Saling Menggoda

978 Words
"Jangan galak nanti jadi perawan tua," canda Ibu Kira. Gadis itu lantas berdesis kesal. "Ibu yang mulai duluan." Pintu rumah dibuka oleh Kira. Dia langsung menuju dapur untuk meletakkan tas yang ia bawa sementara Glen dan Ibunya mengobrol. "Nak Glen, cuci tangan dulu jangan lupa pakai celemek takutnya baju olahragamu kotor." "Baik bu," jawab Glen singkat. Ketika Ibunya baru masuk dapur Kira berjalan keluar. Tampangnya terlihat kesal begitu juga dengan sikap Kira, dia langsung melengos pergi. "Nggak mau bantu Ibu juga Ra?" tanya sang Ibu. "Lagi malas bu." Kira menyahut singkat. Dia juga melewati Glen tanpa bersuara. "Maaf ya nak, Kira emang suka gitu kalau kesal. Biar dia tenang dulu." Glen tersenyum tipis. "Nggak papa bu, saya ngerti tapi emang salah ibu sih kayanya ibu suka banget jahilin Kira." Ibu Kira tertawa kecil. "Mau bagaimana lagi, Kira itu lucu banget kalau lagi kesal makanya ibu sering godain dia apalagi kalau soal cowok. Akhir-akhir ini Kira jadi aneh, dia kayanya suka deh sama seseorang." Glen sontak berhenti dari pekerjaannya memotong bawang. Dia lalu memusatkan perhatian pada Ibu Kira. "Nak Glen, kamu'kan teman sekelasnya Kira. Tahu nggak dia deket sama siapa?" tanya Ibu Kira penasaran. "Nggak bu, Kira nggak pernah bilang dia dekat sama siapa kecuali sama Anggi." Glen menjawab lugas tanpa berpikir sekali pun. "Oh benarkah? Kalau begitu berarti nak Glen dong yang disukai Kira soalnya cuma kamu cowok temannya Kira." "Ah nggak bu, saya cuma teman saja. Kenalannya pun lusa kemarin masa iya dia suka sama saya." Glen menjawab sekali lagi dengan senyum hambar. "Padahal lebih baik kalau kamu cowok itu." Ibu Kira kemudian mendekat, berbisik di telinga Glen. "Ibu dukung kamu loh kalau kamu suka sama anak Ibu." Wajah Glen merona, dia mengulum senyuman puas tak mau jika Ibu Kira tahu kalau sekarang ia sangat senang. Di sisi lain Kira sibuk memainkan ponsel di kamarnya sendiri. Mengingat Glen datang dan menunggunya di pagar rumah membuat darah Kira berdesir hebat. Dasar pemuda bodoh. Bagaimana bisa dia meninggalkan jam sekolah hanya untuk Kira? Apakah Glen se-khawatir itu sampai-sampai rela datang ke rumahnya? Kira menjadi gelisah sendiri. Untuk pertama kali dalam hidupnya, ada seorang cowok yang cemas kepada Kira. Tindakan Glen sangat tidak baik untuknya. Dadanya bergemuruh setiap kali mengingat Glen. Kalau bukan karena ibu yang selalu menggodanya pasti Kira salah tingkah. Dia harus berterima kasih kepada Ibunya kalau Glen sudah pulang. Tak lupa minta maaf karena udah bersikap kasar. Harum masakan tercium melalui indera penciuman Kira. Dari aromanya saja sudah enak, Kira mendadak keroncongan. Ia sebenarnya ingin ke dapur tapi ada Glen. Tapi dari pada Kira dikira mengabaikan Glen, lebih baik dia ke dapur. Kira lekas meletakan ponsel tak peduli ada notifikasi dari Anggi yang banyak. Perlahan tapi pasti Kira muncul dari pintu dapur, mendapati ibu memuji Glen. "Eh Kira, sini." Ibu memanggil Kira dengan menggerakan tangan untuk mendekati mereka. "Cobain masakan ayam kecapnya, enak banget berkat Glen, telaten sekali masaknya." Suara alarm dari oven terdengar, ibu Kira buru-buru mengambil makanan tersebut sementara Glen