10 menit telah berlalu sejak Jonathan duduk santai di sofa, menunggu kedatangan Raline yang mungkin masih bersiap-siap.
Jonathan baru saja akan meraih ponselnya untuk menghubungi Raline ketika mendengar suara langkah kaki mendekat. Jonathan menoleh ke belakang, untuk melihat siapa yang datang. Jonathan tahu yang datang bukan Raline, karena suara ketukan langkahnya berbeda. Jika yang datang Raline, pasti akan terdengar dari suara ketukan healsnya. "Mba Mirna, sini sebentar."
Mirna lantas menghampiri sang majikan. "Ada apa, Tuan?"
"Tolong panggilkan Raline, dan minta dia untuk segera turun." Jonathan akan pergi meninggalkan Raline jika dalam kurun waktu 5 menit lagi Raline belum juga muncul.
"Baik, Tuan. Kalau begitu saya permisi." Mirna lantas pergi menuju kamar Raline, sementara Jonathan memutuskan untuk mengirim pesan pada Melinda. Sebenarnya Jonathan ingin menghubungi Melinda, tapi Jonathan takut kalau ada orang yang mendengar pembicaraannya dan Melinda. Jadi Jonathan mengambil cara aman, yaitu dengan hanya mengirim pesan.
Tak lama kemudian, Melinda membalas pesan Jonathan, tapi yang Melinda kirimkan adalah sebuah foto.
Jonathan bertanya, apa yang sedang Melinda lakukan, jadi Melinda memberi tahu Jonathan apa yang saat ini sedang dilakukannya.
"s**t!" Umpat Jonathan sambil mengusap kasar wajahnya.
Melinda mengirim foto selfie dirinya yang sedang berendam di dalam bathtub.
Sebenarnya foto yang Melinda kirimkan tidak vulgar, karena seluruh tubuh Melinda, kecuali tangan dan wajah, tertutupi oleh busa, tapi tetap saja, bagi Jonathan, Melinda terlihat sangat seksi, apalagi ketika melihat ekspresi wajah Melinda yang menurutnya sangat menggoda.
Mirna baru saja akan mengetuk pintu kamar Raline, ketika pintu bercat hitam di hadapan terbuka lebar. Mirna terkejut, begitu juga dengan Raline.
"Ada apa, Mba?" Raline menatap bingung Mirna.
"Saya diminta Tuan untuk memanggil Nyonya," jawab Mirna.
Senyum di wajah Raline merekah. "Tolong rapikan kamar saya ya, Mba."
"Baik, Nyonya," sahut Mirna sambil mengangguk.
Tanpa mengucap terima kasih, Raline pergi menemui Jonathan, sedangkan Mirna memasuki kamar Raline, mulai merapikan kamar sang majikan yang sangat berantakan.
"Mas!" Raline memanggil Jonathan begitu jaraknya dengan sang suami sudah dekat.
Tanpa menoleh ke arah Raline, Jonathan berdiri dari duduknya, lalu melangkah keluar.
Raline mendengus, luar biasa kesal karena Jonathan pergi meninggalkannya.
"Tapi enggak apa-apa, sekarang Mas Jonathan memang bisa acuh sama aku, tapi nanti, begitu sampai di tempat acara, Mas Jonathan enggak bisa acuh lagi sama aku," gumam Raline sambil tersenyum sinis.
Raline bergegas pergi menyusul Jonathan.
Jonathan dan Raline akhirnya tiba di hotel tempat di mana acara yang diadakan oleh orang tua Raline berlangsung.
Jonathan keluar terlebih dahulu dari mobil, tak lama kemudian, barulah Raline. Raline menggandeng mesra tangan kanan Jonathan, dan Jonathan sama sekali tidak menolak.
Pura-pura tampil mesra di depan keluarga besar Raline dan para tamu undangan memang harus dilakukan supaya tidak ada satupun orang yang menaruh curiga pada rumah tangganya juga Raline, itulah alasan kenapa Jonathan tidak menolak ketika Raline menggandengnya, bahkan kini Jonathan ikut tersenyum.
"Akhirnya setelah sekian lama, aku bisa kembali menggandeng mesra Mas Jonathan," ucap Raline dalam hati.
Ini bukan hanya kali pertama lagi Raline bisa menggandeng Jonathan, tapi ini juga kali pertama lagi setelah berbulan-bulan, Raline bisa kembali dekat dengan sang suami.
