BAB 8

2062 Words
Operasi penyelamatan kami, aku dan Chloe, untuk membawa pulang Eric dan Amanda, dua sahabat kami, telah memaksa kami untuk pergi menembus hutan dengan menunggangi kuda. Lokasi yang kami tuju sekarang adalah Kota Madrid. Aku tahu itu sangat jauh dan akan memakan banyak waktu, tapi mau bagaimana lagi, jika kami tidak melakukannya, maka kami akan kehilangan Eric dan Amanda untuk selama-lamanya dan itu tentu saja tidak boleh terjadi. Lantas, apa penyebab tujuan kami Kota Madrid kali ini? Menurut Chloe, semua orang yang kabur dari gedung di desa El Garaggo pasti akan menuju ke kota Madrid karena disanalah satu-satunya tempat yang mungkin aman untuk orang-orang seperti mereka. Aku tahu perburuan penyihir telah menyebar di mana-mana, di seluruh wilayah kerajaan, termasuk Kota Madrid. Hanya saja, tidak seperti tempat-tempat lainnya, orang-orang yang hidup di Madrid jauh berbeda dengan orang-orang yang hidup di desa atau kota lain, karena kota itu memiliki hukum privasi yang sangat kuat sehingga tidak ada yang akan menuduhmu penyihir secara sembarangan karena itu akan melanggar hukum tersebut. Semua orang di Madrid menjunjung tinggi hukum privasi sehingga menciptakan budaya baru yang sangat asing bagi orang-orang yang hidup di wilayah selain Madrid. Itulah mengapa semua orang yang merasa menjadi korban atas tuduhan semata pasti menganggap Madrid adalah surga. Sebaliknya, orang-orang yang gemar dan hobi menuduh orang lain untuk kesenangannya melihat orang lain menderita, akan menganggap Madrid sebagai neraka. Setidaknya, itulah yang dijelaskan oleh Chloe mengenai kota Madrid. Aku sering bepergian ke Kota Madrid dengan keluargaku dan itu memang sangat indah dan modern, sangat jauh berbeda dengan kota-kota lainnya di kerajaan. Rasanya seperti berada di dunia lain saat aku mengunjungi kota Madrid. Aku sangat senang saat Chloe menjelaskan hal itu padaku, karena akhirnya kami punya petunjuk baru soal keberadaan dua sahabat kami. “Tapi Chloe, bagaimana mereka bisa sampai di sana? Mungkin butuh waktu berhari-hari untuk mereka sampai di Madrid karena mereka pasti jalan kaki.” “Kau bodoh, ya?” ucap Chloe yang sedang duduk di depanku, sama-sama menunggangi kudaku, seperti sebelumnya. “Jalan kaki dari El Garaggo ke Madrid itu bunuh diri karena jaraknya sangat jauh, tentu saja mereka pasti menggunakan kendaraan untuk ke sana, aku tidak tahu pasti, tapi aku yakin mereka bekerja sama, persis seperti kita untuk menggapai kebebasan.” Ah, Chloe ada benarnya, pasti semua orang yang telah menjadi korban tuduhan tak berdasar dari warga desa akan bekerja sama untuk mendapatkan kebebasan yang total. Tentunya karena jumlah mereka banyak, pasti ada salah satu dari mereka yang memiliki kendaraan atau setidaknya punya otak yang cerdas untuk membuat kendaraan dengan mendadak. Karena aku sebelumnya menghabiskan banyak waktu di rumah Chloe, aku yakin Eric dan Amanda sudah setengah perjalanan menuju Madrid dibanding kami yang baru saja pergi. Entahlah, aku tidak tahu kebenarannya tapi perasaanku mengatakan sahabat kami memang sudah dalam perjalanan menuju kota surga tersebut. Setelah bertemu dengan Chloe, aku mendapatkan banyak sekali pelajaran hidup yang sangat penting sehingga aku tidak lagi mudah panik soal apa yang akan terjadi pada Eric di mana dia berada. Chloe punya kecerdasan emosi yang sangat baik, berbeda denganku yang sangat payah dalam mengatur emosiku sendiri. Aku mudah sekali menangis, marah, atau apapun itu. Dari dulu aku memang sering sekali kena marah oleh orang tuaku karena mudah terbawa perasaan pada hal-hal yang sepele dan tidak terlalu penting, contohnya seperti aku menangis menjerit-jerit hanya karena tanamanku mati karena lupa disiram selama beberapa hari. Selain itu, aku dan Chloe itu seperti air dan minyak, kami berdua sangat bertolak belakang, dari segala sisi tentunya. Namun, meskipun kami punya perbedaan yang sangat mencolok dari berbagai hal, tapi itu tidak menghalangi kami untuk saling memahami, mengerti, dan bekerja sama untuk menggapai tujuan. Karena kebetulan, sesuatu yang kami cari adalah hal yang sama. Sama-sama mencari sahabat yang hilang. Saat pertama kali aku bertemu dengan Chloe, aku memang merasakan aura kesedihan yang sama sepertiku, seperti aku tahu gadis yang sedang kuajak bicara ini sedang merasa kehilangan atas sesuatu, tapi aku tidak menyadari kalau ternyata dia sedang kehilangan sahabat dekatnya, sama persis sepertiku. Hanya karena alasan itulah, yang membuat kami jadi bersatu, mengalahkan segala halang-rintang, untuk menemui sahabat kami yang telah lama hilang. Meskipun pada awalnya aku dan Chloe terlibat pertengkaran kecil yang cukup mematikan, hanya karena latar belakang keluarga yang sangat jauh berbeda dan juga dendam kecil di hati perempuan itu terhadap eksistensi bangsawan. Itu tetap tidak membuat kami saling bermusuhan dan memisahkan diri satu-sama lain, meskipun itu nyaris saja terjadi sebelum akhirnya Chloe mengalahkan perasaan dendamnya yang tidak berdasar padaku yang hanya karena aku adalah seorang bangsawan kerajaan. Chloe memiliki rambut pirang yang kusam, rambutnya juga pendek, dan dia memiliki warna mata cokelat yang gelap. Jika dia bersikap lebih feminin, mungkin Chloe akan menjadi seorang perempuan paling cantik yang kutemui dalam hidupku, tapi sayangnya sifatnya cukup maskulin dan angkuh. Tapi itu bukanlah sebuah kekurangan karena menurutku itu adalah kelebihan yang sangat luar biasa. “Berapa lama kita bisa sampai ke Madrid?” tanyaku, memecah keheningan karena dari tadi Chloe tampak begitu fokus ke jalan, membuatku jadi mengantuk karena tidak ada pembicaraan sama sekali. “Sekitar 3 hari, tapi akan kuusahakan agar 1 hari saja karena itulah jangan banyak bertanya karena aku sedang fokus!” Aku hanya menghela napas saat Chloe berkata demikian dengan nada yang cukup tinggi, seperti biasa, dia sedang mengaktifkan mode tidak boleh diganggu, dan itu adalah mode yang paling kubenci dari Chloe. Sejujurnya aku sangat senang karena Chloe mau mengusahakan akan kami bisa sampai di Madrid hanya 1 hari saja, tapi harga yang harus dibayar cukup tinggi karena aku tidak dilarang untuk berbicara dengannya dalam perjalanan dan itu akan menjadi waktu yang sangat membosankan. Untuk itulah, aku berpikir mungkin aku hanya harus menghibur diriku sendiri dengan mencoba untuk memikirkan sesuatu yang menyenangkan atau mengenang momen-momen indah dalam hidupku sehingga meskipun aku tidak berbicara dengan orang lain, aku tetap tidak mati kebosanan karena pikiranku bisa pergi ke mana saja dengan bebas tanpa harus cemas dibentak oleh seseorang. Namun, bukannya aku mencari hal-hal yang membuat diriku senang, pikiranku malah memutar momen-momen kebersamaanku dengan Eric sehingga kesedihanku yang telah lama kukubur, kembali ke permukaan dan membuat air mataku jadi menetes-netes dari kelopak mataku. Rasa sesaknya kembali datang dan itu sangat menyakitkan karena aku tidak mau merasakan perasaan itu lagi, yang aku butuhkan sekarang hanyalah ketenangan tapi aku tidak bisa mendapatkannya jika pikiranku masih saja menampilkan momen-momenku dengan Eric. Sial, aku masih belum bisa mengendalikan kepalaku sendiri. Berusaha untuk mengubah arus, aku langsung sekuat tenaga mencoba untuk memikirkan hal-hal yang membahagiakan agar bisa mengusir kenangan-kenangan bersama Eric yang membuatku jadi sedih dan menangis. Awalnya itu sangat sulit, karena berapa kalipun aku mencoba, rasanya seperti sia-sia saja karena hal-hal yang membuatku sedih terus bermunculan di kepalaku. Namun, lambat laun itu membaik dan membaik. Akhirnya aku menemukan kenangan yang bahkan tidak ada hubungannya dengan Eric. Itu adalah kenangan di mana pertama kalinya aku memiliki hewan peliharaan, yaitu kelinci putih yang mungil dan gemuk. Bibirku jadi membentuk sebuah senyuman tipis saat kenangan itu mulai muncul kembali setelah lama menghilang terlupakan. Aku senang karena akhirnya setelah sekian lama, aku bisa mengingatnya lagi. Kelinci adalah hewan yang paling kusukai, dan orang tuaku memberikan seekor kelinci padaku sebagai hadiah ulang tahunku yang ke sepuluh tahun. Itu adalah masa-masa paling membahagiakan, untuk ukuran anak-anak seumuran itu. Memiliki hewan peliharaan yang imut adalah sebuah keistimewaan dan itu membuatku jadi lebih diperhatikan oleh anak-anak bangsawan lain, karena mereka tertarik ingin menyentuh dan mengusap-usap kelinciku. Menurutku itu adalah kenangan yang juga membuatku tenang, karena saat aku mengingat sensasi saat tanganku mengusap-usap tubuh mungil kelinci yang dipenuhi dengan bulu yang sangat lembut, itu membuat hatiku merasa sangat damai dan aman. Itu juga telah menjadi obat agar anak cengeng sepertiku tidak lagi mudah menangis, karena saat aku memiliki kelinci peliharaan, itu membuatku terpaksa bersikap seperti orang tuanya dan itulah mengapa aku jadi tidak mudah menangis lagi karena aku disibukkan mengurus hewan peliharaanku yang imut. Aku tertawa kecil, itu benar-benar lucu, dan sekarang aku tidak tahu kemana perginya kelinci yang paling kusayangi itu. Entah dia sudah mati, atau pergi, atau diadopsi oleh bangsawan lain, aku benar-benar lupa saat-saat perpisahan terakhir dengan kelinciku. Tapi yang jelas kenangan indah bersamanya tidak pernah kulupakan sampai kapanpun, meskipun mungkin aku jarang mengenangnya, tapi kenangan itu selalu ada di ingatanku. Napasku sekarang jadi lebih tenang dari biasanya dan aku tidak lagi merasa sesak dan sakit saat terakhir kali memikirkan soal Eric. Aku tidak tahu kenapa, tapi jika aku masih mengulangi hal yang sama, seperti hanya sekedar mengenang momen-momen kebersamaan dengan Eric, itu membuatku jadi sangat sedih dan memicu air mata keluar dari mataku. Sepertinya emosiku masih belum berubah dari masa anak-anak. Aku masih sama seperti anak cengeng yang dulu. “Jonas! Bisakah kau mundur sedikit!? Bokongmu memakan banyak tempat, bodoh!” Mendadak Chloe berseru-seru karena badanku jadi semakin maju ke punggungnya dan itu membuat tubuhnya jadi semakin bergeser ke leher kuda dan itu pasti sangat membuatnya sesak dan risih. “Oke, oke, maaf, aku tidak sadar.” Jawabku sambil memundurkan badanku agar tidak lagi berhimpitan dengan Chloe. Itu sangat memalukan, aku tidak ingin Chloe merasa terganggu dengan kehadiranku, apalagi dia saat ini sedang sangat serius dan fokus agar kami bisa sampai ke Madrid hanya dalam waktu 1 hari. Itu sangat mengesankan, ambisinya sangat mengagumkan, tapi aku sebenarnya tidak ingin membuatnya merasa terpaksa karena mau bagaimanapun, dia juga butuh istirahat. “Hey, Chloe, jika kau lelah dan ingin istirahat, kita bisa mencari tempat untuk beristirahat. Jangan paksakan dirimu terlalu jauh, kau juga pasti membutuhkan istirahat.” “Bodoh!” Chloe langsung membentakku seperti biasanya. “Jika aku melakukannya, maka kita akan sampai di Madrid jauh lebih lama! Sudah kubilang, jangan menggangguku! Aku sedang fokus! Aku tidak butuh istirahat karena aku tidak begitu kelelahan sekarang! Tapi jika aku menginginkannya, aku pasti akan segera melakukannya tanpa harus memberitahumu, jadi diamlah dan duduklah dengan manis di belakangku, bodoh!” Meskipun aku sudah hafal pada sifatnya, tapi aku masih belum terbiasa diperlakukan sekasar ini oleh orang lain. Seperti yang kalian tahu, aku tumbuh di lingkungan bangsawan kerajaan yang sangat terhormat dan bermartabat. Kami selalu mematuhi aturan kesopanan dan berbicara kasar adalah hal yang tabu di lingkungan bangsawan. Kalaupun marah, kami selalu melakukannya dengan kata-kata yang tajam tapi terkesan lembut, tidak ada seorang pun yang berani berteriak-teriak kencang atau membentak orang lain dengan melotot. Namun, bukan berarti para bangsawan jarang melakukannya, tentu saja kami juga manusia, kami sering melakukan hal itu, tapi tidak di kalangan sesama bangsawan, kami akan marah atau membentak hanya pada pelayan atau prajurit istana. Tidak lebih dari itu. Kami juga dilarang bersikap kasar dan semena-mena pada rakyat jelata, itu artinya kami diperbolehkan melakukan hal-hal itu hanya pada para pelayan dan prajurit saja. Itupun tidak boleh terlalu berlebihan, karena jika melakukannya secara berlebihan, kami akan menerima hukuman yang berat dari kerajaan dan itu akan membuatmu dijauhi oleh banyak orang dari kalangan sesama bangsawan karena kau sudah menjadi aib bagi kalangan mereka. Siapapun yang pernah dihukum oleh kerajaan, mereka sudah pasti tidak akan lagi hidup seperti sebelumnya. Karena meskipun mereka sudah dibebaskan dari masa hukumannya, mereka tetap akan diperlakukan secara berbeda oleh sesama bangsawan, seperti tidak dianggap, diabaikan, ditertawakan, atau bahkan dilempari sapaan yang ramah tapi menusuk setiap saat. Aku sebenarnya masih tidak begitu mengerti dengan cara kerja hidup sebagai bangsawan, maksudku aturan hidup mereka lebih rumit dari yang kukira. Aku bahkan tidak diperbolehkan sembarangan berinteraksi dengan orang lain karena itu bisa menyebabkan konflik dengan bangsawan lain. Pokoknya hidup sebagai seorang bangsawan itu tidak bebas dan sangat menyiksa. Rasanya seperti kami semua itu boneka yang dipermainkan oleh raja dan penguasa-penguasa lainnya yang selalu mempermainkan kami di belakang layar. Namun, betapa menyiksanya hidup sebagai bangsawan, tidak dibandingkan dengan penderitaan mereka yang harus hidup kelaparan karena terlahir menjadi rakyat jelata. Sangat tidak dibandingkan, karena mau betapa sulitnya pun hidup sebagai bangsawan, kami tetap lebih beruntung dari mereka, dan itulah yang membuatku jadi sangat berempati terhadap kalangan rakyat biasa. Menurutku, mereka adalah kumpulan jiwa-jiwa yang sangat kuat, pemberani, dan tangguh. Tidak banyak orang yang mampu bertahan hidup di kehidupan yang sangat sulit seperti itu. Aku yakin, banyak sekali orang yang mengakhiri hidupnya sendiri hanya karena terlahir terlalu miskin, itu sangat miris dan aku selalu merasa bersalah jika memikirkan hal tersebut. Aku tidak bisa membayangkan betapa malangnya hidup mereka, tapi aku juga tidak boleh menganggap semua orang dari kalangan rakyat biasa semuanya seperti itu, karena Chloe tidak seperti itu. Dia adalah salah satu jiwa yang sangat tangguh, yang berhasil bertahan hidup di kehidupan yang kejam seperti ini, dan aku sangat mengaguminya. Sungguh.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD