Percakapan keduanya tidak memakan waktu lama, hanya membutuhkan waktu 30 menit untuk mengobrol ringan hingga gado-gado keduanya habis.
Kira merasa miris. Dia ingin menghabiskan waktu yang banyak dengan Bian tapi percakapan singkat tanpa adanya topik yang berarti membuatnya berpikir betapa canggungnya mereka nanti.
"Sekali lagi makasih ya Ra," ucap Bian sesaat setelah Kira turun dari motornya.
"Sama-sama. Hati-hati ya di jalan."
Sebagai balasan Bian hanya mengangguk dan pergi meninggalkan Kira di depan pagar rumahnya. Kira melangkahkan kaki hendak masuk namun mendadak suara klakson motor yang terdengar lantas menyita perhatian gadis itu.
Di hadapan Kira, Glen membuka helm tersenyum tipis ke arah Kira. "Glen, kenapa kau ada di sini?" tanya Kira bingung. Bukankah mereka telah berbincang tadi.
"Ya, gue mau bertamu saja nggak papa, kan?" Glen balik bertanya.
"Boleh sih, tapi.."
Tidak menunggu Glen masuk ke dalam halaman depan rumah Kira. Dia memarkiran motor layaknya tuan rumah. Kira sendiri mengikuti pemuda itu dari belakang.
"Assalamualaikum!" sapa Glen sembari masuk. Dia menemukan Ibu Kira tengah mengganti acara tv sambil melipat pakaian.
"Waalaikumsalam, eh nak Glen silakan masuk." Ibu membalas dengan senyum ramah. "Pasti kerja kelompok lagi, kan? Biar ibu siapin minumnya ya, nak Glen mau minum apa?"
"Nggak usah repot bu, saya ke sini nggak bakal lama soalnya ada urusan juga,"
"Aduh nak ini, nggak baik kalau tamu datang nggak disuguhi apa-apa. Kira temani temanmu dulu ya, biar Ibu buatin sirup jeruk."
Selepas ibunya pergi ke dapur. Kira menatap bosan ke arah Glen. "Kamu kenapa? Katanya mau pulang, main futsal aku juga menolak ajakanmu." Ada banyak pertanyaan dalam benak Kira kepada Glen terutama saat mendengar gosip yang diberitahukan oleh Anggi.
Begitu banyak misteri yang disimpan oleh Glen. Entah buruk atau baik, Kira tidak tahu tapi patut dicurigai dengan kedatangannya tiba-tiba di rumah Kira.
"Iya maaf, harusnya gue bilang sama lo." Glen kemudian duduk di sofa ruang tamu. Kira sendiri ikut duduk, ia mencoba mendengarkan cerita teman barunya itu. "Dari tadi gue ngeliat lo pergi bareng Bian, gue rasa nggak adil. Lo nolak gue eh malah terima ajakan Bian makanya gue nungguin lo pulang tapi lama banget. Emang kemana sih lo?"
Dahi Kira mengkerut. "Ngapain kamu nungguin aku? Kan bisa kamu chat atau nelpon," gerutu Kira kesal. "Lalu kenapa juga nanya aku pergi ke mana? Kan itu urusanku, kamu cemburu?"
"Iya, gue cemburu," sergah Glen cepat.
"Apa?" Kira tidak salah dengar kan? Ucapan Glen pasti hanya candaan.
"Nah sirupnya sudah jadi, silakan dinikmati ya nak Glen." Ibu Kira membawa segelas sirup bersama dengan cemilan kacang.
"Makasih ya bu." Glen segera meminum es jeruk di gelas miliknya sampai habis tak bersisa, tak lupa dia mengambil cemilan kacang untuk dimakannya dalam perjalanan pulang.
"Bu saya pamit pulang ya, makasih cemilan dan minumannya urusan saya juga sudah selesai sama Kira," kata Glen pamit.
"Datang lagi ke sini ya jangan sungkan-sungkan." Glen mengangguk sebagai balasan dan tanpa melihat Kira, dia pergi begitu saja.
Kira masih mematung mencerna setiap ucapan Glen. Glen cemburu? Sama dia dan Bian? Makin banyak lagi pertanyaan yang berada di dalam benak Kira bahkan rasanya kepala mau meledak.
Suara deru mesin motor membuyarkan lamunan Kira. Buru-buru dia berjalan menghampiri Glen, menghentikan pemuda itu untuk pergi.
"Maksudnya apa? Kamu cemburu sama Bian? Jangan bercanda." Kira berusaha meyakinkan ucapan Glen hanyalah iseng saja.
"Nggaklah, gue emang cemburu," sahut Glen cepat.
"Kamu cemburu karena ngerasa kehilangan teman gitu?" tanya Kira memastikan.
"Bukan!"
"Terus kenapa?"
"Gue suka sama lo!" ungkap Glen serius.
Kira kehilangan kata-kata. "Aku nggak salah dengar, kan? Kamu suka sama aku.." Suasana sejenak merenggang. Kira makin dibuat bingung sedang Glen tampak lega.
"Sejak kapan?"
"Kemarin," balas Glen singkat.
"Glen, kita baru kenalan kemarin masa kamu semudah itu suka sama aku," sahut Kira tidak yakin.
"Apa emang perlu alasan gitu buat suka sama seseorang?" timpal Glen bertanya balik.
"Iya, harus ada alasannya." Kira bersikukuh. Dia berusaha terus menatap mata Glen. Berharap bahwa perasaan Glen hanyalah kebohongan tapi tidak ada. Glen jujur soal perasaannya.
"Percuma, pasti lo bakal nolak." Glen mendadak pesimis. "Nggak ada untungnya kalau gue bilang alasannya karena lo suka sama orang lain." Sorot mata Glen sedikit sendu.
"Maksud kamu apa?" Kira tidak mengerti.
"Lo suka sama Bian, kan? Sejak kita ketemu di kantin, gue sadar kok kalau lo suka sama dia makanya gue bilang soal perasaan gue." Glen membuang napas kasar. "Nggak papa kok, gue ngerti. Gue harap hubungan kita nggak berubah. Gue pamit ya,"