Begitu memasuki tempat acara, Jonathan dan Raline langsung menjadi pusat perhatian dari para tamu udangan yang datang, juga dari anggota keluarga besar Raline yang ikut menghadiri acara tersebut.
Senyum terus menghiasi wajah Raline, lain halnya dengan Jonathan yang hanya tersenyum tipis.
Jonathan dan Raline sempat menyapa beberapa tamu undangan sebelum akhirnya menghampiri Chandra dan Alina yang sedang berbincang dengan rekan-rekannya.
Kedatangan Jonathan dan Raline di sadari oleh Alina.
"Pah, Jonathan dan Raline sudah datang," ucap Alina sambil tersenyum lebar.
Alina luar biasa bahagia ketika melihat kedatangan dari anak serta menantu kesayangannya tersebut, terlebih saat ini keduanya terlihat sekali sangat mesra.
Chandra yang sejak tadi berbincang dengan rekan-rekannya lantas menoleh ke samping kanan, senyum di wajah tuanya merekah begitu melihat kedatangan dari anak juga menantunya yang malam ini terlihat sekali sangat serasi.
Jonathan dan Raline memang memakai pakaian senada.
Jonathan terlebih dahulu menyapa Chandra, lalu di saat yang sama, Raline menyapa Alina. Setelah menyapa Chandra, barulah Jonathan menyapa Alina, dan Raline menyapa Chandra.
Seusai menyapa keduanya, tak lupa, Jonathan dan Raline juga menyapa rekan-rekan dari orang tua Raline.
Jonathan dan Chandra berbincang dengan orang-orang terdekat Chandra, sedangkan Alina membawa Raline untuk duduk di kursi.
Alina menatap ke sekelilingnya, mengawasi situasi di sekitarnya secara seksama.
"Ada apa si, Mah?" tanya Raline dengan raut wajah bingung ketika melihat gelagat aneh dari Alina.
Alina menggeser kursinya mendekati Raline, lalu mendekatkan wajahnya ke telinga kanan Raline. "Ada hal penting yang mau Mamah tanyakan sama kamu, Sayang."
"Hal penting? Hal penting apa, Mah?" tanya Raline penasaran.
"Sayang, apa kamu sudah hamil?" bisik Alina sesaat setelah mengawasi suasana di sekitarnya.
Raline yang baru saja meminum wine sontak tersedak.
Tersedaknya Raline menarik perhatian dari beberapa orang yang saat ini ada di sekitar mereka, pandangan mereka pun tertuju pada Alina dan Raline.
"Astaga, Sayang, kalau minum itu pelan-pelan dong," ucap panik Alina sambil mengusap punggung Raline menggunakan tangan kanannya. Alina meringis ketika melihat betapa memerahnya wajah Raline, menandakan kalau saat ini, Raline sangat kesakitan. "Sakit banget ya, Sayang?"
Raline yang masih batuk-batuk tidak bisa menjawab pertanyaan Alina, dan sibuk meredakan rasa sakit yang saat ini ia rasakan di tenggorokannya.
Alina memberi Raline segelas air mineral, tapi Raline menolak untuk meminumnya.
Perasaan Alina berubah menjadi lega ketika kondisi Raline sudah membaik, tidak lagi batuk-batuk atau terlihat kesakitan.
"Mah, apa kita harus membahas tentang masalah anak sekarang juga?" Raline manatap Alina dengan raut wajah masam, lalu menatap ke arah sekelilingnya. "Sekarang banyak orang loh, Mah. Kalau mau membahas tentang masalah anak, sebaliknya kita bahas nanti aja kalau di rumah," lanjutnya dengan fokus yang kembali tertuju pada Alina.
"Maafin Mamah ya Sayang," ucap lirih Alina, merasa bersalah karena sudah membuat Raline tersedak.
"Sampai saat ini Raline belum hamil, Mah." Raline akhirnya menjawab pertanyaan Alina, tentu saja dengan sangat pelan, karena tidak mau jika ucapannya di dengar oleh orang lain yang duduk di sekitarnya.
"Kenapa sampai saat ini kamu belum juga hamil, Sayang?" Tak lama setelah Raline resmi menikah dengan Jonathan, setiap hari, Alina selalu menunggu kabar tentang kehamilan Raline, tapi sampai saat ini, ia tidak kunjung juga mendapatkan kabar baik tersebut.
"Bagaimana mungkin gue bisa hamil kalau Mas Jonathan aja enggak pernah menyentuh gue," keluh Raline dalam hati.
"Raline dan Mas Jonathan masih belum mau memiliki anak, Mah." Raline tidak mungkin mengatakan pada Alina kalau selama ini, dirinya sama sekali belum melakukan hubungan intim dengan sang suami. Jika Alina sampai tahu, Alina pasti akan sangat shock, bahkan mungkin akan jatuh pingsan. Raline sudah bisa membayangkan apa yang akan terjadi pada Alina.
"Kalian tunggu apa lagi sih?" keluh Alina dengan kedua tangan bersedekap. "Kamu kan udah enggak kerja lagi sebagai model, sekarang kamu sudah sepenuhnya menjadi ibu rumah tangga, nah, seharusnya kamu dan Jonathan tidak lagi menunda untuk memiliki anak dong, kecuali kalau kamu juga masih sibuk bekerja sebagai model."
Begitu mendengar ucapan Alina, rasanya Raline ingin sekali berteriak, mengatakan pada Alina kalau sebenarnya ini semua bukan yang ia mau. "Raline juga mau hamil dan punya anak dari Mas Jonathan, Mah!" Teriaknya dalam hati.
Tanpa sadar, Raline malah melamun, mengingat kembali masa-masa ketika dirinya dan Jonathan baru saja menikah.
Dulu ketika awal-awal menikah dengan Jonathan, bukan 1 atau 2 kali Raline mencoba untuk menggoda Jonathan dengan cara berpenampilan seksi di depan Jonathan, tapi semuanya selalu berakhir dengan kegagalan. Jonathan selalu menolaknya, dan penolakan yang Jonathan berikan membuat Raline merasa terhina.
Semenjak saat itulah, Raline tidak pernah lagi mencoba untuk menggoda Jonathan supaya pria yang berstatus sebagai suaminya itu mau berhubungan intim dengannya. Raline merasa sakit hati atas semua penolakan yang Jonathan berikan.
Raline pikir, setelah kejadian tersebut, cepat atau lambat,Jonathan akan meminta hak nya sebagai suami, tapi ternyata tidak, dan itu membuat Raline semakin marah, sekaligus juga penasaran, kenapa Jonathan tidak meminta haknya? Apa dirinya tidak menarik di mata Jonathan? Raline bahkan pernah berpikir kalau Jonathan itu tidak menyukai wanita, atau impoten, tapi Raline segera membuang jauh-jauh pikiran buruknya tersebut, dan terus meyakinkan dirinya sendiri kalau Jonathan adalah pria normal, hanya saja, mungkin Jonathan memang butuh waktu untuk menerima dirinya sebagai istri mengingat mereka menikah karena perjodohan.
"Kamu ingat gak sama anaknya teman Mamah yang namanya Ayu Dwi Puspita Sari?"
"Raline mengingatnya, Mah." Tahun lalu, ketika Ayu menikah, Raline datang ke acara pernikahannya, tentu saja bersama Jonathan dan juga kedua orang tuanya.
"Kamu tahu, Ayu sudah melahirkan sejak 1 minggu yang lalu, padahal kan nikahnya duluan kamu sama Jonathan, tapi sampai sekarang kamu malah belum hamil juga."
Raline hanya diam, enggan menanggapi ucapan Alina yang sedang membandingkan rumah tangganya dengan anak dari temannya, si Ayu.
"Raline, kamu dengar gak sih ucapan Mamah barusan," ucap ketus Alina sambil mengguncang pelan tangan Raline.
Tidak adanya respon dari Raline membuat Alina kesal.
Raline menghela nafas panjang. Raline berbalik menghadap Alina, kemudian menggenggam erat kedua telapak tangan Alina, menggusap punggung tangannya dengan penuh kasih sayang. "Mamah tenang aja, nanti Raline akan membicarakan tentang hal ini sama Mas Jonathan," ucapnya sambil tersenyum lebar.
Raline tidak akan membahas tentang masalah anak dengan Jonathan, tapi Raline sengaja mengatakan kalimat tersebut untuk menenangkan Alina. Raline tidak mau mereka terus menerus membahas tentang dirinya yang belum juga hamil meskipun sudah menikah lebih dari 1 tahun.
"Beneran ya, Sayang," sahut Alina sambil tersenyum lebar.
"Iya, Mah."
"Semoga kamu cepat hamil supaya Mamah bisa segera menimang cucu seperti teman-teman Mamah yang lainnya."
"Aamiin," ucap Raline yang kini juga ikut tersenyum.
"Kamu tahu gak sih, di antara teman-teman Mamah yang lainnya, cuma Mamah yang belum punya cucu. Teman-teman Mamah yang lainnya udah pada punya cucu, bahkan udah ada yang punya 3 cucu," ucap Alina dengan rauat wajah masam.
Alina iri saat melihat teman-temannya sudah memiliki cucu, bahkan ada yang lebih dari 1 cucu, sedangkan dirinya sama sekali belum memiliki cucu.
"Mamah sabar dulu ya, Raline akan berusaha untuk memberikan Mamah cucu, secepatnya." Sekarang Raline mulai berpikir untuk mencoba kembali merayu sang suami, dan Raline tidak akan segan-segan melakukan cara kotor seandainya rencananya kembali gagal.
"Terima kasih, Sayang."
"Sama-sama, Mah." Raline memeluk Alina, Alina pun membalas erat pelukan sang putri.
Tak lama kemudian, orang tua Jonathan, Saka dan Aliya datang. Keduanya terlebih dahulu menghampiri Chandra dan Jonathan, setelah itu, mereka semua menghampiri Alina dan Raline, bergabung bersama keduanya, karena acara yang akan segera dimulai.
Tak terasa, 2 jam sudah berlangsung sejak acara di mulai.
"Ayo kita pulang," ucap Jonathan tanpa melihat Raline yang duduk di sampingnya.
Dengan cepat, Raline menoleh ke arah Jonathan. "Kita mau Pulang sekarang juga?" tanyanya terkejut.
"Kalau kamu mau pulang nanti ya silakan." Jonathan akan tetap pulang, dengan atau tanpa Raline.
"Eh kita pulang sekarang aja," ucap Raline cepat. Raline tidak mau pulang sendiri.
Jonathan berdiri dari duduknya, begitu juga Raline. Pasangan suami istri tersebut terlebih dahulu pada orang tua Raline selaku pemilik acara, setelah itu barulah pamit pada Saka dan Aliya. Tak lama kemudian setelah Jonathan dan Raline pamit pulang, Saka dan Aliya juga pamit pulang.
Begitu memasuki mobil, Jonathan memejamkan matanya, pura-pura tidur. Sedangkan Raline hanya bisa mengeluh dalam hati ketika melihat kelakukan sang suami.
Raline tidak tahu kalau Jonathan hanya pura-pura tidur. Raline memilih untuk membalas pesan-pesan dari sahabat juga teman-temannya.
Pasangan suami istri tersebut sudah sampai di rumah. Raline sudah berada di kamarnya, begitu juga Jonathan.
Jonathan yang baru saja selesai berganti pakaian lantas merebahkan tubuhnya di tempat tidur dengan mata terpejam.
"Melinda." Tanpa sadar, Jonathan bergumam, menyebut nama Melinda dibarengi kedua matanya yang kembali terbuka, dan senyum manis yang menghiasi wajahnya.
Begitu kedua matanya terpejam, bayang-bayang wajah Melinda yang sedang tersenyum, tertawa, dan juga marah langsung memenuhi pikirannya.
Jonathan bergegas menuruni tempat tidur. Tanpa terlebih dahulu mengganti pakaiannya, Jonathan bergegas meraih jaket, tak lupa untuk mengambil kunci mobilnya.
Jonathan tidak akan bisa tidur tenang jika belum bertemu Melinda, jadi Jonathan akan pergi menemui Melinda.
Jonathan tidak akan memberi tahu Melinda jika ia akan datang, karena Melinda pasti akan menolak mentah-mentah kedatangannya.
Jonathan pergi menemui Melinda tanpa sepengetahuan Raline. Jonathan juga meminta para pelayan, dan satpam yang bertugas untuk tidak memberi tahu Raline tentang kepergiannya.
Jonathan juga tidak memberi tahu para pelayan dan satpam ke mana ia akan pergi. Jonathan hanya memberi tahu mereka kalau dirinya akan pergi keluar.