidur, nanti kamu langsung menganggap aku egois, sudah diurus enggak ada basa basinya lagi!” balas Arkana.
“Benar juga sih. Tumben pinter,” ucap Lita yang kemudian melepas lilitan handuk dari kepalanya. “Sudah sekarang kamu tidur.” Tangan kanannya sibuk mengeringkan kepala, sementara tangan kiri ia gunakan untuk menggandeng Arkana, menuntunnya tidur di bekas mereka tidur.
“Wanita apalagi kamu memang semisterius itu. Sukanya main kode, iya kalau kodenya semacam morse, nah ini wajib bisa membaca pikiran dan hati kamu. Dukun pun enggak mampu, Ta!” lirih Arkana.
Lita yang awalnya tengah menyelimuti Arkana, langsung sibuk menahan tawanya. “Sudah, jangan dilanjut. Nanti yang ada kamu enggak jadi tidur.”
“Kamu enggak tidur lagi?” tanya Arkana yang langsung bersikap sangat manis layaknya bayi. Ia melipat kedua tangannya di d**a dan menjadi batas selimut warna putih menyelimutinya.
“Kalau aku tidur, nanti yang jadi alarm kamu siapa? Lagian aku juga mau periksa beberapa laporan. Nanti aku mau cek restoran.”
“Ada masalah?” Arkana langsung mengernyit, menyikapi cerita Lita dengan serius. Riak wajah Lita tampak tidak baik.
“Sepertinya begitu. Itu Lucas beberapa kali WA.”
“Lucas itu siapa?”
“Ketua koki di restoran. Ya kayak om Fean gitu. Mereka temenan.”
Arkana langsung merenung serius, tak lagi melanjutkan obrolan mereka.
“Kan, jadi enggak tidur. Sudah ... sudah. Kalaupun ada masalah, pasti aku bisa urus.” Lita menggunakan kedua tangannya untuk membingkai wajah Arkana. Membuat wajah mereka nyaris tak berjarak dan tubuhnya pun ada di atas tubuh Arkana.
Arkana yang masih menyikapi keadaan dengan serius berangsur membingkai wajah Lita menggunakan kedua tangannya. “Dia yang genit itu, kan? Yang wajahnya rada bule? Dia lulusan luar negeri.”
Arkana memang secanggih itu. Di otaknya seolah ada komputer yang terprogram sangat canggih dan dengan cekatan menganalisis keadaan.
“Memangnya dia genit? Aku enggak merhatiin soalnya.”
“Kalau lihat kamu, matanya sampai nyaris loncat!”
Balasan Arkana yang menjadi sangat sewot, membuat Lita menahan tawanya.
“Kamu, sama siapa-siapa cemburu! Tukang ojol saja kami cemburuin!” Lita menggeleng tak habis pikir. Kedua tangannya langsung sibuk bekerja membekap mulut Arkana dan juga menutup mata pemuda itu.
Mengenai Lucas dan apa yang Arkana tudingkan, Lita merasa harus menyelidikinya karena sejauh ini, Lita tidak begitu mengamati karyawan laki-lakinya. Karena andai Lucas benar-benar genit, tentu bisa membahayakan karyawatinya. Bagaimana jika Lucas sampai membuat pegawai restoran terlibat cinta segi banyak?
“Hari ini aku pakai pakaian apa?” tanya Arkana ketika akhirnya pemuda itu bangun.
“Kamu enggak pilih sendiri?” sergah Lita yang tengah menyisir kepala Mahesa.
“Sudah punya istri, tentu lebih baik dirunding, sepele tapi kesannya jauh lebih menghargai.” Arkana yang masih kerap menguap, berangsur turun dari tempat tidur. Mereka memang masih ada di hotel karena masih sama-sama bingung mau pulang ke mana. Namun hari ini, mereka akan menyempatkan waktu untuk mengecek beberapa rumah yang akan mereka beli sekaligus tempati.
Lita sudah rapi begitupun dengan Mahesa. Lita memakai rok span sepaha warna hitam dipadukan dengan blus lengan pendek warna putih. Penampilan andalan Lita jika akan ke restoran. Tinggal memakai jas atau kardigan. Arkana sudah hafal.
“Kenapa? Kamu keberatan kalau aku masih pakai rok pendek?” tanya Lita sambil membuka lemari pakaian milik Arkana, setelah sebelumnya ia malah salah buka laci dan itu berisi koleksi lingire untuknya.
“Enggak apa-apa. Aku malah berterima kasih kalau kamu enggak pakai apa pun, tapi dengan catatan, itu hanya di depan aku!” tegas Arkana.
Lita langsung cemberut sambil mengeluarkan kemeja slim fit lengan panjang warna abu-abu milik Arkana yang masih ada di hanger.
Ploook! Arkana menepuk gemas p****t istrinya yang detik itu juga langsung menghela napas sekaligus terpejam. Singa cantiknya nyaris mengamuk andai di sana tidak ada Mahesa.
“Turunin dikit roknya,” pinta Arkana.
Lita langsung memelotot syok menatap Arkana.
“Kalau enggak pakai celana aku saja biar lebih tertutup!”
“Enggak sekalian pakai kafan saja, biar lebih luwes?!” Lita jengkel tapi Arkana malah menertawakannya.
“Ini pakai. Cuci muka dulu,” ucap Lita yang menyerahkan satu paket pakaian yang harus Arkana pakai.
“Besok roknya diturunin beneran,” pinta Arkana yang masih berdiri di depan lemari sekalipun Lita sudah pergi dari sana. Lita duduk di depan meja rias dan bersiap mengikal gantung rambut panjangnya, menghasilkan kecantikan sempurna dan akan makin membuat seorang Arkana mabuk kepayang.
“Iya, sudah sana ganti. Kita siap-siap buat sarapan. Satu lagi, enggak ada surat kabar lebih-lebih gawai, di setiap kita sarapan atau quality time biar lebih fokus.” Lita masih fokus mengikal gantung rambutnya dan langsung mendapat persetujuan gumaman dari Arkana. Suaminya itu melangkah lemas, dan Lita pikir masih karena perkara roknya.
“Kana seposesif ini? Masa iya gara-gara Lucas juga?” lirihnya.
***
Lucas Aleziano Tan, pria berusia dua puluh sembilan tahun yang kerap dipanggil Lucas dan memiliki ketampanan di atas rata-rata. Lucas merupakan teman baik Fean dan bekerja sebagai koki utama di restoran Mahesa yang dikelola oleh Lita. Diam-diam, ia memendam rasa kepada Lita, tanpa peduli sekalipun wanita itu sudah menikah dengan Arkana. Lucas merupakan seorang play boy yang selalu bersikap romantis, dan juga sering tebar pesona. Selain itu, Lucas juga hobi ke club malam untuk bersenang-senang.
Fisik : Tinggi 180 senti meter. Memiliki tubuh berotot yang juga dihiasi bulu halus, wajahya blasteran chinese, Indonesia, dan juga Jerman. Rahangnya tegas, rambut bergelombang kecokelatan pendek rapi. Mata agak sipit berbola mata biru, hidung bangir, bibir berisi.
Sifat : Genit, selalu menyikapi segala sesuatunya dengan sangat tenang, humoris, romantis.
Lita tengah mengamatinya sambil mengontrol suasana restoran. Ia melangkah tegas sambil menggandeng Mahesa dikawal juga oleh Xin.
Di dapur restoran, pertemuan itu terjadi. Lucas yang memakai seragam putih khas seorang koki, tak sabar menatap kedatangan Lita dengan senyuman hangat. My hot mom makin cantik saja. Benar, ya ... di mana-mana yang punya orang memang lebih menggoda! Batinnya yang kemudian membungkuk hormat, baik kepada Lita, maupun Mahesa yang turut memakai setelan jas hitam tanpa dasi.
Teruntuk kalian yang belum tahu kisah Lita dan Arkana, kalian bisa baca n****+ : Istri Bar-Barku. Di episode nyaris akhir, kisah Lita dan Arkana sangat menggemaskan, ya.