dan Kira ditinggalkan berdua. "Senang banget ya pastinya, calon menantu idaman." Kira menggoda Glen seraya tersenyum usil. "Kalau anak gadisnya mau jadi calon istri bakalan gampang deh jadi mantu." Glen membalas. Sengaja dia menaik turunkan kedua alisnya saat menatap Kira bangga akan dirinya sendiri. "Mau coba?" Kira mengangguk. Glen lalu mengambil sendok makan. Diambilnya sepotong daging ayam dan disodorkan di depan Kira. Kira sendiri tidak malu dengan membuka mulut untuk memakan sepotong daging tersebut dari sendok yang disodorkan oleh Glen. "Enak nggak?" "Banget, bumbunya terasa sekali." Kira membalas sambil mengancungi jempol. "Omong-omong udah lama ya suka masak?" "Udah lama semenjak lima tahun yang lalu. Sejak mama bekerja jadi dua adik gue dititip sama gue," sahut Glen tenang. "Emang ayahmu ke mana?" tanya Kira enteng. Glen menghentikan kegiatannya, senyum pun menghilang ketika dia menatap Kira. "Dia udah lama pergi dari rumah," Kira sontak berhenti mengunyah. Tatapannya menjadi nanar. "Maaf, aku nggak tahu..." "Nggak papa, gue ngerti kok. Dia sudah lama pergi jadi tidak ada sakit hati." Glen menghembuskan napas kasar dan mencoba untuk tersenyum. "Semua makanan sudah siap, ayo Kira bantu Ibu siapin meja makan." Kira tidak membantah dan mengambil alat makan di mesin pencuci piring. Perasaan bersalah menyelimuti Kira. Kendati Glen mengatakan tidak apa-apa tetap saja Kira merasa kurang enak. Bahkan saat makan pun Kira merasa hambar tapi ia tetap mencoba menelan semua makanan yang ada di piringnya. "Aku minta maaf ya Glen," ucap Kira saat mereka berdua mengerjakan cuci piring bersama. "Kan gue udah bilang nggak papa, jangan merasa bersalah. Lo juga nggak tahu soal keluarga gue. Oh iya, Kapan-kapan datang ya ke rumah, biar gue kenalin sama saudara dan ibu gue." Kira tidak membalas. Bibirnya cemberut namun hatinya merasa tenang. "Soal lo nggak hadir hari ini.." Glen bersuara lagi. Tanpa menatap Kira dia melanjutkan ucapannya. "Itu karena gue, kan?" Kira membulatkan mata. Dia tetap terus mengelap piring-piring yang basah tanpa berniat menoleh ke arah Glen. "Gue tahu kok, nggak perlu beri penjelasan. Gue juga nggak marah, kalau lo nggak mau deket sama gue nggak papa juga asal gue bisa jadi temen lo. Kalau presentasi bahasa Indonesia selesai, gue janji bakal jaga jarak dan nggak akan datang ke rumah kalau lo nggak mau." "Jangan gitu Glen, kamu bisa datang ke sini kapan saja, bahkan aku suka kok kalau kita bicara santai begini." Kira membalas penuh rasa bersalah. "Kamu bakal tetap jadi teman aku, maafin ya kalau kelakuanku bikin kamu tersinggung." "Gue maafin lo kok tapi gue nggak bisa janji," kata Glen sengaja dia berhenti agar Kira bertanya. "Janji apa?" "Janji kalau gue nggak bisa nahan perasaan gue." Kira merasa wajahnya memanas. Mau menoleh tapi Kira salah tingkah karena Glen memandanginya. Keduanya terbawa perasaan sehingga tak tahu kalau terdengar seseorang berbicara dengan Ibu Kira. "Kirana." Itu adalah suara Anggi yang memanggil. Dia bersama Bian mengunjungi rumahnya Kira. Mereka berpikir bahwa Kira sedang sakit tapi yang ditemukan mereka adalah Kira dan Glen sedang mencuci piring berdua.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD